KUNINGAN (MASS) – Saat ini banyak pejabat eksekutif di Kuningan yang menjadi pengguna media sosial (medsos). Aktivitas pejabat di medsos tentunya memiliki beragam motif dan kepentingan.
Bagi yang aktif, mungkin digunakan untuk pencitraan atau ekspos kinerja. Sedangkan bagi yang pasif, mungkin digunakan untuk mengintip aktivitas orang lain alias kepo atau sekedar agar tidak disebut ketinggalan zaman.
Namun dari sekian banyak akun medsos yang aktif membagikan konten, tidak sedikit yang pengelolaannya kurang profesional. Misalnya minimnya respon terhadap komentar-komentar warga.
Padahal kalau dicermati, beragam masukan dan keluh kesah warga terkait pelayanan pemerintah seringkali muncul di kolom komentar. Meskipun terkadang tidak relevan dengan konten yang diposting saat itu atau cara penyampaiannya dirasa tidak nyaman.
Hal itulah yang jadi perhatian Asep Z. Fauzi, mantan Ketua KPU Kuningan yang juga warga Kecamatan Maleber. Ia menuturkan, minimnya respon terhadap komentar warga di medsos seringkali dikeluhkan warga. Terlebih jika komentar tersebut muncul dalam akun medsos pimpinan daerah, kepala OPD hingga pejabat BUMD.
Padahal, lanjut Asfa, sapaan akran Asep Fauzi, warga kerap memanfaatkan akun medsos pejabat sebagai ajang curhat karena mungkin kesulitan menemui pejabatnya secara langsung.
“Aktif di medsos artinya terjun ke tengah-tengah masyarakat yang memiliki beragama karakter dan latar belakang. Hadir disana tujuannya kan agar bisa berinteraksi langsung dengan mereka. Tanggapilah komentar warga, jangan ngumpet. Kalau komentar warga kemudian tidak direspon lalu untuk apa aktif di medsos?” ujar Asep mempertanyakan, Selasa (13/5/2025).
Dia menjelaskan, dalam komunikasi pemerintahan melalui media sosial tentu akan memunculnya tantangan khusus. Sebab situasinya pasti berbeda dibanding berhadapan langsung dengan warga di ruang kerja. Di sisi lain, meninggalkan medsos dalam aktivitas pemerintahan di era digital sangat tidak menguntungkan. Sebab minimalnya akan dicap sebagai pemerintahan yang konservatif.
“Karena itu, sebaiknya para pejabat tidak hanya aktif membagikan konten. Tapi harus aktif juga merespon komentar-komentar warga. Dengan begitu, tidak hanya mendongkrak popularitas, tapi juga akan terbangun pola komunikasi yang baik sebagai bentuk kepekaan terhadap isu publik. Inilah wujud profesionalitas dalam pemanfaatan medsos,” tegasnya.
Asep juga mengingatkan agar pejabat publik di Kuningan lebih bijak dalam memanfaatkan medos. Dia menilai masih ada pejabat yang lebih getol mengekspos citra personanya ketimbang kinerjanya. Padahal statusnya sebagai pejabat sudah melekat dalam kesehariannya. Terlebih meraka juga menikmati berbagai fasilitas yang diperoleh dari uang daerah.
“Tampilkan dong citra diri sebagai pejabatnya agar publik faham apa yang sedang ia kerjakan. Kalau tidak mau, ya sudah teruskan saja posting seputar hobi pribadi atau aktivitas yang tidak televan dengan jabatan yang disandang. Tapi mohon dimaklum kalau ada komentar pedas level 10 dari warga. Jangan baper, tersinggung, marah-marah, lalu unfrend, unfollow atau blokir,” kata Asep.
Untuk menghindari salah kaprah penggunaan medsos oleh pejabat, Asep menyarankan agar kepala daerah membuat skema yang jelas. Skema tersebut disusun untuk memudahkan dalam melakukan monitoring dan evaluasi. Sehingga para pejabat termasuk ASN lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial.
“Tujuan pemanfaatan medsos oleh pejabat/ASN saya kira sudah jelas, antara lain untuk menyebarluaskan informasi, membangun interaksi, sosialisasi program, menggali aspirasi, serta mengedukasi masyarakat. Regulasinya juga sudah sangat jelas. Ada UU 5/2014, UU 14/ 2008, UU 11/ 2008, PP 94/2021, PP 61/2010, Permen PAN RB 15/2019, Permen Kominfo 20/2016, serta Kode Etik ASN,” pungkasnya. (eki)