KUNINGAN (MASS) – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 yang bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Kuningan ke-527 menjadi momentum refleksi bagi masyarakat. Tak terkecuali bagi Dimas Hidayatullah, seorang aktivis sosial yang menilai dua peringatan besar tersebut seharusnya menjadi ruang evaluasi atas berbagai persoalan bangsa, sekaligus mendorong lahirnya perubahan di daerah.
Menurut Dimas, usia 80 tahun kemerdekaan merupakan capaian panjang yang patut disyukuri. Namun di balik itu, masih banyak masalah mendasar yang belum selesai, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Ia menilai Indonesia masih bergulat dengan persoalan ketimpangan sosial, rendahnya kualitas pendidikan, hingga praktik korupsi yang menggerogoti kepercayaan publik.
“Kemerdekaan jangan hanya kita rayakan dengan upacara atau pesta seremonial. Kemerdekaan harus dimaknai sebagai keberanian untuk menyelesaikan masalah nyata, seperti kemiskinan, pengangguran, dan korupsi yang masih marak terjadi,” ujar Dimas, Senin (18/8/2025).
Ia menambahkan, kondisi di Kabupaten Kuningan pun mencerminkan sebagian dari persoalan bangsa. Menurutnya, masih terdapat tantangan besar di bidang ekonomi lokal, lapangan kerja, serta tata kelola pemerintahan daerah yang perlu perbaikan serius.
“Kuningan sudah 527 tahun berdiri, tapi apakah masyarakatnya benar-benar merasakan keadilan sosial? Masih banyak desa tertinggal, masalah infrastruktur dasar, dan pelayanan publik yang belum merata,” ungkapnya.
Dimas juga menyinggung soal peran generasi muda dalam dua momentum besar itu. Menurutnya, kaum muda tidak boleh hanya menjadi penonton, melainkan harus menjadi motor perubahan melalui karya nyata, inovasi, dan keberanian mengkritisi kebijakan.
“Jangan sampai pemuda terjebak dalam euforia perayaan belaka. Refleksi kemerdekaan dan hari jadi daerah harus melahirkan kesadaran kolektif untuk membangun, bukan sekadar seremoni tahunan,” jelasnya.
Pandangan tersebut memicu perbincangan publik karena bersentuhan langsung dengan realitas sehari-hari. Sebagian masyarakat menganggap kritik itu relevan, sementara sebagian lainnya menilai terlalu tajam dan justru mengurangi semangat perayaan.
Meski begitu, Dimas menegaskan, refleksi kritis merupakan bagian dari cinta terhadap bangsa dan daerah. Baginya, peringatan hari besar tidak hanya dirayakan dengan simbol, melainkan harus dijadikan titik tolak untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
“Kemerdekaan sejati dan kejayaan daerah hanya bisa dirasakan kalau kita berani jujur melihat masalah, lalu bersama-sama mencari solusinya. Jika tidak, perayaan hanya akan menjadi rutinitas tanpa makna,” tutupnya. (argi)