KUNINGAN (MASS) — Bertempat di Gedung Darul Arqam, Pondok Pesantren Husnul Khotimah menyelenggarakan Pelatihan Murobbi pada Jumat siang pukul 13.00–15.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh para murobbi atau pembimbing santri kelas 7 hingga kelas 12, sebagai upaya untuk memperkuat kualitas pembinaan di lingkungan pesantren.
Sebagai narasumber utama hadir Dr. Aang Kuvaini, S.Hut, M.Si., yang membawakan materi bertajuk “Membina dengan Menyenangkan: Menjadi Murobbi yang Dirindukan.” Dalam penyampaiannya yang lugas dan menyentuh, ia menyoroti pentingnya melakukan adaptasi metode pembinaan terhadap perkembangan karakter dan tantangan generasi saat ini, khususnya generasi Z.
“Hari ini kita bukan kekurangan kader, bukan kekurangan anggota. Tapi kita sedang mengalami krisis murobbi,” ungkapnya membuka sesi.
Menurutnya, banyak murobbi yang dibebani dengan berbagai permasalahan pribadi—keluarga, pekerjaan, hingga tekanan sosial—sehingga kehilangan semangat untuk menyentuh sisi emosional para binaan. Padahal, justru di situlah letak kekuatan tarbiyah: membangun keterikatan, bukan hanya menyampaikan kewajiban.
“Tarbiyah bukan sekadar kegiatan formal. Jika santri keluar dari pesantren dan merasa ‘bebas dari tarbiyah’, itu artinya ada yang keliru dalam cara kita membina,” tegasnya.
Ustadz Aang juga membagikan pengalamannya membina alumni yang ketika di bangku kuliah tidak lagi aktif dalam halaqah. Banyak di antara mereka mengaku bahwa tarbiyah saat di pesantren terasa seperti beban, bukan kebutuhan. Inilah tantangan besar yang harus dijawab oleh para murobbi hari ini.
Melalui pelatihan ini, para peserta diajak untuk mengevaluasi metode pembinaan yang selama ini digunakan. Apakah pendekatannya masih relevan? Apakah ada ruang untuk membina dengan cara yang lebih menyenangkan, lebih personal, dan lebih menyentuh kebutuhan batin para santri?
Dalam sesi interaktif, Aang menyampaikan bahwa murobbi hari ini tidak cukup hanya bisa menyampaikan materi. Mereka harus menjadi sosok yang bisa mendengar curhat, menjadi teman diskusi, bahkan menjadi tempat nyaman untuk berbagi kehidupan.
“Kami pernah survei ke ratusan Gen Z, dan jawaban mereka soal murobbi ideal sangat sederhana: bisa mendengarkan, humoris, suka traktir, dan bisa diajak nongkrong. Tidak ada yang menyebut harus hafal 30 juz atau bergelar doktor,” tuturnya sambil tersenyum.
Di akhir pelatihan, Aang mengajak seluruh peserta untuk membentuk mindset baru dalam membina, bahwa tarbiyah bukan sekadar menyampaikan, tetapi berinvestasi dalam kehidupan manusia—dengan harapan dari tangan para murobbi akan lahir generasi unggul yang mampu membawa perubahan positif bagi umat dan bangsa. (didin)