Connect with us

Hi, what are you looking for?

https://www.google.com/adsense/new/u/0/pub-3893640268476778/main/editContentAds?webPropertyCode=ca-pub-3893640268476778&adUnitCode=1128420475 Smart Widget MGID

Religious

Mukmin Kenyang, Tetangga Kelaparan! Masih Layak Disebut Mukmin?

KUNINGAN (MASS) – Rajin haji dan umrah tiap tahun. Taat ibadah. Tapi tetangga tak bisa bayar sekolah anaknya, karyawan bergaji di bawah UMR. Dalam podcast Kuningan Mass, kritik tajam datang dari Dedi Slamet Riyadi mengenai kesalehan pribadi tanpa kesalehan sosial bukanlah cermin Islam yang utuh.

Pada episode terbaru part 2 Jadi Pengungsi di Negeri Sendiri, Kasubdit Bina Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik Kementerian Agama RI, Dedi, melontarkan kritik tajam terhadap fenomena kesalehan eksklusif yang hanya terfokus pada ibadah pribadi seperti haji dan umrah, namun abai terhadap penderitaan sosial di lingkungan sekitarnya.

“Seorang mukmin itu tidak layak disebut mukmin jika ia kenyang sementara tetangganya kelaparan,” ujar Dedi, merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Ia menyoroti kecenderungan sebagian umat Islam yang dengan mudah menjalankan ibadah haji berulang kali atau berumrah rutin, namun membiarkan tetangganya hidup dalam kesulitan ekonomi.

“Anak-anaknya S2, S3, sementara anak tetangga SMP saja tidak bisa lanjut sekolah karena tak ada ongkos. Itu juga kelaparan,” katanya.

Pada penjelasannya, Dedi memperluas makna kelaparan bukan sekadar urusan perut, tapi juga kelaparan akal, pendidikan, pekerjaan, dan keadilan sosial. Ia juga menyinggung praktik spiritualitas simbolik yang kerap digunakan sebagai citra semu oleh tokoh-tokoh publik.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Banyak politisi atau pejabat yang menunjukkan religiositas lewat istikharah atau ziarah, tapi dalam praktiknya tidak mencerminkan kepekaan sosial,” jelasnya.

Dedi menegaskan, Islam menuntut keseimbangan antara hubungan vertikal dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Kesalehan tidak cukup hanya dalam bentuk ritual; harus tercermin dalam kepedulian sosial, empati, dan keadilan ekonomi.

Ia mengingatkan, umat Islam seharusnya menjadi solusi, bukan justru memperdalam jurang kesenjangan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Kalau karyawanmu belum digaji layak tapi kamu bisa umrah tiga kali setahun, itu bukan kebanggaan. Itu peringatan,” pesannya.

Pesan ini menjadi refleksi penting di tengah tingginya minat masyarakat untuk menjalankan ibadah haji dan umrah, bahkan di tengah tekanan ekonomi nasional. Dedi mengajak semua pihak untuk tidak melupakan inti ajaran Islam, yakni membantu sesama.

“Kesalehan sosial itu bagian dari ibadah. Tak ada gunanya doa panjang jika tetanggamu tak punya harapan,” pungkasnya. (argi)

Advertisement. Scroll to continue reading.

Selengkapnya, yuk tonton di bawah ini :

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement Smart Widget MGID
Exit mobile version