KUNINGAN (MASS) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia yang menyatakan seluruh penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta wajib melaksanakan pendidikan dasar sembilan tahun yang dibiayai oleh negara atau sekolah gratis, mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Direktur Al-Fatah Institute, H Aik Iksan Anshori.
H Aik selaku akademisi sekaligus pengelola lembaga pendidikan formal seperti Daycare, TKIT, dan SDIT Al-Fatah, menyebut kebijakan tersebut secara prinsip adalah langkah yang baik. Namun ia menegaskan, implementasinya tidak bisa dipandang secara sederhana.
“Pelaksanaan peserta didik tanpa biaya sekolah itu sangat bagus. Tapi kita perlu melihat alur di lapangan dan regulasinya seperti apa,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).
Ia menilai, kebijakan tersebut perlu dikaji lebih komprehensif, terutama dari sisi dasar hukum, filosofi, dan dampak terhadap lembaga pendidikan. Jika sekolah digratiskan tanpa adanya kompensasi yang jelas bagi pihak penyelenggara, menurutnya hal itu justru bisa membunuh dunia pendidikan.
“Kalau menggratiskan tapi tidak ada kompensasi untuk sekolah, maka itu sama saja dengan membunuh pendidikan nasional,” tegasnya.
Aik mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam mendukung seluruh biaya operasional pendidikan, karena jumlah sekolah di Indonesia yang begitu banyak bahkan mencapai ribuan.
“Logikanya bagaimana bisa semua anak digratiskan itu tidak masuk akal, harus ada yang bertanggungjawab menanggung seluruh biaya operasional, gaji guru, peningkatan mutu, hingga infrastruktur,” ungkapnya.
Ia juga membedakan antara konsep menggratiskan siswa dengan menggratiskan sekolah. Menurutnya, apabila biaya ditanggung oleh pemerintah namun tetap dialokasikan ke sekolah, maka itu masih bisa diterima. Namun jika sekolah benar-benar tidak menerima dana pengganti, maka sistem pendidikan akan terdampak secara serius.
“Narasi gratis itu dua hal yang berbeda, artinya beasiswa untuk siswanya atau menggratiskan sekolah. Biaya pendidikan adalah investasi masa depan, belajar itu perlu uang, dan uang itu adalah biaya kalau semuanya digratiskan tanpa skema yang tepat, artinya hanya gimmick kebijakan,” tuturnya
Ia menekankan pentingnya pelibatan para pelaksana pendidikan dan pengambil kebijakan secara bersama-sama untuk memastikan bahwa putusan MK tidak sekadar menjadi kebijakan populis, namun juga berdampak nyata dan tidak merugikan lembaga pendidikan. (didin)