KUNINGAN (MASS) – Pemberitaan terkait Peluang Investasi dan Refleksi Pembenahan Pembangunan di Kuningan mendapat tanggapan dari Suwari Akhmaddhian yang merupakan Direktur Pusat Studi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan UNIKU.
“Bahwa investasi (pembangunan) dan lingkungan harus saling mendukung yang tercermin dalam konsep Pembangunan Berkelanjutan dengan 5 prinsip,” ujarnya, Minggu (6/9/2020).
Lima prinsip tersebut diantaranya prinsip keadilan antar generasi, lalu prinsip keadilan dalam satu generasi. Selain itu, prinsip pencegahan dini, prinsip perlindungan keaneragaman hayati dan prinsip internalisasi biaya lingkungan.
“Dan terus berkembang menjadi Millinium Development Goals dan pada 2015 menjadi Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals),” terangnya.
Menurut Otto Soemarwotto Tolak ukur pembangunan berkelanjutan terdiri dari 6 yaitu Pro lingkungan hidup, Pro rakyat miskin, Pro kesetaraan jender, Pro penciptaan lapangan kerja, Pro dengan bentuk NKRI dan Harus anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Tentunya investasi di Kuningan juga harus memperhatikan ciri khas Kabupaten Kuningan yaitu Kabupaten Kuningan juga telah mendeklarasikan konsep pembangunan sebagai “Kabupaten Konservasi” pada tahun 2006 dengan penerapan azas-azas konservasi dalam seluruh gerak pembangunan di Kabupaten Kuningan, sebagaimana tercantum dalam Perda Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2018–2023,” paparnya.
Regulasi terkait Investasi yang pro lingkungan di Kuningan, imbuh Suwari, sudah jelas diatur dalam Perda No.05 Tahun 2009 Jo. 13 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kuningan Tahun 2005-2025.
Diatur pula dalam Perda Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kuningan Tahun 2018–2023 dan Intruksi Bupati Kuningan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Konservasi Air Tanah.
“Hasil pengamatan bahwa pembangunan di Kuningan berjalan sendiri-sendiri belum sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah khususnya terkait dengan Konservasi atau Lingkungan,” ungkapnya.
Ini dibuktikan misalnya salah satu dengan Perda No.13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan. Menurut Suwari, seharusnya perda tersebut mengadopsi minimal terkait dengan dan Intruksi Bupati Kuningan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Konservasi Air Tanah, yaitu dengan mewajibkan Investor membuat sumur resapan, lubang biopori serta pengurangan penutupan lahan dengan aspal dan beton diganti minimal dengan Paving Block.
“Fakta dilapangan banyak pembangunan atau investasi yang tidak pro lingkungan atau konservasi, seperti pembangunan Resto dan Bakal Rumah Sakit di Jalan Cut Nyak Dhien terlihat bahwa hamparan tanah yang luas berubah jadi Bangunan dan hamparan Aspal,” sebutnya.
Di jalan Cut Nyak Dhien ini, sambung Suwari, kalau musim hujan sebelum ada bangunan tersebut itu banjir. Ia tidak bisa membayangkan saat hujan nanti datang akan seperti apa.
Fakta tersebut menimpa pula Pembangunan Bakal POM bensin di Jalan Veteran. Di sana, dari Perbukitan berubah jadi hamparan Beton.
“Jadi pertanyaan ini Pemda atau Investor tidak tau aturan atau pura-pura tidak tahu?, hendaknya Pemda dalam memberikan perijinan harus memperhatikan regulasi-regulasi payung seperti Perda RPJPD dan Peda RPJMD serta Instruksi terkait Konservasi Air tanah,” sentilnya.
Karena apabila terjadi bencana seperti banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau, menurut dia, yang merasakan langsung adalah masyarakat luas, bukan pejabat atau pengusaha.
“Hari jadi Kuningan yang ke 522 harus dijadikan momentum refleksi pembenahan pembangunan di Kuningan,” harapnya.
Suwari berharap, kembali ke cita-cita awal yaitu “Kuningan Kabupaten Konserrvasi” yang sudah ada dalam regulasi payung yaitu Perda RPJPD dan Perda RPJMD. Selain itu, memperbaiki regulasi yang ada saat ini tidak pro Lingkungan/Konservasi.
“Seperti dengan Perda No.13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan dan juga Perda Pengelolaan Sampah harus diupdate,” pintanya. (deden)