KUNINGAN (MASS) – Pemerintah desa seharusnya menjadi ujung tombak pembangunan dan pelayanan publik di tingkat paling dasar masyarakat. Namun, dalam banyak kasus, terutama di sejumlah desa yang memiliki potensi PADes cukup besar, pengelolaan keuangan desa justru jauh dari harapan.
Ketidakbecusan pemerintah desa dalam mengelola Pendapatan Asli Desa tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya sendiri.
Pendapatan Asli Desa, yang berasal dari berbagai sumber seperti tanah kas desa, retribusi, hasil usaha milik desa, hingga swadaya masyarakat, seharusnya dapat digunakan untuk memperkuat ekonomi desa dan meningkatkan kualitas hidup warganya.
Sayangnya, dalam praktiknya, tidak jarang dana ini dikelola tanpa perencanaan yang matang, tanpa transparansi, dan bahkan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Akuntabilitas pun sering kali diabaikan, dengan laporan keuangan yang tidak jelas atau tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat.
Potensi desa yang besar, baik dari sektor pertanian, pariwisata, hingga BUMDes, seakan tak dimanfaatkan maksimal. Tidak adanya inovasi, lemahnya pengawasan, serta indikasi penyalahgunaan anggaran semakin memperburuk kondisi. Akibatnya, masyarakat tidak merasakan dampak nyata dari keberadaan PADes, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa pun semakin merosot.
Lebih parah lagi, ketika masyarakat mencoba mengkritik atau mempertanyakan pengelolaan PADes, suara mereka kerap diabaikan atau bahkan ditekan. Pemerintah desa yang tidak terbuka terhadap pengawasan publik menciptakan iklim yang tidak sehat bagi demokrasi lokal. Padahal, partisipasi aktif masyarakat dan transparansi adalah kunci utama untuk memastikan dana desa dikelola dengan baik dan tepat sasaran.
Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap aparatur desa yang tidak menjalankan tugasnya secara profesional. Pemerintah daerah hingga pusat pun harus lebih serius dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap desa.
Jika tidak ada tindakan tegas, maka potensi desa yang seharusnya menjadi motor pembangunan akan terus terhambat oleh ketidakmampuan, ketidakjujuran para pengelolanya atau hanya menjadi cerita fiksi tanpa adanya realisasi.
Oleh : Ihab Sihabudin, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Kuningan