KUNINGAN (MASS) – Kejadian akhir-akhir ini yaitu aksi demonstrasi yang dilakukan oleh seluruh BEM mahasiswa se-Indonesia menjadi sorotan penting bagi masyarakat luas. Aksi demonstrasi menjadi sejarah penting bagi keberlangsungan reformasi dan demokrasi di Indonesia. Dalam hal ini dapat diartikan adanya suatu perubahan kewenangan penguasa, pengetahuan masyarakat, pemikiran masyarakat yang lebih rasional dan tingginya aspirasi masyarakat terutama mahasiswa sebagai salah satu bagian masyarakat dan akademisi.
Dalam aksi demonstrasi yang dapat diartikan bahwa adanya suatu keresahan yang dirasakan oleh masyarakat, maka para mahasiswa membuat tuntutan terhadap pemerintah dan DPR menganai suatu keputusan UU (RUU KUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU Ketenagakerjaan) yang telah diketok oleh DPR. Mereka menuntut semua RUU dan UU yang telah disahkan DPR tersebut dibatalkan. Karena para mahasiswa menilai adanya pasal-pasal yang kontroversial dan menjadi polemik yang mempunyai indikasi ketidakadilan dan merugikan bagi masyarakat luas terutama Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebelum membicarakan legitimasi, terlebih dahulu kita lihat mengenai demokrasi, dimana demokrasi berasal dari kata demos dan kratos atau crateinyang masing–masing berarti rakyat dan kekuasaan. Dapat diartikan secara sederhana yaitu “kekuasaan rakyat” atau “government of rule by the people”.Demokrasi sebagai suatu sistem atau bentuk mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Dalam menjalankan dan mencapai negara yang berdemokrasi, yaitu pemimpin negara dalam bernegara menjunjung tinggi kehendak dan kedaulatan rakyatserta HAM, dalam mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama. Maka diperlukan suatu unsur-unsur dalam menegakkan demokrasi.
Unsur–unsur penegak demokrasiantara lain: adanya perlindungan HAM; adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan padalembaga untuk menjamin perlindungan HAM; pemerintahan berdasarkan peraturan; adanya peradilan administrasi yang adil; dan dalam UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum. Dapat diartikan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atashukum dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka”.
Dalam negara demokrasi, terutama demokrasi konstitusional, kekuasaan secara legal atau secara hukum bisa didapatkan jika sudah mendapatkan legitimasi dari masyarakat, dimana legitimasi merupakan kesesuaian sesuatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada baik hukum formal, etis adat istiadat ataupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah (Inu Kencana, 2010). Ini mempunyai arti bahwa legitimasi berkaitan dengan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpinnya. Legitimasi berkaitan dengan konsep sikap masyarakat terhadap suatu kewenangan, yang memberikan suatu arti yaitu, masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat atau tidak.
Berdasarkan aksi-aksi demonstrasi dan penjelasan mengenai legitimasi, menjadi catatan penting, karena pasal-pasal dalam RUU berkaitan dengan HAM yang dapat menghasilkan krisis legitimasi masyarakat terhadap lembaga-lembaga kekuasaan, dalam hal ini kewenangan pemerintah dan DPR dalam membuat dan mengesahkan UU.
Krisis legitimasi dapat dilihat dari lima obyek, yaitu krisis dalam komunitas politik; hukum; lembaga politik; pemimpin politik; dan kebijakan, baik kebijakan pemerintah pusat atau daerah(Easton). Kelima obyek tersebut, saling berkaitan satu sama lain.
Dalam obyek komunitas politik, jika masih ada upaya-upaya didalam masyarakat atau komunitas (separatis) maka legitimasi terhadap komunitas politik masih rendah. Maka dukungan terhadap konstitusi (hukum dan rezim) juga masih rendah. Selanjutnya dalam dukungan legitimasi komunitas politik yang masih rendah, maka akan terdapat masalah dalam penciptaan identitas nasional (krisis identitas). Dalam kaitan dengan hukum, jika tidak adanya dukungan yang bulat terhadap hukum maka dalam masyarakat terdapat krisis konstitusi.
Mengenai lembaga politik, jika dalam dukungan terhadap lembaga-lembaga politik masih rendah, maka akan tercipta krisis kelembagaan, dan dapat mengakibatkan pula krisis kepemimpinan politik. Terakhir, dapat menjadi krisis kebijakan, jika pemimpin/pemerintah dalam membuat kebijakan masyarakat menilai adanya kebijakan yang hanya menguntungkan sekelompok kecil dari suatu masyarakat.
Oleh karena itu, jika tidak segera diselesaikan mengenai krisis legitimasi, dengan cepat dan tanggap dari pemerintah dan DPR yaitu dengan cara membuat suatu komunikasi yang baik antara pemerintah, DPR dan masyarakat tanpa tekanan pihak internal dan eksternal mengenai RUU-RUU yang telah disahkan dan belum disahkan. Maka krisis legitimasi ini dari pelaksanaan kewenangan yang kurang baik dan rendahnya penyerapan aspirasi masyarakat akan mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan DPR sehingga dapat mengganggu dalam lingkup yang lebih besar yaitu sistem politik, keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa.***
Cecep Nana Nasuha
Pemerhati Politik