Bismillah
Oleh: Awang Dadang Hermawan (Ketua DPC PBB Kab.Kuningan)
Renungan bagi Para (Calon) Penguasa
(QS. 47, Muhammad: 22-30)
“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?”
“Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; lalu dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.”
“Sesungguhnya orang-orang yang berbalik (kepada kekafiran) setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, setanlah yang merayu mereka dan memanjangkan angan-angan mereka.”
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka telah mengatakan kepada orang-orang (Yahudi) yang tidak senang kepada apa yang diturunkan Allah, Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan, tetapi Allah mengetahui rahasia mereka.”
“Maka bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka, memukul wajah dan punggung mereka?”
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan membenci (apa yang menimbulkan) keridaan-Nya; sebab itu Allah menghapus segala amal mereka.”
“Atau apakah orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka?”
“Dan sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami perlihatkan mereka kepadamu (Muhammad) sehingga engkau benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan engkau benar-benar akan mengenal mereka dari nada bicaranya, dan Allah mengetahui segala perbuatan kamu.
AKAL DAN WAHYU
(Belajar dari Kisah Nabi Nuh AS dan Puteranya)
Allah swt mengabadikan percakapan antara Nabi Nuh as dan putranya pada detik2 terakhir sebelum banjir dahsyat itu terjadi. Banjir yang menelan seluruh penduduk bumi kecuali segelintir orang yang menaiki perahu Nabi Nuh as.
Allah Berfirman dalam Surat Hud ayat 42-43:
وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِ ۗ وَنَادٰى نُوْحُ اِبْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ
“Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.”
قَالَ سَاٰوِيْۤ اِلٰى جَبَلٍ يَّعْصِمُنِيْ مِنَ الْمَآءِ ۗ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ اِلَّا مَنْ رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ
“Dia (anaknya) menjawab, Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah! (Nuh) berkata, Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah Yang Maha Penyayang. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.”
_Muhasabah_
Di saat seseorang lebih mengandalkan akalnya yang terbatas dibanding peringatan Allah, maka ia akan tenggelam dalam lautan kesalahan
Putra Nuh menganggap buah fikirannya bisa menyelamatkannya dari kebinasaan. Ia menolak perintah Allah untuk menaiki kapal dan lebih memilih untuk naik ke atas bukit. Lalu apa yang terjadi? Akhirnya ia pun ditelan oleh air bah yang menenggelamkan bumi.
Di saat seseorang lebih memilih fikirannya sendiri dan melawan ketentuan syari’at, itu menunjukkan lemahnya keimanan.
Syari’at memang selalu sejalan dengan akal, tapi tidak semua ketentuan Allah mampu dicerna oleh akal manusia yang terbatas. Oleh karena itu, jadikan akalmu mengikuti syari’at dan ketentuan Allah, bukan sebaliknya.
Berimanlah terlebih dahulu. Setelah itu silahkan mencari hikmah dan rahasia di balik suatu perintah atau larangan. Dengan itu, kita akan beriman kepada seluruh perintah dan larangan Allah baik di saat kita mengetahui alasan di baliknya, ataupun di saat kita tidak atau belum tahu apa hikmah dan rahasia di baliknya.
Hadanallahu waiyyakum ajma’in.
Kuningan, 17 Nop 2018.
والله اعلم