KUNINGAN – Isu penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) kembali menjadi sorotan di kalangan masyarakat. Sebagian pihak menilai LKS bermanfaat bagi proses pembelajaran, sementara pihak lain menilai kebijakan itu hanya menambah beban biaya pendidikan.
Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Kuningan, M. Alfan Maulana, ikut memberikan pandangan terkait polemik tersebut. Ia menilai keberadaan LKS masih diperlukan, tetapi tidak boleh diwajibkan sehingga membebani orang tua murid.
“LKS tidak sepenuhnya salah, karena dalam beberapa kondisi bisa membantu siswa berlatih soal dan melatih kemandirian,” kata Alfan, Senin (18/8/2025).
Ia menjelaskan, yang menjadi persoalan adalah ketika LKS diwajibkan secara seragam di sekolah dan bahkan diarahkan kepada sumber tertentu. Menurutnya, praktik tersebut menyalahi aturan dan berpotensi merugikan peserta didik dari keluarga kurang mampu.
“Kalau sifatnya pilihan, orang tua atau siswa bisa menilai apakah perlu atau tidak. Tetapi ketika diarahkan ke penerbit tertentu lalu diwajibkan, itu jelas keliru,” ujarnya.
Alfan juga menegaskan, sekolah sudah seharusnya memanfaatkan buku ajar resmi yang disediakan pemerintah melalui dana BOS atau BOSP. Buku tersebut, kata dia, bisa dijadikan pegangan utama tanpa harus menambah biaya tambahan di luar ketentuan.
“Buku dari pemerintah sudah ada dan dapat dijadikan sumber utama pembelajaran. LKS sebaiknya hanya ditempatkan sebagai penunjang, bukan sebagai kewajiban,” tambahnya.
Pernyataan Alfan kembali memicu diskusi publik karena praktik penjualan LKS masih marak ditemukan. Sejumlah pihak berpendapat, LKS lebih praktis digunakan, sementara sebagian lain menilai pengeluaran untuk LKS memberatkan rumah tangga.
Kalangan yang pro terhadap LKS menilai lembar kerja memudahkan guru dalam melakukan evaluasi siswa. Namun, mereka juga mengakui ketergantungan pada LKS tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sudah menyiapkan buku ajar.
Di sisi lain, sejumlah orang tua justru menolak karena merasa biaya tambahan itu tidak sebanding dengan manfaatnya. Sebagian besar berharap sekolah konsisten menggunakan buku dari pemerintah sehingga tidak ada pungutan tambahan.
“Kementerian Pendidikan sebenarnya sudah berulang kali mengingatkan agar sekolah tidak mewajibkan pembelian LKS. Namun, lemahnya pengawasan membuat kebijakan tersebut sulit dijalankan secara efektif di lapangan,” jelasnya
Ia menegaskan, posisinya berada di tengah dengan mendorong kebijakan yang lebih adil bagi semua pihak. Menurutnya, LKS masih bisa digunakan, tetapi jangan sampai dijadikan kewajiban yang menambah kesulitan bagi siswa dan orang tua.
“Pendidikan adalah hak dasar. Jangan sampai ada kesan komersialisasi dalam proses belajar mengajar,” tutupnya. (argi)