KUNINGAN (MASS) – Pemerintah pusat dan daerah baru saja menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) mempercepat penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Barat yang digelar di Gedung Sate, Bandung, Rabu, (17/12/2025). Dalam Rakor itu disosialisasikan juga Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan MBG serta percepatan penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Rapat dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dan dihadiri Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Kepala BPOM, Gubernur Jawa Barat, jajaran kepala daerah kabupaten/kota se-Jabar, serta perwakilan kementerian/lembaga terkait. Termasuk diantaranya Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar M Si didampingi Sekda, U Kusmana, S Sos MSi.
Menko Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa Perpres 115/2025 menempatkan BGN sebagai pelaksana utama MBG dengan dukungan lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Ia menyebut MBG bukan sekadar program makan gratis, melainkan instrumen strategis penggerak ekonomi rakyat dan pengendali inflasi pangan.
“Bayangkan dampaknya. Ketika 82,9 juta penerima manfaat makan serentak, suplai dan harga pangan harus benar-benar kita kelola. Di sinilah peran daerah menjadi kunci,” ujar Zulkifli.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, menyampaikan capaian nasional MBG telah menjangkau lebih dari 50 juta penerima manfaat melalui 17.746 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Khusus Jawa Barat, hingga saat ini telah berdiri 4.144 SPPG dari target 5.000 atau mencapai 82 persen tertinggi secara nasional dari sisi jumlah.
Ia memperkirakan perputaran dana MBG di Jawa Barat dapat mencapai sekitar Rp 54 triliun per tahun, dengan komposisi 70 persen dialokasikan untuk pembelian bahan baku pangan dari sektor pertanian, peternakan, dan perikanan lokal. “Ini uang untuk menggerakkan produksi pangan rakyat,” tegasnya.
BGN juga memaparkan kebutuhan riil per satuan pelayanan mulai dari beras, telur, ayam, ikan, hingga susu yang secara langsung membuka peluang pasar bagi petani, peternak, nelayan, dan UMKM setempat. Program ini diproyeksikan menyerap sekitar 235 ribu tenaga kerja di Jawa Barat, atau rata-rata 47 orang per satuan pelayanan.
Dalam aspek keamanan pangan, Kepala BGN mengapresiasi kinerja Pemda Jawa Barat yang berhasil menurunkan signifikan kejadian keracunan. Dari 21 kasus pada September dan 20 kasus Oktober, turun menjadi 6 kasus pada November, dan hanya satu kasus hingga pertengahan Desember. Penggunaan air bersertifikat serta percepatan SLHS dinilai berkontribusi besar terhadap perbaikan layanan.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menekankan tiga mandat utama bagi kepala daerah sebagaimana telah dituangkan dalam surat edaran Kemendagri awal Desember. Pertama, dukungan penyediaan kantor operasional dan SDM KPPG. Kedua, percepatan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ketiga, pengawalan penerbitan SLHS maksimal 14 hari sejak pengajuan.
“Target kuantitas sudah besar, kini kualitas dan tata kelola harus kita pastikan,” kata Bima.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat menyebut MBG sebagai peluang strategis di tengah keterbatasan fiskal daerah. Menurutnya, perputaran dana puluhan triliun rupiah harus diarahkan agar benar-benar dinikmati petani kecil, peternak rakyat, dan pelaku usaha lokal, bukan terpusat pada pemodal besar.
Ia mendorong optimalisasi lahan PTPN dan Perhutani melalui skema tumpangsari, pengisian kolam-kolam rakyat dengan ikan, serta penguatan produksi pangan rumah tangga yang terhubung langsung ke SPPG. “Kalau rantai pasok nya pendek, pangan segar, harga pasti, ekonomi rakyat bergerak,” ujarnya.
Rakor ini juga menegaskan integrasi MBG dengan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai mitra utama penyedia bahan baku, sejalan dengan arahan Presiden untuk membangun close loop economy dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
Melalui penguatan tata kelola, percepatan sertifikasi higiene sanitasi, dan pemantapan rantai pasok lokal, pemerintah optimistis Program Makan Bergizi Gratis di Jawa Barat tidak hanya meningkatkan kualitas gizi masyarakat, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Bupati Kuningan, Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si, menerangkan sebagaimana disampaikan Kementerian Dalam Negeri, pada Surat Edaran Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/C.1/4202/2025 tentang Percepatan Penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Untuk Satuan Pelayanan pemenuhan Gizi pada Program Makan Bergizi Gratis. Bahwa:
- Setiap SPPG yang berada di daerah wajib memiliki SLHS yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan atau instansi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat.
- Untuk memperoleh SLHS, SPPG mengajukan permohonan secara manual kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota atau instansi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah dengan melampirkan dokumen persyaratan, meliputi surat permohonan, dokumen penetapan SPPG dari BGN, denah/lay out dapur, penjamah pangan sudah bersertifikat kursus keamanan pangan siap saji.
- Dinas kesehatan kabupaten/kota dan/atau Puskesmas melakukan verifikasi dokumen persyaratan dan Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Berdasarkan verifikasi dokumen persyaratan dan IKL yang memenuhi syarat, SPPG melampirkan hasil pemeriksaan sampel pangan yang memenuhi syarat untuk diterbitkan SLHS paling lambat 14 hari setelah pengajuan permohonan oleh SPPG dan dokumen persyaratan dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat.
Selain itu, dikatakan Bupati Dian, ada ketentuan lain yaitu kelengkapan dokumen PBG (Persetujuan Bangunan Gedung), kelengkapan dokumen lingkungan dan medical check up bagi seluruh karyawan/relawan di seluruh SPPG. (eki)
