KUNINGAN (MASS) – HMI Cabang Kuningan sikapi keluhan regulasi perizinan berusaha berbasis risiko, khususnya dalam implementasi OSS (Online Single Submission) berbasis risiko, seringkali berpusat pada ketidakselarasan peraturan, data yang tidak singkron, ego sektoral, dan kendala teknis.
Detail Keluhan diantarnya :
1. Ketidakselarasan Peraturan:
Terdapat perbedaan pemahaman dan implementasi antara peraturan di tingkat pusat dan daerah, serta antar kementerian/lembaga (K/L), terkait perizinan berusaha berbasis risiko,.
2. Data Tidak Sinkron:
Data yang dibutuhkan untuk perizinan, termasuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), seringkali tidak terintegrasi dengan baik dalam sistem OSS, sehingga menyulitkan pelaku usaha.
3. Ego Sektoral:
Masih adanya ego sektoral antar K/L dan antara pemerintah pusat dan daerah menghambat integrasi sistem dan proses perizinan.
4. Kendala Teknis:
Pelaku usaha masih mengalami kendala teknis dalam mengakses dan menggunakan sistem OSS, termasuk kesulitan dalam pengisian data dan pemahaman alur proses perizinan.
5. Proses yang Berbelit:
Meskipun OSS dirancang untuk menyederhanakan perizinan, pada praktiknya pelaku usaha masih perlu mendatangi berbagai instansi untuk mengurus perizinan, bahkan setelah mengajukan secara daring.
6. Perbedaan Pemahaman:
Terdapat perbedaan pemahaman mengenai perizinan, termasuk besaran modal dasar, antara peraturan perundang-undangan terkait OSS dan peraturan lain yang relevan.
7. Pengawasan yang Belum Optimal:
Meskipun pengawasan berbasis risiko sudah diterapkan, efektivitasnya masih menjadi keluhan, terutama terkait kesesuaian antara standar pelaksanaan dan kewajiban pelaku usaha.
8. Penyebab Keluhan:
UU Cipta Kerja yang Tidak Spesifik:
UU Cipta Kerja tidak mengatur secara eksplisit bahwa OSS RBA menjadi sistem tunggal pelayanan perizinan berusaha berbasis risiko, sehingga berbagai sistem sektoral belum sepenuhnya terintegrasi.
9. Keterbatasan Kapasitas dan Koordinasi:
Keterbatasan kapasitas dan koordinasi antar instansi, terutama dalam hal integrasi data dan sistem, menjadi penyebab utama masalah.
10. Kurangnya Sosialisasi dan Pemahaman:
Sosialisasi dan pemahaman terkait sistem OSS dan regulasi perizinan berbasis risiko masih belum merata di kalangan pelaku usaha dan aparatur pemerintah.
11. Tantangan Implementasi:
Memastikan Keselarasan Peraturan:
Pemerintah perlu memastikan keselarasan peraturan perizinan di berbagai tingkatan dan antar K/L untuk menciptakan sistem yang lebih terpadu.
12. Meningkatkan Integrasi Data:
Data-data penting terkait perizinan perlu diintegrasikan secara menyeluruh ke dalam sistem OSS untuk mempermudah proses perizinan.
13. Memperkuat Koordinasi:
Koordinasi antar instansi perlu diperkuat untuk mengatasi ego sektoral dan memastikan pelaksanaan perizinan berjalan lancar.
14. Meningkatkan Kapasitas dan Kualitas SDM:
Pelatihan dan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dan pelaku usaha terkait sistem OSS perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Memperbaiki Sistem OSS:
15. Sistem OSS perlu terus diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, baik dari sisi teknis maupun fungsional.
16. Meningkatkan Pengawasan:
Pengawasan perizinan berbasis risiko perlu diperkuat untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha dan efektivitas pelaksanaan kegiatan usaha.
Maka dari itu kami meminta kepada Dinas maupun instansi-instansi yang terkait dengan lebih memperhatikan atas kebijakan yang ada supaya bisa di sesuaikan dengan kultur maupun perizinan yang terkesan tidak berbelit-belit, dan supaya Kuningan bisa menjadi tempat investor datang dengan nyaman, bukan malah sebaliknya.
Oleh : Milki Sahibul Milah, Kabid Pembinaan Aparatur Organisasi HMI Cabang Kuningan