KUNINGAN (MASS) – Potensi praktik pungli tidak hanya marak terjadi di ranah birokrasi, kawasan objek wisata dan dunia usaha. Praktek pungli di Indonesia juga marak di sekolah terutama ketika tiba masa pelaksanaan pendaftaran peserta didik baru (PPDB). Pungutan liar tersebut berupa pungutan sejumlah uang di luar pungutan resmi kepada calon peserta didik baru.
Kondisi tersebut diperparah dengan perilaku sebagian masyarakat yang terkadang terlibat melakukan praktek suap terhadap oknum tertentu (petugas penerima pendaftaran, guru, pejabat tertentu) dan menghalalkan segala cara seperti mengandalkan koneksi dengan tujuan agar membantu anaknya diterima di sekolah tertentu yang dianggap favorit.
Meskipun sudah berkali-kali menjadi isu yang hangat dibicarakan di media cetak, elektronik dan televisi dan mendapat tanggapan serius dari tim Satgas Saber Pungli Polri dan Kemdikbud, namun praktek tersebut seperti gunung es. Kasus pungli seperti itu yang terpantau dan berhasil ditindak hanya sebagian kecil, sementara sebagian besar tidak terungkap dan diam-diam praktek tersebut tiap tahun terus marak terjadi di tengah masyarakat.
Praktek-raktek tersebut menodai wajah pendidikan tanah air. Sejak memulai pendidikan, si anak sudah terkontaminasi praktek pungli dan korupsi. Tidak tanggung-tanggung, praktek tersebut banyak menimpa sekolah favorit, unggulan dan dianggap paling bergengsi di tengah masyarakat. Memang normal sebuah perasaan para orangtua ingin anaknya mengecap sekolah di sekolah-sekolah favorit, sementara si anak juga ingin mendapatkan sekolah bagus agar menunjang cita-cita dan masa depannya kelak.
Namun ironisnya, satu hal fatal dilakukan dalam proses mendapatkan sekolah favorit tersebut yaitu dengan mengandalkan praktek suap, menuruti membayar pungli, mengandalkan koneksi dan sejenisnya di mana pratek tersebut akan menjadi bumerang membentuk generasi bangsa di masa depan yang menganggap lazim praktek pungli, korupsi dan nepotisme. Praktek-praktek tersebut secara sistemik dan berkelanjutan merusak mental generasi bangsa.
Nilai-nilai daya saing, kompetisi sehat dan kejujuran sejak awal dibakar habis oleh pihak sekolah yang menerapkan praktek pungli, para orangtua yang bersedia membayar sejumlah uang pungli dan malah sering mendesak melakukan suap ke koneksi dan pejabat tertentu agar anaknya diterima di sekolah tersebut.
Celaka jika si anak pun sebenarnya nilai rapor dan ujian sekolah pas-pasan dan jeblok, memiliki kemampuan dan kompetensi rendah dan diterima masuk ke sekolah favorit karena mengandalkan jaminan bayar pungli, jaminan koneksi dan jaminan pejabat tertentu. Mau dibawa ke mana dunia pendidikan negeri ini jika hal-hal semacam itu terjadi dan secara sistemik menyingkirkan siswa-siswa cerdas dan unggul gara-gara ekonomi miskin dan tak punya koneksi yang mana mereka itu seharusnya yang sangat layak diterima di sekolah tersebut.
Di sini kita bisa sedikit membaca gambaran masa depan, akan jadi apa generasi bangsa yang dibentuk oleh budaya seperti itu dan akan jadi apa dunia pendidikan yang menganggap praktek semacam itu lazim, lumrah dan biasa saja.
Saat ini birokrasi sarat praktek korupsi, wakil rakyat juga korup dan hampir di semua elemen kehidupan sarat praktek korupsi. Padahal orang-orang duduk di birokrasi, pemerintahan dan parlemen mayoritas merupakan generasi produk orde baru yang sistem pendidikannya ketat dengan nilai-nilai pancasila, etika dan kejujuran. Bagaimana pula 10 sampai 20 tahun mendatang generasi saat ini yang masuk sekolah sudah dicekoki praktek korup menggantikan peran mereka?
Dalam Permendikbud No 44/2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar dengan tegas melarang sekolah memungut segala bentuk iuran di luar ketentuan. Sementara pihak Polri juga menaruh perhatian dengan membentuk tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (tim Satgas Saber Pungli) untuk menindak praktek pungli sekolah.
Masyarakat bisa mengadukan ke tim Satgas Saber Pungli setempat atau kepolisian setemat untuk mengusut dan membongkar praktek pungli penerimaan siswa baru. Sanksi yang dikenakan juga cukup berat yaitu sesuai Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang korupsi pelaku praktek pungli diancam hukuman penjara minimal enam tahun.
Tindakan tegas terhadap oknum pelaku sepatutnya juga datang dari pihak kemdikbud dan kemenag dengan menonaktifkan status pegawai negeri yang terbukti melakukan praktek pungli. Dengan tindakan tegas tersebut, masyarakat akan antusias melaporkan oknum-oknum yang melakukan praktek pungli penerimaan siswa baru, proses PPDB akan bersih dan transparan dan semua pihak yang berfikir melakukan niatnya melakukan praktek pungli akan mengurungkan niatnya dan bertobat.
Penulis : Latif Pratama, Sekretaris Umum PC IMM Kuningan