KUNINGAN (MASS) – Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Sosok Kartini yang merupakan pelopor kebangkitan kaum perempuan selalu dikenang dan menjadi spirit bagi kaum hawa.
Bagaimana dengan Kartini sekarang? Banyak sosok perempuan hebat yang sukses dan membuktikan bahwa kaum perempuan pun bisa maju asal diberikan ruang yang sama.
Untuk di Kabupaten Kuningan sosok Yanti Marhalah SPd layak disebut Kartini masa kini. Dengan keterbatasan fisik ia tetap mengajar siswa SDN II Cikeusik Kecamatan Cidahu.
Perempuan kelaharian Ciawigebang tanggal 23 Juli 1972 itu, terpaksa menggunakan roda untuk menunjang aktivitas mengajar siswa kelas 3.
Kejadian kecelakaan lalulintas pada tahun 2012 membuatnya tidak bisa berjalan. Meski begitu dengan keterbatasaan ia tidak pernah menyerah dan tetap mengajar.
Justru, istri dari Toto Kartono ini semakin membuat ia termotivasi dalam memberikan pengajaran kepada siswa. Ia merasa punya tanggung jawab dan juga ingat dengan sumpah ketika diangkat menjadi PNS pada tahun 2007.
“Karena saya cinta anak-anak makanya saya akan terus mengajar. Selama saya diberi kekuatan, Insa Allah. Saya berat dengan sumpah jabatan ketika diangkat menjadi PNS maka tidak ada alasan untuk tidak mengajar,” ucap Yantinya pada suatu kesempatan.
Ia mengaku, bantuan suami tercinta yang membuat ia bisa mengajar. Setiap hari sejak kejadian kecelakaan pada tahun 2012 sang suami dengan setia menemaninya.
Selain itu, dukungan dari rekan kerja yang membuat semakin kuat mengahadapi cobaan hidup. Dan yang paling penting adalah senyuman anak-anak yang membuat ia ingin selalu mengajar.
“Rasanya tersiksa kalau tidak berjumpa dengan anak-anak. Mengajar dan membuat siswa paham membuat saya bahagia,” jelas Yanti bercerita kepada Radar.
Dengan suara terharu Yanti membuka cerita tragis enam tahun lalu. Kejadian bermula pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 2012.
Hari naas itu ia pulang dari tempat kerja dan pada saat itu anak perempuan semata wayang ikut dalam angdes. Penumpang angdes pada hari Sabtu itu sangat penuh.
Ia sendiri tidak tahu percis apa terjadi. Namun, yang diingatnya pada saat itu adalah ia sudah ada di jalanan dan terlempar dari dalam angdes. Posisi ketika duduk didalam angdes adalah dekat pintu. Sedangkan anaknya berada dibelakang sang sopir.
Kecelakaan itu telah membuat anak meninggal dunia. Ia sendiri dinyatakan mengalami gangguan pada tulang punggung sehingga tidak bisa berjalan.
Dunia bagi Yanti terasa gelap karena musibah menimpa bertubi-tubi. Hanya dengan keimanan yang kuat membuat ia menerima suratan takdir dari sang khalik.
Meski sambil berobat baik medis maupun tradisonal, Yanti tidak melupan kewajiban sebagai guru, terlebih ketika sudah mendapatkan tunjangan pungsional guru. Ia merasa punya hutang sehingga selalu semangat.
“Kami bedua berunding dan diputuskan suami saya berhenti berkerja dan mengurus saya. Saya yakni gaji saya bisa untuk hidup berdua kami,” jelas Yanti.
Meski terkadang banyak dirasa karena masih dalam pengobatan. Namun, hal itu menjadi tangtangan. Apalagi guruPNS di sekolah terbatas.
Dengan terus berobat dan optimis sembuh Yanti berharap bisa kembali normal. Ia yakin Allah akan memberikan kekuatan sehingga bisa tetap mengajar.
Terpisah, Kepala SDN 2 Cikeusik Dedi Supardi mengaku, salut dan bangga dengan tanggungjawab yang ditunjukan oleh Yanti. Dengan kondisi seperti ini belum tentu semua guru mampu mengajar.
“Apa yang dilakukan oleh Bu Yanti bisa menjadi contoh bagi guru lain. Dengan kondisi terbatas pun mengajar harus tetap dilakukan,” jelas Dedi.
Sementara sang suami Totong Kartono mengaku, iklas berhenti dari usahnya untuk mengurus sang istri. Bagi dia, sangat istri perlu perhatian khusus sehingga harus fokus mengurus.
“Setiap musibah ada hikmah, maka saya menerima musibah ini dan tenteu tidak diam namun tetap berusaha,” jelas pria kelahiran tahun 1969 itu.
Terpisah, Kepala UPTD Pendidikan Cidahu, Yudi juga ikut salut dengan sosok Yanti. Baginya Yanti adalah sosok Kartini masa kini yang terus memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak terlebih di pelosok. (agus “sagi” mustawan)