KUNINGAN (MASS) – Di bulan November terdapat peringatan Hari Guru Nasional (HGN), yang diperingati setiap tanggal 25 November. Peringatan HGN sebagai bentuk penghargaan terhadap guru yang memiliki andil besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena guru mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam berbagai disiplin ilmu dan profesi.
Guru sebagai profesi paling mulia. Saking mulianya kedudukan guru, Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, pernah menyatakan bahwa guru itu hampir seperti seorang rasul. Hal itu karena pada dasarnya antara rasul dan guru memiliki tugas dan peran yang sama, yaitu mendidik, mengajar, dan membina umat.
Dalam surah Ali Imran [3] ayat 164, setidaknya ada tiga tugas pokok seorang rasul yang dapat dijadikan sebagai pegangan oleh guru; membacakan ayat-ayat Allah (at-tilawah); membersihkan jiwa (at-tazkiyah); mengajarkan Alquran (al-kitab) dan sunah (al-hikmah).
Menjadi guru memiliki peluang mendapatkan amalan yang pahalanya terus mengalir, dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada siswa. Sabda Nabi SAW, “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu berdoa untuknya.” (HR Muslim).
Menurut Syekh Jamal Abdul Rahman, apabila guru mampu mendidik siswa menjadi saleh, hal itu masuk ke dalam ketiga kategori amal yang tidak akan putus sebagaimana hadis di atas. Maksudnya, waktu dan tenaga yang disisihkan guru untuk mendidik menjadi sedekah jariyah, ilmu yang diajarkan menjadi ilmu bermanfaat, dan siswa menjadi anak saleh yang akan selalu mendoakan guru.
Untuk menjalankan tugas mulia tersebut, guru hendaknya memiliki sepuluh karakter sebagai bekal mendidik siswa berkarakter. Hanya guru yang berkarakter yang akan mampu melahirkan siswa yang berkarakter. Sehingga guru layak mendapatkan kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat.
Pertama, berakidah Islam. Guru yang berakidah Islam yaitu akidah ahlussunnah wal jamaah akan mempersembahkan seluruh potensi dalam dirinya hanya untuk Allah semata, termasuk dalam mendidik siswa (QS al-An’am [6]: 162). Orientasi guru dalam mendidik sisiwa adalah Allah dulu, Allah lagi, dan Allah seterusnya. Allah-lah yang menjadi tujuan dalam menjalankan profesi keguruan.
Kedua, komitmen dalam ibadah. Dalam menjalankan seluruh aktivitasnya termasuk dalam mendidik siswa sebagai sarana beribadah kepada Allah. Mendidik adalah ibadah. Karena mendidik siswa adalah ibadah maka dalam menjalankan profesinya guru hendaknya meneladani Nabi SAW dalam mendidik (membina) para sahabatnya. Sebagai sarana ibadah, seorang guru harus meningkatkan hubungan baik terhadap Tuhannya (hablum minallah).
Ketiga, berakhlak mulia. Guru yang memiliki akhlak mulia adalah yang menjadikan Nabi SAW sebagai teladan sehingga guru layak menjadi teladan bagi siswa. Karenanya guru mesti meniru akhlak Nabi dalam menjalankan proses pendidikan siswa. Akhlak Nabi adalah Alquran, maka guru hendaknya terus berupaya memantaskan diri dengan akhlak Alquran.
Keempat, sehat jasmani. Dalam menjalankan tugasnya guru harus didukung dengan badan yang sehat dan kuat sehingga mampu tampil penuh energik dalam mendidik. Sebab guru yang lemah dan sakit-sakitan tidak akan dapat menunaikan amanahya secara maksimal. Agar selalu sehat dan energik guru mesti mengkonsumsi makanan yang halal dan bergizi, berolahraga rutin, dan istirahat yang cukup.
Kelima, berwawasan luas. Guru hendaknya terus belajar dan mengajarkan sehingga ilmunya menjadi bermanfaat (menjadi guru pembelajar). Agar guru memiliki wawasan luas hendaknya terus berupaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis serta melek teknologi. Pun, hendaknya memiliki perpustakaan sendiri di rumahnya.
Keenam, mengendalikan hawa nafsu. Guru hendaknya berupaya mengendalikan nafsu dan emosinya, bukan yang memperturuti nafsunya dengan sering marah-marah. Agar mampu mengendalikan hawa nafsunya guru hendaknya mengasah spiritualnya dengan rutin membaca Alquran, shalat Tahajud, dan ibadah lainnya yang menunjang untuk mengendalkan nafsu.
Ketujuh, sungguh-sungguh mengelola waktu. Guru hendaknya memiliki kemampuan dalam mengelola waktu sehingga waktunya tidak terbuang sia-sia dan semakin produktif menghasilkan karya dalam kependidikan. Kemampuan mengelola waktu akan berdampak pada teraturnya dalam mengelola urusan pribadi, keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Kedelapan, teratur dalam semua urusan.
Keteraturan semua aspek menjadi karakter melekat dalam diri guru, yang dibuktikan dengan kerapihan administrasi pengajaran. Selain itu, guru hendaknya memperhatikan kerapihan berpakaian agar berwibawa, kerapihan dalam bertutur kata agar menjadi pribadi yang layak di guru dan ditiru.
Kesembilan, mandiri. Yaitu, guru yang mampu hidup mandiri, bukan menjadi beban orang lain, sehingga guru dapat fokus mendidik siswa. Agar mampu mandiri hendaknya guru menyisihkan sebagian penghasilannya ditabung, tidak boros, dan sebisa mungkin memiliki usaha sampingan yang tidak mengganggu tugas utamanya mendidik siswa.
Kesepuluh, bermanfaat untuk orang lain. Guru hendaknya berupaya memberikan manfaat kepada orang lain, khususnya kepada siswa. Agar memiliki kemampuan memberikan manfaat yang seluas-luasnya guru hendaknya mengasahkan kemampuan dalam membangun hubungan dengan keuarga, teman sejawat, wali murid, dan masyakarat luas.
Jika mampu memantaskan diri dengan karakter tersebut, guru layak mendapat balasan pahala yang akan terus mengalir meskipun telah tiada, dan menjadi sukses dunia dan akhirat. Karena telah berinvestasi melalui pendidikan. Wallahu a’lam.
Imam Nur Suharno
Pengajar di Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
