KUNINGAN (MASS) – Di tengah antusiasme dunia sepak bola, terdapat satu segmen yang sangat penting namun sering terabaikan. Padahal, olahraga yang satu ini berhasil menorehkan prestasi di event internasional. Lebih membanggakan, karena anak-anak difabel dari Kabupaten Kuningan termasuk yang memperkuat Timnas-nya.
Dalam podcast Kuningan Mass, Kepala Sekolah SLB Taruna Mandiri, Kokoy Kurnaeti, S.Pd., M.Pd., dan Ketua Soina Kabupaten Kuningan, Indra S. Robert pada Rabu (12/11/2025) lalu, menjelaskan perbedaan mencolok antara sepak bola untuk anak berkebutuhan khusus dengan pertandingan biasa.
“Permainan ini melibatkan tim yang terdiri dari tujuh orang pemain. Ini adalah keputusan untuk mengakomodasi keterbatasan intelektual, sehingga anak-anak dapat lebih memahami permainan,” ujarnya.
Indra S. Robert menambahkan Penataan pemain berdasarkan tingkat kecerdasan menjadi langkah penting untuk menciptakan keseimbangan dalam permainan. “Bahkan, kita juga memiliki batasan maksimal IQ untuk anggota timnas. Anak-anak yang terlibat di sini diperbolehkan memiliki IQ maksimal 65. Ini penting agar mereka dapat mengikuti instruksi dengan lebih baik,” tuturnya.
Indra juga menjelaskan lebih lanjut kaitan dengan proses awal yang dilakukan untuk bisa menilai IQ setiap pemain difabel tuna grahita. “Kami bekerja sama dengan psikolog untuk mendata kemampuan anak dan potensi IQ-nya,” tandasnya.
Dalam hal ini, ukuran lapangan juga disesuaikan. “Dalam regulasi banyak penyesuaian termasuk ukuran lapangan yang dibagi menjadi dua, sehingga lebih kecil daripada lapangan biasa, seperti mini soccer,” jelas Indra.
Meskipun ada penyederhanaan dalam beberapa aspek, Indra menggarisbawahi aturan permainan tetap sama dan penggunaan instruksi yang konkret sangat penting mengingat anak-anak ini mungkin kesulitan dalam memahami konsep yang abstrak.
“Instruksi dan strategi yang kami terapkan masih sesuai dengan sepak bola umumnya. Hanya saja, instruksi harus disampaikan secara langsung dan jelas,” ujarnya.
Pelatih yang terlibat dalam program ini biasanya memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai. “Kami membutuhkan pelatih yang memiliki keilmuan dalam pendidikan luar biasa dan olahraga PJOK yang adaptif,” tambah Kokoy.
Kokoy dan Indra sepakat kegiatan ini penting untuk membuka wawasan masyarakat. “Kita perlu menyadari bahwa semua anak, tidak peduli latar belakangnya, berhak mendapatkan kesempatan berolahraga dan kompetisi. Ini adalah cara yang efektif untuk membangun kepercayaan diri dan keterampilan sosial mereka,” pungkasnya. (raqib)
