KUNINGAN (MASS) – Polemik antara Abdul Jabbar dan Agus Kusman kaitan dengan praktik money politics, akhirnya membuat Panwaslu Kuningan angkat bicara. Disamping memberikan penjelasan mengenai kinerjanya, panwas pun menyinggung keberadaan pemantau pilkada.
“Kalau masalah keberadaan pemantau pemilu, tinggal baca saja di UU 7/2017. Semuanya sudah jelas kok. Untuk pileg ke panwas. Untuk pilkada itu daftarnya ke KPU yang nanti ditembuskan ke panwaslu,” terang anggota Panwaslu Kuningan, Abdul Jalil Hermawan, Rabu (14/3/2018).
Soal dugaan money politics di lokasi bencana, Jalil mengatakan, pintu dasarnya dalam melaksanakan tugas pengawasan itu ada dua yakni laporan dan temuan. Dalam konteks itu, organnya di tingkat kecamatan dan desa tidak menemukan adanya kasus tersebut.
“Nah memang kami menerima laporan, tapi sifatnya cuma informasi awal. Setelah itu kami lakukan investigasi di lokasi pengungsian Ciniru. Tapi gak ada yang mau ngomong,” ungkapnya.
Dijelaskan Jalil, adanya foto tidak bisa langsung dijadikan bukti. Apalagi foto yang dikirimkan itu hasil kiriman orang lain juga, bukan jepretan sendiri. Sehingga harus jelas materilnya dan dibutuhkan saksi.
Selanjutnya dia mengatakan, argumentasi yang dilontarkan Jabbar dan Agus, sama-sama benar. Hanya yang menurutnya perlu diperbaiki ialah analogi kaku kaya kerupuk.
“Kerupuk itu lembek, peye kalau basa Sunda mah, apalagi kalau terkena air. Baiknya sih pakai analogi lain yang lebih relevan,” ucap Jalil.
Pada prinsipnya Jalil dan komisioner lain dari panwas berterima kasih kepada siapapun yang peduli akan pilkada tergelar lebih baik. Termasuk ke Menara 27, menurutnya, ini salah satu bentuk kepedulian civil society terhadap pengawasan partisipatif.
“Pesan kami kalau mau jadi pemantau pemilu jangan cawe-cawe (mendekati) ke salah satu paslon tertentu. Jangan pula mendeklair diri pemantau pemilu tapi belum daftar atau melaporkan. Nanti penilaian orang jadi kurang bagus,” tutup Jalil agak menyindir. (deden)