KUNINGAN (MASS) – Tepat tanggal 18 November 2025, organisasi Muhammadiyah merayakan ulang tahunnya yang ke-113, sebuah rentang waktu yang signifikan bagi sebuah gerakan dakwah, sosial, dan pendidikan yang berasal dari sejarah bangsa Indonesia. Tema milad tahun ini, “Mewujudkan Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin dalam Konteks Keindonesiaan,” mengandung pesan mendalam tentang bagaimana Islam yang damai, modern, dan mencerahkan itu terus diterapkan di tanah air kita.
Istilah rahmatan lil ‘alamin merujuk pada Islam yang memberikan rahmat kepada seluruh semesta, tidak hanya kepada umat Muslim. Ajaran ini menekankan pentingnya Islam untuk menyebarkan kedamaian, keadilan, dan kebaikan bagi semua makhluk. Dalam dimensi sosial, Islam bukanlah sekadar praktik pribad, melainkan sebuah pedoman hidup yang menanamkan kasih sayang serta menolak semua bentuk kekerasan dan ketidakadilan.
Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran ini. Beliau tidak hanya mendidik tentang tauhid, tetapi juga menerapkan nilai kasih sayang melalui bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Baginya, dakwah tidak hanya sebatas mengajak orang untuk beribadah, tetapi lebih kepada memperbaiki kondisi masyarakat agar menjadi lebih sejahtera dan bermartabat. Inilah nyata dari prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin Islam yang beraksi, bukan sekadar berbicara.
Islam Rahmatan lil ‘Alamin dalam Konteks Keindonesiaan
Islam di Indonesia mempunyai karakteristik yang istimewa dan berbeda. Ia berkembang selaras dengan tradisi lokal, prinsip kerjasama, serta semangat keberagaman. Muhammadiyah sejak awal menyadari perlunya menjaga keislaman yang harmonis dengan jiwa Indonesia.
Dalam perjalanannya, Muhammadiyah senantiasa berupaya menghadirkan Islam yang inklusif, penuh toleransi, dan memberikan pencerahan. Melalui berbagai lembaga pendidikan, layanan kesehatan, dan kegiatan sosial, Muhammadiyah menunjukkan bahwa dakwah bisa dilakukan tanpa kekerasan atau retorika yang berlebihan, melainkan melalui aksi nyata.
Seperti yang dinyatakan oleh Haedar Nashir (2022), Islam yang progresif adalah Islam yang mampu berkomunikasi dengan perkembangan zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip utamanya. Ini berarti, Islam harus menjadi kekuatan moral dan sosial yang mendorong kemajuan masyarakat. Dalam konteks keindonesiaan, rahmatan lil ‘alamin menunjukkan adanya Islam yang memperkuat Pancasila, menghargai perbedaan, dan menegakkan keadilan sosial untuk seluruh warga Indonesia.
Muhammadiyah dan Tanggung Jawab Sosial
Selama lebih dari seratus tahun, Muhammadiyah telah menjadi pendorong perubahan sosial. Ratusan sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan lembaga perlindungan anak berdiri sebagai bukti nyata dari komitmen dakwah yang pro-kemanusiaan. Gerakan ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya berbicara mengenai surga dan imbalan, tetapi juga berfokus pada masalah kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat.
Prinsip amar ma’ruf nahi munkar diwujudkan melalui kegiatan sosial dan intelektual. Muhammadiyah meyakini bahwa ketulusan beragama tidak dinilai dari frekuensi ibadah, tetapi dari sejauh mana seseorang memberikan manfaat bagi orang lain. Seperti yang termaktub dalam hadits Nabi SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. ” (HR. Ahmad).
Tantangan dan Harapan di Era Baru
Saat memasuki tahun 2025, Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan baru yang sangat rumit. Fenomena globalisasi, peningkatan digitalisasi, dan perubahan nilai-nilai sosial telah mengubah banyak aspek kehidupan komunitas. Generasi muda kini berada dalam lingkungan yang cepat, serba online, dan sering kali kehilangan pegangan moral.
Dalam konteks ini, nilai rahmatan lil ‘alamin perlu diterjemahkan dengan cara yang relevan:
Lebih dari sekadar khotbah agama, melainkan pendidikan yang membentuk kepribadian, literasi digital yang beretika, serta penguatan solidaritas di tengah masyarakat yang semakin mengutamakan individualisme.Muhammadiyah diharapkan menjadi pelopor dalam menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sekolah-sekolah dan universitas-universitas Muhammadiyah seharusnya berfungsi sebagai pusat pencerahan yang melahirkan individu berpengetahuan, bermoral, dan memiliki semangat sosial yang tinggi.
Milad yang ke-113 bukan sekadar perayaan usia, tetapi juga menjadi momen untuk menguatkan kembali fokus perjuangan. Muhammadiyah harus senantiasa menjadi cahaya dalam kegelapan zaman, mengajarkan bahwa esensi Islam sebenarnya bukan hanya mengenai identitas, melainkan tindakan nyata yang mendatangkan rahmat bagi seluruh umat.
Di tengah dinamika yang terjadi di bangsa, harapan agar Muhammadiyah tetap menjaga keseimbangan antara iman dan pengetahuan, antara spiritualitas dan kemajuan. Dengan semangat rahmatan lil ‘alamin yang termuat dalam kerangka keindonesiaan, Muhammadiyah dapat menjadi pilar moral yang membawa bangsa ini menuju peradaban yang semakin maju, adil, dan berakhlak.
Penutup
Perjalanan Muhammadiyah selama 113 tahun membuktikan bahwa Islam mampu menjadi sumber pencerahan yang signifikan. Gerakan ini telah mencatat sejarah panjang mengenai bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dengan bijaksana dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Di zaman saat ini, semangat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin perlu diaplikasikan tidak hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan pengabdian kepada negara. Hal ini sejalan dengan nasihat KH. Ahmad Dahlan, “Menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, karena di situ terdapat nilai-nilai mulia dalam Islam.”
Oleh : Dudung Abdu Salam, M.Pd
Dosen UM Kuningan
Ketua Majelis Dikdasmen PCM Kecamatan Kuningan
