KUNINGAN (MASS) – Baru-baru ini sering sekali terjadi adanya kekerasan dimana-mana. Terdapat berbagai kasus kekerasan seksual yang viral. Anak-anak diperkosa oleh orang dewasa, mahasiswa yang dilecehkan oleh dosen pembimbingnya, bahkan anak yang dilecehkan oleh ayahnya. Korban yang menjadi sasaran pelecehan seksual merupakan seorang perempuan yang dianggap lemah dan tidak bisa menjaga dirinya sendiri, sehingga para pelaku akan merasa senang karena korbannya hanya akan bisa pasrah.
Kekerasan seksual merupakan suatu tindak kekerasan yang dilakukan seseorang dengan cara memaksa untuk melakukan kontak seksual yang tidak diinginkan. Pendekatan atau perilaku yang dilakukan pun bukan hanya fisik namun juga verbal. Oleh karena itu, kekerasan seksual dapat hadir dengan berbagai bentuk, seperti pemerkosaan, menyentuh badan orang lain dengan sengaja, perbuatan mengejek atau mencemooh, mengeluarkan suara desahan, tatapan mata yang mengancam, melakukan gerakan seksual menggunakan tangan dan panggilan mencemooh yang membuat tidak nyaman.
Kasus-kasus ini sudah marak terjadi di Indonesia, namun belum ada tindak lanjut pemerintah dengan benar. Dan korban-korban sering dibuat dan dipaksa bungkam hanya karna tidak memiliki uang untuk melawan dan dianggap memiliki bukti yang kurang dikarenakan tidak adanya keterangan saksi yang membuat berkas pemeriksaannya ditolak dan gagal untuk naik ke meja pengadilan. Lantas, dimana letak hak asasi manusia dan keadilan untuk korban?
Setiap orang yang baru lahir telah memiliki hak asasi manusia. Lalu apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia tersebut? Hak asasi manusia merupakan hak dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir secara kodrat Yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Tuntutan dan undang-undang yang membahas tentang hak terdapat pada undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang hak asasi manusia kemudian diikuti dengan undang-undang nomor 26 tahun 2000 mengenai pengadilan hak asasi manusia yang dimaksudkan untuk menjawab berbagai macam pelanggaran hak asasi manusia, yang mudah maupun yang berat.
Kekerasan seksual tidak hanya meliputi perlakuan yang dilakukan pada fisik korban, namun juga pada mentality seseorang, yang dimana hal yang dialami dalam mental seseorang lebih sulit untuk disembuhkan dibandingkan dengan luka fisik yang seorang korban terima. Kekerasan seksual dalam bentuk apapun itu termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan martabat kemanusiaan, dan merupakan salah satu kejadian diskriminasi yang wajib dihilangkan.
Korban kekerasan seksual yang sebagian besar merupakan perempuan dari berbagai kalangan yang wajib mendapatkan perlindungan baik dari negara maupun masyarakat sekitar yang membuat korban merasa nyaman, hidup dengan damai serta hilang dari bayang- bayang mengerikan tentang kekerasan, pelecehan, serta penurunan martabat manusia.
Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia semakin meningkat, namun hingga saat ini belum sepenuhnya memberikan konsekuensi yang berat untuk para pelaku kekerasan seksual. Hal tersebut membuat para pelaku belum merasakan efek jera yang membuat mereka berulang kali melakukan kekerasan seksual kepada orang yang berbeda-beda. Dan juga, hanya sedikit kasus pelecehan seksual yang akhirnya dibawa ke meja pengadilan.
Hal ini dikarenakan adanya stigma serta argumen masyarakat yang buruk terhadap orang yang menjadi korban kekerasan seksual. Bahkan hal tersebut juga terkadang dipanaskan oleh media yang meliput yang menyebutkan penyebab terjadinya kekerasan seksual seperti korban memakai baju terbuka yang memicu hasrat pelaku, korban yang sering pulang malam, korban sering keluar sendiri, korban meminum alkohol sehingga terjadilah kekerasan seksual.
Ada pula stigma masyarakat yang mengatakan bahwa sebenarnya korban ikut “menikmati” kekerasan seksual yang terjadi. Ketika korban sudah mengadukan kekerasan seksual tersebut kepada pihak berwajib, mereka malah tidak menanggapi serta hanya menganggap sepele dan menganggap hal tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan saja. Padahal kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang melanggar hak asasi manusia, hal tersebut tidak hanya tersangkut ke dalam hukum tindak pidana.
Sistem hukum di Indonesia menjamin tentang hak asasi manusia dari setiap masyarakatnya. Dalam undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 pada pasal 28A hingga 28J disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Selanjutnya pada pasal 28B dijelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pada pasal 28G dijelaskan bahwa tiap manusia berhak mendapatkan perlindungan diri pribadi, kehormatan, keluarga, harkat dan martabat, serta memperoleh rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk melakukan sesuatu atau tak melakukan sesuatu yang merupakan hak asasi. Yang kemudian dipertegas pada pasal 28I pasal (1) bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Beberapa pasal diatas menegaskan bahwa hukum di Indonesia amat sangat menentang adanya kekerasan seksual pada masyarakatnya.
Pada pasal 28D ayat (1) dijelaskan bahwasanya setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dengan ini pun seharusnya sehubungan dengan ayat kedua dari Pancasila yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab” aparat harus menangani dan memberikan kepastian hukum pada korban, terlepas apa pun jabatannya, siapa pun koneksinya, dan dimana keberadaan bahkan kedudukan dari si pelaku, aparat harus memberikan kepastian hukum yang seadil adilnya. Hal ini mungkin bisa menjadi salah satu cara penurunan dari kasus kekerasan seksual yang membuat masyarakat dapat mendukung korban kekerasan seksual.
Salah satu faktor yang membuat korban tidak melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib karena kurang berpihaknya undang-undang hukum pidana yang membuat korban berpikir dan takut untuk memperjuangkan keadilan yang sebenarnya berhak untuk dia dapatkan. Korban kekerasan takut untuk mengajukan laporan terkait kekerasan seksual yang dia alami dikarenakan kurangnya perlindungan hukum di Indonesia yang menjamin perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Sebaiknya pemerintah dapat memperbaiki dan mengesahkan undang-undang hukum pidana yang jelas dan tidak rancu sehingga korban akan merasa bahwa hukum pidana berpihak kepada korban. Dan juga, sebaiknya pemerintah dapat memberikan perlindungan dan fasilitas untuk korban kekerasan seksual. Seperti, fasilitas rehabilitasi untuk korban agar mentalnya tetap terjaga dan merasa aman dari trauma yang akan menyerangnya, adanya perlindungan hukum serta aparat kepada korban agar korban dapat merasa bahwa hidupnya akan baik-baik saja serta aman dan tidak terjangkau oleh pelaku kekerasan seksual.
Penulis : Marcella (2281060079) Mahasiswa Jurusan Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Syeikh Nurjati Cirebon