KUNINGAN (MASS) – Tayangan program Xpose Unsensored di Trans7 edisi 13 Oktober 2025 berbuntut panjang. Reaksi keras muncul dari banyak kalangan. Mereka menyuarakan gelombang protes dan meminta Trans7 bertanggung jawab atas tayangan yang dinilai tidak simpatik terhadap lembaga pendidikan Islam yang memiliki sejarah panjang di Nusantara.
Tagar #BoikotTrans7 pun kini menggema dan ramai diperbincangkan di media sosial X (dulu Twitter). Penyebabnya, tayangan mengenai Pondok Pesantren Lirboyo di stasiun Trans7 dianggap menyinggung kalangan Kyai dan Santri. Padahal pesantren yang kini dipimpin KH. Anwar Mansyur yang terletak di Kota Kediri Jawa Timur tersebut merupakan pesantren legendaris yang telah melahirkan puluhan ribu alumni.
Mantan Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Kuningan, Asep Z Fauzi, menyayangkan ulah stasiun televisi milik Chairul Tanjung itu. Dalam tayangannya ada penyebutan dan penggambaran yang dianggap tidak pantas terhadap Pondok Peantren Lirboyo. Menurutnya, tayangan yang berjudul “Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan di pondok?” itu telah mengkerdilkan sejarah panjang dunia pesantren.
“Usia pesantren Lirboyo lebih dari 1 abad, didirikan oleh almaghfurlah KH. Abdul Karim. Alumninya puluh ribu, tersebar di seluruh penjuru tanah air, bahkan sampai ke luar negeri. Sumbangsinya untuk bangsa ini sudah tidak terhitung. Tapi dalam tayangan Xpose Unsensored Trans7 tanggal 13 Oktober kemarin diframing negatif. Wajar kalau banyak kalangan marah”, kata Asep, Selasa (14/10/2025).
Dikatakan Asep, sebagai stasiun televisi nasional, Trans7 seharusnya peka terhadap kultur dunia pesantren. Di pondok pesantren, model pembelajarannya memiliki corak yang khas. Santri ditempa dengan rutinitas spiritual yang ketat dan padat, seperti shalat berjamaah, membaca al-Quran dan berdzikiri, kajian dan talaran kitab kuning, hingga latihan kemandirian dalam aktivitas keseharian.
Menurutnya, rasa peka Trans7 sebagai media penyiaran terhadap kehidupan pesantren sangat diperlukan agar terwujud kohesi sosial, mengedepankan narasi-narasi dan konten-konten yang mencerdaskan, tidak menimbulkan kesalahpahaman atau disinformasi. Trans7 sebagai media penyiaran, kata Asep, mestinya mengangkat pondok pesantren sebagai sebuah kekuatan yang dapa memberikan solusi berbagai masalah sosial. Bukan malah sebaliknya sehingga memicu kegaduhan.
“Apa yang terjadi di Trans7 harus jadi pelajaran penting bagi media penyiaran. Media penyiaran sejatinya mampu menyajikan informasi secara akurat dan berimbang, menghindari stereotip, serta membangun pemahaman publik yang lebih mendalam tentang peran pesantren sebagai institusi pendidikan yang berkontribusi pada pembangunan karakter, nilai moral, dan nasionalisme,” pungkas Asfa, sapaan akrab Asep Z Fauzi. (eki)