Kosmologi Islam
Seorang profesor sedang mengajar dalam sebuah kelas fisika.
Profesor: “Apakah Allah menciptakan segala yang ada?”
Para mahasiswa: “Betul! Dia pencipta segalanya.”
Profesor: “Jika Allah menciptakan segalanya, berarti Allah juga menciptakan kejahatan.”
(Semua terdiam karena kesulitan menjawab hipotesis profesor itu).
Tiba-tiba suara seorang mahasiswa memecah kesunyian.
Mahasiswa: “Prof! Saya ingin bertanya. Apakah dingin itu ada?”
Profesor: “Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada.”
Mahasiswa: “Prof! Dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin sebenarnya adalah ketiadaan panas.
Suhu -460 derajat Fahrenheit adalah ketiadaan panas sama sekali. Semua partikel menjadi diam. Tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut.
Kita menciptakan kata ‘dingin’ untuk mengungkapkan ketiadaan panas.
Selanjutnya! Apakah gelap itu ada?”
Profesor: “Tentu saja ada!”
Mahasiswa: “Anda salah lagi Prof! Gelap juga tidak ada.
Gelap adalah keadaan di mana tiada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari. Sedangkan gelap tidak bisa.
Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk mengurai cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari panjang gelombang setiap warna.
Tapi! Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur melalui berapa besar intensitas cahaya di ruangan itu.
Kata ‘gelap’ dipakai manusia untuk menggambarkan ketiadaan cahaya.
Jadi! Apakah kejahatan, kemaksiatan itu ada?”
Profesor mulai bimbang tapi menjawab juga: “Tentu saja ada.”
Mahasiswa: “Sekali lagi anda salah Prof! Kejahatan itu tidak ada. Allah tidak menciptakan kejahatan atau kemaksiatan. Seperti dingin dan gelap juga.
Kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk menggambarkan ketiadaan Allah dalam dirinya. Kejahatan adalah hasil dari tidak hadirnya Allah dalam hati manusia.”
Profesor itu terpaku dan terdiam!
Diskusi
Itulah kelebihan metafisika atas fisika. Metafisika di atas fisika. Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya. Kajian mengenai metafisika umumnya berporos pada pertanyaan mendasar mengenai keberadaan dan sifat-sifat yang meliputi realitas yang dikaji. Itu sebabnya Aristoteles menyebut metafisika sebagai filsafat pertama.
Mahasiswa itu bisa mengatasi profesornya, karena ia faham bukan hanya fisika tetapi juga metafisika, yakni hakikat fundamental di balik alam fisik, atau prinsip-prinsip universal yang bekerja di balik alam fisik, yang dalam perspektif kosmologi Islam sudah melekat satu paket ketika Allah menciptakannya.
Tugas ilmu pengetahuan hanya tinggal menemukan hukum-hukum itu. Hukum-hukum itu adalah bagian dari “nama-nama” yang telah Allah Sendiri ajarkan kepada Adam pada awal penciptaan manusia, sebagai bekal untuk menjalankan tugas kekhalifahannya (al-Baqarah: 30-31). Itulah Sunnatullah, hukum-hukum Allah yang melekat pada setiap makhlukNya, bersifat universal, tetap dan tidak ada perubahan (al-Fath: 23).
Dalam Tafsir al-Misbah, dijelaskan bahwa “sunatullah” berasal dari kata “sunnah” = kebiasaan, dan Allah. Jadi secara bahasa, sunnatullah adalah kebiasaan atau cara kerja Allah dalam menyelenggarakan alam semesta.
Menemukan kebiasaan atau cara kerja Allah dalam menyelenggarakan alam semesta inilah hakikat makna pencarian kebenaran pengetahuan manusia dalam perspektif Kosmologi Islam, karena untuk tujuan itulah manusia dibebani tugas sebagai khalifahNya di muka bumi.
Dalam Ensiklopedi Islam, sunatullah diartikan sebagai jalan, perilaku, watak, peraturan atau hukum, dan hadis. Sunatullah merupakan ketentuan-ketentuan, hukum-hukum, atau ketetapan-ketetapan Allah SWT yang berlaku di alam semesta. (Ensiklopedi Islam Jilid IV).
Sejak alam ini diciptakan, Allah SWT telah menentukan hukum-hukumnya, sehingga alam bertingkah laku sesuai dengan hukum yang ditetapkan-Nya tersebut. Tunduk dan patuhnya alam terhadap hukum yang ditetapkan Allah SWT tersebut diterangkan di dalam Alquran surah an-Nahl ayat 17:
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).”
Kepatuhan alam semesta terhadap ketentuan Allah SWT bukan karena keterpaksaan, tetapi betul-betul suka rela, seperti diterangkan Allah SWT dalam surah Fushilat ayat 11:
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata keadanya dan kepada bumi: ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa’. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”
Dengan tunduk dan patuhnya alam semesta pada aturan-aturan dan hukum Allah SWT, maka alam selalu bertingkah laku sesuai dengan aturan dan hukum tersebut.
Dan ia akan selamanya begitu.
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in
والله اعلم
Awang Dadang Hermawan : 19530430TITIK