KUNINGAN (MASS) – Bahwa sesungguhnya ketika kedzaliman, kemunafikan, dan kemurtadan di suatu negeri sudah merajalela, maka Allah dengan Maha Kuasa akan mendatangkan suatu kaum dan atau *SATU INSTITUSI yang akan kembali menegakkan keadilan dan Kepastian hukum/ kebenaran ; bahwa di satu negeri akan dipusakai oleh orang-orang shaleh ; tegas dan cerdas, bahwa Allah menjanjikan akan menggantikan ketakutan yang menimpa umat manusia di negeri manapun (saat ini negeri manapun takut dengan Covid-19?) dengan kemenangan dan kedamaian; dan “….Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu (Dirimu, Golonganmu, Institusimu. Pen) menjadi Imam , Pimpinan, Menjadi User untuk umat/rakyat di negerimu,…” Itu potongan ayat 124 (QS. Al-Baqarah ) dalam penafsiran rasional.
Itu semua Kemungkinan bisa terjadi, ketika kemudian pemerintahan di negeri itu sepertinya, seolah-olah transfaran, tetapi ada udang dibalik batu, tidak sebenar-benarnya berbuat benar dan tidak membenargunakan kekuasaannya untuk kepentingan umat/rakyat………Tetapi hanya untuk kepentingan dan keuntungan golongannya, hal itu pada gilirannya adalah kehancuran negeri itu.
Oleh sebab itulah Allah Ta’ala akan menghadirkan Imam/pemimpin untuk membenahi, mengurus negeri itu. Namun itupun, jika dirimu , kaummu, negerimu , institusimu mau merubahnya didalam situasi dan kondisi negerimu! Kalau tidak? Yaaa… Tuhanpun tidak akan merubah keadaan nasibmu, kaummu, negerimu ! Karena engkau lebih mengetahui urusan duniamu kendati dunia bersifat tidak abadi.
Dari sejarah kita belajar, bahwa Ada Hukum Besi Sejarah yang selalu berulang. Seperti sudah dikemukakan para pakar sejarah sebelumnya, kita mengamati bahwa jatuh-bangunnya sebuah peradaban, binasanya suatu kaum, negeri dan tergulingnya sebuah kekuasaan, semuanya tunduk kepada “Hukum Besi Keadilan”, yang tidak lain adalah Sunnatullah Taqdir Allah yang berlaku pada setiap peradaban dan kekuasaan.
Itulah yang dimaksud dengan Taqdir Sejarah. Tidak pernah ada seorang pun atau kekuasaan manapun yang bisa mengelak dari Taqdir Sejarah itu.
Adakalanya Allah gunakan kedzaliman seorang penguasa untuk menggantikan sebuah kekuasaan lainnya yang dzalim. Tetapi, ketika sudah tidak ada lagi yang berani muncul untuk perbaikan di negeri itu, maka Allah akan Gunakan KekuasaanNya, melalui BalatentaraNya (bisa Malaikat, bisa bangsa Jin, bisa manusia, bisa binatang, bisa bencana, bahkan bisa juga berupa virus Corona yang kini disebut Covid-19), untuk mengingatkan negeri itu dan pemimpinnya.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa : Apabila Allah sudah Berkehendak, Allah tidak butuh persetujuan siapapun.
Jangankan hanya berbentuk penolakan, bahkan berbagai upaya sekeras apapun dan dalam bentuk apapun, oleh siapapun, tidak akan ada yang bisa menghalangi RencanaNya.
Perspektif Budayawan
Jadi, sebelum Zaman Keadilan dan Kejayaan itu datang, akan ada sebuah masa transisi yang mengerikan.
Nabi SAW menyebutnya “Malhamah Kubra”. Kosmologi Jawa menyebutnya Zaman Huru-hara, Goro-goro, Kalatida, Kalayudha atau Zaman Kalabendu.
Penyair WS. Rendra mengatakan : Kalatida adalah zaman ketika akal sehat diremehkan, perbedaan benar dan salah, baik dan buruk, adil dan tidak adil, tidak digubris,” katanya dalam pidato penerimaan penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (HC) dalam bidang kebudayaaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa, 4 Maret 2008.
Selanjutnya Rendra mengatakan: “Tata hukum, tata kenegaraan dan tata pembangunan yang ’sableng’ di negeri ini telah mendorong lahirnya ’kalatida’ dan ’kalabendu’.
Kondisi akhir-akhir ini mirip dengan apa yang diilustrasikan oleh Ronggowarsito, sebagai zaman Edan pada Serat Kalatida. Periode dimana suasana penuh dengan gemuruh suara yang berseberangan, yang disebutnya sebagai “zaman penuh kegilaan”, zaman yang liar penuh anomali.
Di masa tersebut semua orang terkena “latah” menjadi gila, karena kalau tidak gila maka tidak kebagian, dan akan berakibat pada kelaparan dan kesulitan hidup. (Saat inikah?). Namun kita hendaknya senantiasa ingat bahwa kebahagiaan adalah milik ‘Sang Pencipta’ dan diberikan *kepada orang-orang yang senantiasa ingat dan waspada dimanapun berada dan dalam sikon apapun!
Sementara itu, Sujiwo Tejo menyebut akan datangnya *Zaman Kalabendu dan Punokawan yang akan mengakhiri Goro-goro. Hal ini disampaikan Sujewo Tejo pada Deklarasi Budaya di kampus Universitas PGRI Semarang, pada Selasa 28/10/2014.
Lebih lanjut dikatakan bahwa persatuan antara pandito (ulama) dan ratu (umara) sangat diperlukan. Tetapi jika persatuan tersebut tidak dilandasi oleh independensi satu sama lainnya, maka terjadilah Goro-goro.
Sujiwo Tejo menyebut, di zaman Goro-goro akal sehat manusia menjadi rusak.
Pada kesempatan lain, budayawan ini menyebut akan datangnya zaman Kalabendu atau Zaman Edan (Kamis, 7/2/2019). Zaman tersebut merujuk pada perpaduan ramalan Jayabaya dan Ranggawarsita.
Disebutkan, di Zaman ini segala kebaikan dan kebenaran akan dinyatakan, sedangkan segala bentuk kebusukan dan kemunafikan akan terungkap.
Disebutkan juga bahwa Zaman ini ditandai oleh *”akeh janji ora ditetepi, akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe”. Banyak janji yang tidak ditepati dan berani melanggar sumpahnya sendiri, kemudian Menjadi angkuh dan enjoying merendahkan Jalma jalma, lupa bahwa itulah “tabungan kejatuhan dan kehinaan akan menimpa”. Jika tidak segera di insyafi. (Dalam bahasa Agama, segera Taubatannasuha)
Pada Zaman KIWARI ini banyak orang yang tidak tahu dan tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang jahat, serta para Pandito akan bergabung dengan Ratu…..”
Kegelisahan Jurnalis Terkini
Kini tahun 2020 penuh dengan misteri.
Misteri untuk berapa lama bisa bertahan?
Peristiwa masa Pak Harto mungkinkah akan terulang, yakni menteri-menteri yang berlepas diri, menjelang reformasi.
Kekuasaan penerintahan dengan figur yang lemah, “kekuatannya” ada di “lingkaran orang-orang yang berebut menjadi penentu”, Ditambah arahnya tidak menentu!
Tahun 2020 saya sebut tahun pendewasaan “Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara dalam segala bentuknya bagi sebuah kekuasaan di negeri ini.
Sementara angin bertiup bisa tak terduga…….
Akhirnya, Rakyat tentu berpikir mencari opsi dan solusi yang terbaik dan konstitusional rasional serta terukur. Tidak ngawur…………. Negeri tidak bisa dibiarkan tenggelam bersama segelintir para penikmat kekuasaan.
Dengan demikian diharapkan akan timbul keseimbangan serta perilaku yang terpuji.
Tanpa upaya-upaya seperti itu, ia akan menjadi seperti dalam firman ALLAH SWT,
“Tidakkah kaulihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, sementara ALLAH membiarkannya sesat…( QS 45, AL- JATSIAH : 23 )
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in
Awang Dadang Hermawan : Ketua DPC PBB Kab. Kuningan