KUNINGAN (MASS) – Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim (istri Firaun), dan Maryam binti Imran.” (H.R. Ahmad).
Keempat wanita tersebut dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni (ahli) surga. Namun, Nabi SAW masih membuat strata lagi. Dari empat wanita itu, terpilih dua wanita yang disebut sebagai wanita sempurna, yaitu Asiyah dan Maryam.
Rasulullah SAW bersabda, “Banyak laki-laki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.” (H.R. Bukhari).
Apa yang membuat Aisyah dan Maryam disebut sebagai wanita yang sempurna? Khadijah, ia wanita hebat, tapi ia tak sempurna, karena ia di-back-up total oleh Rasul terkasih Muhammad SAW, seorang laki-laki hebat. Fathimah, ia dahsyat, tapi ia tak sempurna karena ada Ali bin Abi Thalib di sisinya, seorang pemuda mukmin yang tangguh.
Sementara Asiyah, saat menanggung deraan hidup yang dahsyat, kepada siapa ia dapat menyandarkan tubuhnya karena justru yang menyiksanya adalah suaminya sendiri. Siksaan yang membuat ia berdoa, “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim.”
Begitu pula Maryam, seorang lajang yang dipilih untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa AS. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan kaumnya yang menuduh sebagai pezina? Maka, pantas jika Asiyah dan Maryam disebut sebagai wanita sempurna.
ngat! Yang mengantarkan ke surga adalah rahmat-Nya. Jadi, bukan karena (sekadar) laki-laki saleh yang menjadi pendamping hidup. Suami yang baik memang akan menuntun menuju ke surga, mempermudah dalam menjalankan perintah agama.
Namun, jemari akan teracung pada wanita yang dengan kelajangannya (bukan sengaja melajang) atau dengan kondisi suaminya yang memprihatinkan (bukan karena kehendaknya), ternyata tetap bisa beramal dan cemerlang dalam cahaya iman. Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah abad ini.
Alangkah hinanya wanita yang memiliki suami saleh, tapi pada kenyataannya mereka tak lebih dari istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Alih-alih mendukung suami dalam dakwah, justru malah menggelendot manja, “Mas… kok pergi terus sih, sekali-kali libur dong!”
Benar bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan orang tak hebat. Betapa rendah istri yang tak hebat, padahal suaminya orang yang hebat dan membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat.
Semoga Allah membimbing para wanita agar menjadi wanita (istri) hebat yang bisa bekerja sama serta mendampingi suami dalam dakwah dan menjadi wanita (yang masih lajang) aktif berdakwah bersama wanita Muslimah lainnya sambil mempersiapkan diri untuk menjadi istri salehah di kemudian hari. Amin.***
Hj. Siti Mahmudah, SPdI, MPd
Pembina Majelis Taklim Ibu-Ibu di Kuningan, Jawa Barat