KUNINGAN (Mass) – Berawal dari pertama kali saya mengunjungi Masjid At-Taufik Kuningan Islamic Center adalah pada awal tahun 2015. Kala itu saya beserta empat orang rekan kuliah sepakat untuk menuntaskan penyusunan laporan project Studio Perencanaan Kota disana. Lokasi ini cukup populer untuk dijadikan spot foto yang sering saya jumpai di berbagai media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Ini semua adalah inisiatif dari salah satu teman saya yang berasal dari Kelurahan Cigintung yang merekomendasikan bahwa di sana suasananya sejuk dan sangat cocok untuk kerja kelompok, apalagi dalam tahap finishing project yang membutuhkan suasana kondusif yang pada saat itu sedang kami lakukan.
Sesaat setelah tiba di lokasi, terenyuh perasaan dan jiwa saya melihat fenomena yang nampak jelas oleh mata kepala saya sendiri. Saya tidak kaget melihat kondisi sekitar yang memang sepi dan jauh dari keramaian karena memang dulunya ini hutan belantara. Namun saya kaget, kenapa di area yang bernama ‘Kuningan Islamic Center’ justru banyak muda mudi berduaan, nongkrong, pacaran dan sejenisnya di waktu yang seharusnya mereka belajar di sekolah (jam 8, red). Bahkan mereka terang-terangan di hadapan saya berpegangan tangan dan saya lihat di kejauhan -maaf- ada yang peluk-pelukan. Ini sungguh memalukan!
Lalu saya bertanya-tanya mengapa di area yang seluas ini dan berdiri Masjid At-Taufik yang megah dan mewah bisa sepi dari aktivitas warga sekitar? Padahal di depan ada gapura megah bertuliskan bahwa ini merupakan Kawasan Pemerintah Daerah Kab. Kuningan yang memang diperuntukkan bagi SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) dan jajaran Pemda lainnya dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan. Sampai waktu menjelang sholat jumat pun, Masjid ini tetap kosong dan sunyi, tidak ada tanda-tanda akan dilaksanakannya sholat jumat. Lalu, saya memutuskan untuk sholat jumat di Masjid terdekat yang ada di Kelurahan Cigintung.
Mengutip pemberitaan yang dirilis pada 16 Februari 2017 oleh bingkaiwarta.com, saya sebagai pemuda Kuningan merasa miris dengan perbuatan segelintir oknum muda mudi yang didominasi pelajar dengan memanfaatkan kesempatan ini, bahkan tak jarang dari mereka melakukan perbuatan mesum. Kondisi ini memancing reaksi keras dari para tokoh masyarakat dan ormas Islam. Bahkan surat edaran bupati yang menginstruksikan pada jajaran Pemda Kab. Kuningan untuk Shalat Fardhu Berjamaah pun seolah tidak digubris. Realita yang ditunjukan justru memprihatinkan kita semua. Ini secara tidak langsung memperlihatkan kondisi moral generasi muda Kuningan yang sesungguhnya.
Pemerintah Daerah seolah tinggal diam atas fenomena sosial ini. Kembali lagi dengan pernyataan saya tadi bahwa KIC ini adalah Kawasan Pemerintah Daerah yang seharusnya sudah menjadi kewajiban para jajaran birokrasi mampu mengambil perannya di sini untuk dapat menggerakkan dan mengedukasi publik khususnya generasi muda tentang pentingnya memahami makna dari kata ‘Agamis’ yang disematkan dalam visi Kab. Kuningan. Masjid At-Taufik KIC ini adalah entitas nyata dari pengejawantahan visi tersebut. Yang saya tekankan disini adalah tentang Rumah Ibadah. Urgensi dari aktivitas yang ada didalamnya menjadi parameter bagi jajaran Pemerintah Daerah utamanya Bupati dalam menyelenggarakan aktivitas keagamaan dan mengajak masyarakat setempat untuk dapat beribadah di Masjid At-Taufik ini. Jikalau aktivitasnya masih sepi? Anda pembaca tentu bisa menilai sendiri bagaimana sikap dari Pemda Kuningan terhadap KIC sejauh ini.
Saya mengamini dan mengapresiasi dengan visi MAS (Mandiri, Agamis, Sejahtera) yang diusung oleh Bupati Hj. Utje Ch. Suganda yang kemudian diestafetkan pada era kepemimpinan Pak Acep Purnama. Namun pada kenyataannya, itu semua tidak dibarengi dengan implementasi di lapangan. Seolah visi hanyalah jargon belaka. Ini baru visi, belum lagi pencanangan Kabupaten Konservasi dan Kabupaten Pendidikan yang minim implementasi serta action plan di masyarakat.
Untuk itu, sebagai pemuda asli Kuningan yang terbersit rasa miris terhadap realita sosial ini, saya mengajak seluruh jajaran lapisan masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk dapat meningkatkan kesadaran akan eksistensinya di Kota Kuda ini. Berdirinya Kuningan Islamic Center merupakan tonggak sejarah dalam pembangunan landmark Islam pertama yang berlokasi di Jalan Dr. Ir. Soekarno, Kelurahan Winduherang, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Jangan sampai KIC sekarang sudah berdiri megah, namun pada kenyataannya sepi dari aktivitas peribadatan yang seharusnya.
Penulis: Asep Saepulloh (Mahasiswa program studi Perencanaan Wilayah Kota yang sedang menyelesaikan pendidikan S1 di salah satu Universitas Negeri di Bandung, Jawa Barat. Alamat Rumah di Dusun Kliwon Rt. 03 Rw. 01 No. 40 Desa Garawangi Kec. Garawangi
Kab. Kuningan, 45571)