KUNINGAN (MASS) – Belakangan publik dihebohkan kabar adanya “suap Rp 1 miliar” yang konon terkait keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan mencabut moratorium pembangunan perumahan di dua kecamatan. Tuduhan semacam ini harus ditanggapi dengan sangat hati-hati: fitnah tanpa bukti merusak reputasi lembaga dan mengaburkan diskusi publik tentang substansi kebijakan.
Pertama, pencabutan moratorium yang dilakukan Bupati didasarkan pada kajian teknis dan kebijakan yang relevan, termasuk pertimbangan kebutuhan dasar hak atas rumah dan rujukan kebijakan pusat, bukan keputusan yang tampak sepihak tanpa dasar. Sebelum pencabutan, tim teknis dan dinas terkait dilaporkan ikut menelaah syarat-syarat, termasuk ketentuan retensi air dan jaminan lingkungan agar pembangunan tidak merusak kawasan lereng.
Kedua, sampai hari ini tidak ada bukti publik yang kredibel, seperti laporan penyidikan resmi, bukti transfer, atau dokumen audit, yang menunjukkan adanya suap terkait keputusan tersebut. Tuduhan finansial serius haruslah dibuktikan melalui proses hukum yang transparan; sebaliknya, menyebarkan tuduhan berat tanpa verifikasi sama saja dengan menyulut fitnah.
Ketiga, jangan samakan isu ini dengan kasus korupsi lain di daerah yang memang perlu ditangani secara tegas. Memang ada penanganan perkara berbeda di Kuningan, misalnya terkait proyek jalan dan penyalahgunaan dana desa, tetapi itu adalah urusan hukum tersendiri dan tidak menjadi bukti otomatis atas tuduhan baru tanpa dasar. Mengaburkan hal-hal tersebut hanya merugikan upaya pemberantasan korupsi yang sesungguhnya.
Akhirnya, bagi publik dan media: tuntut transparansi dan bukti. Bila ada bukti, aparat penegak hukum harus menindaklanjutinya segera. Jika tidak ada bukti, mereka yang menyebarkan tuduhan wajib memberikan koreksi terbuka. Mari kita jaga ruang publik agar tetap berorientasi pada fakta, kritik boleh, fitnah jangan.
Oleh : Dadan Satyavadin
Pemerhati kebijakan publik, mantan timses, relawan Dirahmati
