Connect with us

Hi, what are you looking for?

Audiensi FMPK dengan Bupati Kuningan Dr H Dian Rachmat Yanuar M Si, Kamis (11/12/2025). (Foto: dok Pemda)

Pemerintahan

FMPK Kecewa Bupati Biarkan Kegiatan Jalsah Salanah JAI Berlangsung

KUNINGAN (MASS) – Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) melakukan audiensi bersama Bupati Kuningan pada Kamis (11/12/2025). Forum yang terdiri dari para tokoh masyarakat, ormas Islam, dan aktivis sosial ini menyampaikan kekecewaan mendalam atas sikap Pemerintah Daerah yang dinilai membiarkan pelaksanaan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) pada 5–7 Desember 2025 di wilayah Kabupaten Kuningan.

Perwakilan FMPK, Ustadz Fitriyadi Siradj, dalam pernyataan pembuka menegaskan bahwa kehadiran mereka bukan untuk menciptakan polemik, melainkan membawa kegelisahan umat dan amanah masyarakat agar Kuningan tetap adem, damai, dan terjaga dari potensi kegaduhan akidah maupun sosial.

“Kami datang membawa suara umat, bukan untuk menyerang siapa pun, tapi agar pemerintah bersikap tegas menjaga ketertiban akidah dan ketenangan masyarakat,” ujar Fitriyadi.

Ustadz Fitriyadi Siradj menjelaskan bahwa Jalsah Salanah Ahmadiyah bukan kegiatan biasa. “Itu bukan sekadar acara pengajian atau kumpul tahunan. Itu adalah ajang konsolidasi akidah Ahmadiyah—di situ mereka memperkuat keyakinan tentang Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, menyebarkan doktrin wahyu setelah Nabi Muhammad SAW, serta merekrut anggota baru,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Kuningan dan berpotensi memicu konflik horizontal jika dibiarkan tanpa pengawasan.

“Kami tidak membenci mereka sebagai manusia. Tapi ajaran yang mereka sebarkan menodai akidah Islam dan mengganggu ketenangan masyarakat,” lanjutnya.

Suasana audiensi sendiri menghangat setelah Bupati Kuningan Dr H Dian Rachmat Yanuar M Si, yang menyampaikan bahwa kegiatan Jalsah Salanah Ahmadiyah telah berlangsung dengan lancar tanpa gangguan. Pernyataan ini memicu kekecewaan mendalam di kalangan peserta audiensi.

Hal itulah yang ditunjukkan tokoh FMPK Ustadz Luqman. Ia menilai pernyataan Bupati tersebut sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap aspirasi masyarakat muslim Kuningan yang mayoritas menolak eksistensi dan aktivitas penyebaran ajaran Ahmadiyah.

“Ini Bupati yang sudah mendapat legitimasi hasil Pilkada kok malah seolah bangga kegiatan Jalsah Ahmadiyah terlaksana di Kuningan. Walaupun katanya tidak memberikan izin secara administratif, faktanya kegiatan tetap berjalan. Ini bentuk pembiaran,” tegas Ustadz Luqman dengan nada kecewa.

Menurut FMPK, tindakan pemerintah daerah yang tidak melakukan pelarangan tegas sama halnya dengan membiarkan pelanggaran akidah dan potensi perpecahan sosial. “Pembiaran ini adalah bentuk pemerkosaan terhadap Islam oleh kelompok Ahmadiyah, dan kepala daerah punya kewenangan melarang kegiatan yang bertentangan dengan agama yang diakui negara,” tambahnya.

FMPK menegaskan bahwa dasar hukum untuk bertindak sebenarnya sudah sangat jelas. Negara telah mengatur pelarangan aktivitas Ahmadiyah dalam sejumlah regulasi, antara lain:

Perpres RI No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama;

– Fatwa MUI No. 05/Kep/MUNAS II/MUI/1998 dan Fatwa MUI MUNAS VII Nomor II/MUNAS II/MUI/15/2005 yang menegaskan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat di luar Islam;

– SKB Tiga Menteri Tahun 2008 yang memberikan peringatan dan perintah penghentian aktivitas Ahmadiyah;

– Pergub Jawa Barat No. 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.

Berdasarkan regulasi itu, menurut FMPK, Bupati memiliki dasar legal dan moral untuk melarang kegiatan Jalsah Salanah Ahmadiyah. Karena itu, sikap diam atau tidak melakukan tindakan dianggap sebagai bentuk pelanggaran etika pemerintahan.

Dalam pandangan FMPK, kepala daerah bukan hanya pejabat administratif, tetapi juga penanggung jawab ketertiban sosial dan moral publik. Karena itu, Bupati semestinya menjadi pelindung nilai-nilai yang dianut masyarakat, bukan malah tampil permisif terhadap aliran yang telah dinyatakan menyimpang.

“Dengan legitimasi yang begitu kuat sebagai Bupati hasil pilihan rakyat, justru kami berharap beliau menjadi benteng akidah, bukan pembuka ruang bagi aliran sesat. Kalau ini terus dibiarkan, jangan harap Kuningan bisa melesat,” pungkas Ustadz Luqman tegas. (eki)

Advertisement
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement

You May Also Like

Exit mobile version