KUNINGAN (MASS) – Setiap hari, jutaan kendaraan dan pabrik di seluruh dunia memuntahkan emisi karbon ke atmosfer, mendorong planet kita semakin dekat ke titik kritis perubahan iklim. Data terbaru dari International Energy Agency (2023) menunjukkan fakta mengkhawatirkan: 80% kebutuhan energi global masih dipenuhi oleh bahan bakar fosil, sementara cadangannya diprediksi akan habis dalam 40-50 tahun mendatang. Kondisi kritis ini telah mendorong komunitas ilmiah global untuk berpacu mengembangkan solusi energi yang lebih berkelanjutan. Selain itu, memanfaatkan pula sumber daya yang sering terabaikan di sekitar kita—seperti limbah organik—sebagai solusi dari permasalahan ini.
Limbah dapur, kulit buah, hingga minyak jelantah sering dianggap sebagai sampah tak berguna. Namun, tahukah Anda bahwa semua ini dapat diubah menjadi energi terbarukan yang disebut biofuel? Di tengah tantangan krisis energi dan perubahan iklim, biofuel menawarkan solusi yang menarik dan ramah lingkungan.
Pengertian, Jenis, & Cara Produksi Biofuel
Biofuel, atau bahan bakar nabati, adalah energi terbarukan yang dihasilkan dari biomassa organik seperti tanaman pangan, limbah pertanian, alga, atau bahkan sampah organik. Terdapat beberapa jenis biofuel yang umum dikenal, di antaranya ada bioetanol, biodiesel, dan biogas. Di Indonesia, masing-masing jenis biofuel ini memiliki bahan baku dan cara produksi yang berbeda (Dharmawan et al., 2018).
1. Bioetanol
Bioetanol dihasilkan dari fermentasi bahan baku yang mengandung karbohidrat, seperti tebu dan singkong. Proses produksinya melibatkan penghancuran bahan baku untuk dilepaskan gulanya. Setelah itu, gula difermentasi oleh mikroorganisme seperti ragi (Saccharomyces cerevisiae) untuk menghasilkan etanol dan karbon dioksida (CO2). Etanol yang dihasilkan disuling sehingga kemurniannya dapat meningkat.
2. Biodiesel
Biofuel jenis ini dihasilkan dari bahan baku seperti minyak sawit. Produksinya melalui proses transesterifikasi, yaitu reaksi antara minyak nabati dan alkohol (biasanya metanol) yang ditambahkan katalis sebagai bahan untuk mempercepat reaksi (seperti NaOH atau natrium hidroksida) sehingga dihasilkan biodiesel dan gliserol sebagai produk samping.
3. Biogas
Bahan baku untuk biogas di antaranya adalah limbah dapur, kotoran hewan, dan limbah pertanian. Biogas ini dihasilkan dari fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tanpa oksigen) yang menghasilkan metana (CH4). Ini bahkan bisa digunakan untuk memasak atau penerangan. Oleh karena itu, proses ini tidak hanya menghasilkan energi, tetapi juga mengurangi volume limbah yang mencemari lingkungan (Sulasminingsih et al., 2023).
Dengan berbagai jenis biofuel dan proses produksinya yang unik, penting untuk memahami bagaimana biofuel dapat berdampak positif pada lingkungan dan ekonomi, sehingga masyarakat lebih percaya diri dalam mengadopsi energi terbarukan ini.
Dampak Biofuel Terhadap Lingkungan dan Ekonomi
Biofuel menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Hal ini dibuktikan dengan implementasi biodiesel. Penelitian di Jerman menunjukan bahwa penggunaan biodiesel dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2018, penggunaan 3,5 ton biofuel di sektor industri berhasil mencegah emisi sekitar 9,2 juta ton CO2, yang berarti pengurangan emisi gas rumah kacanya mencapai angka 83,8%. Selain itu, di Indonesia program mandatori biodiesel B30 yang dilakukan pada tahun 2022 telah berhasil menurunkan emisi hingga 27,8 juta ton CO₂e dengan alokasi kuota biodiesel sebanyak 11 juta kiloliter (KL) (Kementerian ESDM, 2023). Fenomena ini menunjukan biodiesel tidak hanya efektif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga menjadi alternatif bahan bakar yang berkelanjutan dan dapat diperbaharui.
Produksi biofuel dari biomassa, seperti tebu, jagung, dan limbah organik menciptakan peluang besar untuk memberdayakan masyarakat, terutama di sektor pertanian. Dengan nilai ekonomi mencapai 10 miliar USD pada tahun 2022 diperkirakan meningkat hingga mencapai angka 11,2 miliar USD atau sekitar kurang lebih 181 T (DPR RI, 2023). Peningkatan ini menunjukan bahwa investasi dalam biofuel dapat memberikan keuntungan ekonomi yang substansial sambil mendukung keberlanjutan lingkungan. Namun, untuk mencapai keuntungan yang bisa diperoleh, biofuel memiliki beberapa tantangan yang perlu dihadapi.
Tantangan & Potensi Biofuel di Indonesia
Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan biofuel cukup kompleks, terutama terkait deforestasi yang mengalihfungsikan lahan hutan menjadi perkebunan sawit untuk produksi biofuel. Hal ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga meningkatkan emisi karbon karena hilangnya fungsi hutan sebagai penyerap karbon (Azhar, 2021). Ini juga berkesinambungan dengan persaingan antara penggunaan lahan untuk biofuel dan kebutuhan pangan yang dapat memicu kenaikan harga bahan pokok lho! Di sisi lain, biaya produksi biofuel berbasis kelapa sawit juga masih cukup tinggi. Berdasarkan studi, harganya ada di sekitar Rp10.000–Rp12.000 per liter (Helbawanti, 2023), jauh lebih mahal dibandingkan dengan bahan bakar fosil seperti solar yang hanya berkisar antara Rp7.000–Rp9.000 per liter (Anggun, 2023). Namun, tenang saja, meskipun tantangan tersebut ada, prospek biofuel di Indonesia tetap cerah.
Indonesia memiliki sumber daya hayati yang melimpah. Dengan teknologi baru yang sedang berkembang, penelitian menunjukkan mikroalga mampu menghasilkan biodiesel dengan efisiensi lebih tinggi dan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan tanaman seperti kelapa sawit (Sarman, 2018). Selain itu, teknologi lignoselulosa memungkinkan pemanfaatan limbah pertanian dan hutan sebagai bahan baku biofuel, sehingga dapat mengurangi kebutuhan lahan pertanian dan menurunkan biaya produksinya (Widodo, dkk., 2018).
Pada akhirnya, keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan biofuel tidak hanya bergantung pada teknologi canggih, tetapi juga pada kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan kerjasama yang erat antara berbagai pihak. Jika semua elemen ini dapat berjalan selaras, biofuel bukan sekadar sumber energi masa depan, tetapi juga menjadi simbol langkah maju Indonesia dalam menghadapi krisis energi global!
REFERENSI:
Anggun, S., Jusmani., Totok. S. (2023). Analisis Biaya Produksi Pada PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal eCo-Fin, 5(3), 195-203. http://dx.doi.org/10.32877/ef.v5i3.849
Chen, L., dkk. (2023). “Advances in Metabolic Engineering for Biofuel Production.” Nature Biotechnology, 41(3), 289-301.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2023). Buletin APBN Vol. VIII, Edisi 7, April 2023. Diakses dari https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/buletin-apbn/public-file/buletin- apbn-public-176.pdf
Dharmawan, A. H., Nuva, Sudaryanti, D. A., Prameswari, A. A., Amalia, R., & Dermawan, A. (2018). Pengembangan bioenergi di Indonesia: Peluang dan tantangan kebijakan industri biodiesel. Working Paper 242. Bogor, Indonesia: Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). https://doi.org/10.17528/cifor/006890
Helbawanti, O. (2023). Potensi pasar minyak nabati jagung, kelapa, kacang tanah, biji bunga matahari, kedelai dan kelapa sawit sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Suluh Pembangunan Journal of Extension and Development, 5(1), 75-84. https://doi.org/10.23960/jsp.vol5.no1.2023.189
International Energy Agency. (2023). World Energy Outlook 2023.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. (2023, 11 Oktober). Berkat Biodiesel, Emisi Turun 27,8 Juta CO2e Sepanjang 2022. Diakses dari https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/berkat-biodiesel-emisi-turun- 278-juta-co2e-sepanjang-2022
Sembiring, M., Sukardi, S., Suryani, A., & Romli, M. (2015). Model biaya produksi biodiesel berbasis minyak sawit. Jurnal Litbang Industri, 5(1), 23. https://doi.org/10.24960/jli.v5i1.663.23-36
Sulasminingsih, S., Hafiz, F., Sari, K., & Yuninda, S. (2023). Penggunaan biomassa sebagai energi alternatif pembangkit listrik di wilayah pedesaan. Journal of Optimization System and Ergonomy Implementation (JOSEON), 1(1), 42–51. https://ejournal.upnvj.ac.id/joseon
Widodo, L., Ihsan, I., & Santoso, A. (2018). Profitabilitas biodiesel dari biomasa mikroalga. Jurnal Teknologi Lingkungan, 19(1), 117. https://doi.org/10.29122/jtl.v19i1.2551
Tim Penyusun : Azka Nur Aulia, Bahawati Andal Kiay, Delima Maulidiya Romdoni dan Lathifa Nur Aisha, Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tim Penyusun : Azka Nur Aulia, Bahawati Andal Kiay, Delima Maulidiya Romdoni dan Lathifa Nur Aisha, Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung