(Pelajaran dari Kisah Para Nabi)
Banyak teman yang bimbang, bertanya dan meminta pendapat tentang bagaimana mereka bersikap menghadapi kondisi negeri yang seperti “terbelah” ini. Mereka ragu untuk mendudukan kaki di sisi sebelah mana mereka harus berdiri.
Tidak ada kebetulan dalam hidup. Semua sudah diatur dengan sangat sempurna oleh Allah untuk memberikan yang terbaik bagi kita. Termasuk tiba-tiba saya mendapatkan kiriman cerita yang bagus ini.
Dulu Raja Namrudz selalu mendoktrin rakyatnya bahwa dia itu bisa menghidupkan dan mematikan. Dia menganggap dirinya Tuhan. Untuk membuktikannya dia panggil dua orang. Yang satu dibunuhnya sementara yang lainnya dibiarkan hidup. Inilah “mematikan dan menghidupkan” menurut Namrudz.
Nabi Ibrahim tidak mendebat panjang-lebar, beliau cukup men-challenge Namrudz dengan pertanyaan sederhana saja : “Tuhanku bisa menerbitkan matahari dari timur. Coba kamu sekarang terbitkan matahari dari barat!” Namrudz pun bungkam. Kalau dalam bahasa Al-Qur`an (QS 2: 258), menggunakan kata “Fabuhita” (langsung tercengang kaget sekaligus bingung mau jawab apa) bukan hanya sekedar “sakata” (diam).
Namrudz pun kalah argumen. Jati dirinya terekspos, rakyat pun tahu bahwa kapasitas otaknya ternyata tak sebesar mulutnya. Ia pun kalap dan demi menyelamatkan wajahnya, ia lekas memerintahkan bawahannya untuk membakar Nabi Ibrahim hidup-hidup. Kita sudah tahu kelanjutan ceritanya.
Kisah serupa juga terjadi pada masa Nabi Musa saat berhadapan dengan raja Mesir, Fir’aun. Fir’aun selalu merasa bahwa dirinya memiliki segala kekuatan di negaranya. Dia menantang Nabi Musa dengan keyakinan bahwa Nabi Musa pasti akan kalah. Lalu diperintahkanlah seluruh penyihir kerajaan untuk melawannya.
Hasilnya ternyata di luar ekspektasi. Nabi Musa menang, sedangkan para penyihir Fir’aun kalah telak dan bahkan mereka malah bertauhid. Fir’aun kaget, lalu nyerocos: “Kalian beriman kepada Musa sebelum aku kasih izin kepada kalian?”
Gila ! Orang mau beriman saja harus izin ke Fir’aun, padahal iman itu urusan hati, apalagi kalau orang mau ngomong (pekerjaan mulut), mungkin harus masukin dulu berkas ke “Badan Sensor Perkataan Rakyat !” Fir’aun kalap.
Para mantan penyihir itu pun dibunuh semua. Mereka disalib secara bersilang di pangkal pohon Kurma !
Selain kepada fir’aun, Nabi Musa juga diutus kepada Haman dan Qarun. Ini ayat bagus banget. Coba simak baik-baik : Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang NYATA — kepada Fir’aun, Haman dan Qarun; maka mereka berkata: ‘(Musa) adalah seorang ahli sihir yang pendusta’.” (QS. Ghafir: 23-24).
Fir’aun itu representasi raja zalim. Haman itu penjilat sekaligus penasihat raja. Sedangkan Qarun itu milyuner lintah darat.
Ketiga-tiganya kompak bilang kalau Nabi Musa itu pendusta dan tukang hoax.
Memang kapasitas mereka hanya sebatas itu. Nuduh orang lain hoax, tapi tak pernah bisa membantah bukti yang nyata. Padahal bukti yang dibawa Nabi Musa itu konkret, empiris dan dapat dicerna panca indra, tapi tetap saja tiga orang itu hanya bisa ngeyel: “Itu Hoax! Dasar pendusta!” Lebih anehnya lagi, ternyata tentara pendukung Fir’aun itu banyak juga, mereka bahkan siap membela Fir’aun sampai mati di laut merah!
Beda halnya dengan Raja yang bijak dan berakal sehat. Dulu, Burung Hud-hud pernah bilang ke Nabi Sulaiman: “…’Aku telah mengetahui sesuatu YANG KAMU BELUM MENGETAHUINYA; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini’.” (QS. An-Naml: 22).
Saat dapat info dan masukan dari rakyatnya (yang bahkan hanya seekor burung), Nabi Sulaiman tak merasa gengsi untuk menerimanya. Beliau sangat responsif, langsung kroscek lapangan, bermusyawarah sama rakyatnya dan langsung ambil tindakan untuk menindaklanjutinya.
Jadi, setelah dapat BUKTI YANG NYATA, beliau gak pura-pura dungu kayak Fir’aun dan Namrudz, apalagi sampai menuduh burung Hud-hud sebagai tukang hoax!
So, yang paling ditakuti raja zalim itu bukan pasukan yang kuat atau senjata yang hebat, yang ditakuti raja psikopat itu adalah rakyat yang berakal sehat. Karena rakyat yang berakal sehat itu mampu membongkar kebohongannya dan itu dapat membuatnya kehilangan kepercayaan sekaligus kekuasaan. Maka dari itu, seorang raja kalo udah panik, dia akan menggila…
Nah teman-teman. Bukankah cerita itu sudah ada di Al-Qur’an? Lalu kenapa kita masih bimbang dan bertanya harus di sisi mana kita berdiri? Kalo bukan Kitab Suci itu yang jadi patokan kita, lalu apa?
Kalau kisah-kisah itu tidak ada pelajarannya buat kita, lalu kenapa Allah memuatnya ?
Faktor kebimbangan yang menguasai jiwa kita berawal dari sudah semakin jauhnya kita dari Al-Quran.
Jika kitab suci itu diibaratkan resep masakan, buat apa resep itu sekedar dibaca atau dilantunkan bahkan ada perlombaan membacanya dengan sangat indah tapi tidak pernah dibuat masakan yang lezat.
Kembali ke jalanNya. Hanya itu yang akan menyelamatkan hidup kita dari prahara akhir zaman.
Terwujudnya Rasa aman, tentram dan damai dengan semua pihak jauh lebih baik daripada penyebaran berita Hoax.
Persatuan Indonesia Di Bumi NKRI itu kini menjadi KEBUTUHAN BERSAMA.
Wallahu’alam bissawab.
🙏🙏🙏
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in
Penulis: Awang Dadang Hermawan (Pemerhati Intelijen, sosial politik dan SARA)