KUNINGAN (MASS) – Bank keliling dikenal masyarakat sebagai lembaga permodalan dan atau pembiayaan dengan tingkat bunga yang cukup tinggi. Biasanya mencapai belasan hingga puluhan persen di atas tingkat bunga yang ditawarkan lembaga keuangan resmi seperti perbankan yang biasanya hanya 5% per-tahun. Maka tak heran jika masyarakat menyebut bank keliling dengan istilah lain yaitu rentenir atau lintah darat.
Sedangkan bank keliling sering menyebut dirinya sebagai koperasi simpan pinjam dimana masyarakat dapat meminjam uang dengan jumlah ratusan ribu hingga jutaan rupiah, lalu mengembalikannya dengan cara dicicil setiap hari, pekanan atau bulanan tergantung perjanjian dengan nasabahnya. Pada umumnya bank keliling adalah jasa pembiayaan informal dari suatu kelompok atau individu yang memiliki uang berlebih untuk disalurkan kepada masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan.
Disebut bank keliling karena kreditur dalam menyalurkan pinjaman atau menagih angsurannya berkeliling dari satu rumah ke rumah lain untuk menemui nasabahnya yang membutuhkan pembiayaan (jemput bola). Berbekal sepeda motor, bank keliling tersebut biasanya tampak membawa buku catatan berisi penyaluran pembiayaan atau angsuran pinjaman dari para debitur.
Pencairan pinjaman bank keliling sangatlah cepat dibandingkan dengan lembaga keuangan formal, hanya dengan bermodalkan fotocopy KTP maka debitur mendapatkan pinjamannya. Uang yang telah disalurkan oleh bank keliling kepada masyarakat seringkali digunakan untuk modal usaha mikro atau ultra mikro seperti toko kelontong berjualan makanan, dll. Namun tidak jarang pula pinjaman yang didapat digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari karena minimnya atau tidak adanya penghasilan karena dari dampak pandemi covid-19.
Kemudahan lain yang tidak dimiliki lembaga keuangan resmi adalah jika debitur kesulitan dalam membayar setorannya maka mereka dapat meminjam lagi dengan nominal yang sama atau lebih besar untuk menutupi sebagian hutangnya apabila setorannya telah melebihi 50% dari hutang pokoknya. Dan lagi-lagi proses pemberian pinjaman dilakukan begitu saja tanpa melakukan survei kelayakan dari debitur. Oleh karena hal tersebut masyarakat semakin terjerat dengan hutang karena belum selesai hutang yang satu, hutang yang lain menyusul dengan jumlah yang lebih besar dengan disertai bunga yang berkali lipat lebih besar.
Jika tidak mampu mengelola pinjaman maka hal tersebut akan berdampak kepada kemampuan ekonomi debitur yang akan semakin terpuruk. Adapun saran yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu masyarakat diberikan edukasi dalam mengelola keuangannya serta mengetahui tentang adanya bantuan modal usaha dari lembaga keuangan resmi seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM Mandiri.
Jikalaupun mereka tahu mereka akan kesulitan dalam mengurus aksesnya karena sebagian besar mereka yang terjebak dengan bank keliling memiliki latar belakang pendidikan yang tidak terlalu tinggi, diperlukan pendampingan untuk pengurusannya. Dan membangun koperasi unit desa supaya masyarakat mempunyai pilihan lain dalam memilih jasa keuangan, dengan dikelola oleh pihak pemerintah setempat.
Selain itu, pemerintah harus meregulasi lembaga keuangan non formal yang tidak jelas izinnya seperti bank keliling ini, bukan untuk menghapusnya tetapi lebih menertibkan serta mengatur tingkat bunga supaya tidak memberatkan masyarakat karena bagaimanapun bank keliling memberikan kemudahan nasabahnya dalam mendapatkan pinjaman.***
Penulis: Rindra Khairislam
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Husnul Khotimah (STISHK) Kuningan