KUNINGAN (MASS) – Tak terasa pemilihan umum akan segera datang. Walaupun masih 1,5 tahun lagi, tetapi banyak partai baru yang bermunculan. Terutama untuk memperkenalkan calon penguasa selanjutnya yang bisa layak memimpin Indonesia. Ternyata masa jabatan presiden saat ini sudah habis, karena sudah dua periode memimpin Indonesia.
Dalam pasal 7 UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Jelas, bahwa kepemimpinan hanya 10 tahun, tidak lebih. Ini untuk menghindari praktek penyalahgunaan dalam sistem demokrasi.
Wacana tersebut terus digulirkan seiring adanya wacana penundaan pemilu 2024. Tentu banyak tidak setuju akan wacana tersebut, salah satunya dari kalangan mahasiswa. Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Cirebon melakukan demo dalam rangka menolak tiga periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dan ada menolak juga penundaan pemilu 2024 dan terpenting menolak kenaikan kebutuhan pokok, BBM, dan RUU IKN. (Radarcirebon.com, 07/04/2022).
Ternyata aksi ini mendapatkan dukungan dari Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini yang mempersilakan Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) menggelar aksi unjuk rasa. Hanya saja dilakukan dengan tertib dan taat protokol kesehatan. (Cnnindonesia.com, 05/04/2022).
Dukungan pun terus berdatangan dari rakyat Indonesia. Menurut Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, mengatakan hanya 5% responden yang mendukung wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat tiga periode. Namun, sekitar 73% menilai ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali harus dipertahankan. Survei ini dilakukan secara berkala, yaitu bulan Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022. Hasilnya konsisten, mayoritas masyarakat tetap menolak. (Tribunnews.com, 03/04/2022).
Buah Sistem Demokrasi
Aturan dalam demokrasi sejatinya dapat diubah kapanpun, karena termasuk buatan akal manusia. Sebut saja, UUD 1945 saja mengalami perubahan amandemen beberapa kali, karena untuk menyesuaikan dengan persoalan saat ini. Maka, wajar saja di tengah masyarakat ada wacana tiga periode, langsung beraksi dan berpendapat.
Memang tak masalah, ketika ada unjuk rasa (demo) untuk menyuarakan pendapat dan harapan rakyat. Namun, apakah suara rakyat itu didengar dan diperhatikan oleh penguasa? Atau hanya dijadikan sebagai aspirasi rakyat, tanpa harus diwujudkan?
Demokrasi memang membiarkan rakyat mengeluarkan pendapatnya dengan cara apapun. Selama tidak menyalahi aturan yang berlaku. Hanya saja, kebanyakan suara rakyat tak didengar, dihiraukan begitu saja. Iya, suara rakyat hanya diperlukan saat pemilihan umum. Selebihnya, jarang sekali.
Ketika presiden dan wakil presiden ingin menjabat kembali selama tiga periode, maka yang harus ada perubahan dalam konstitusi, yakni UU. Dimana pembuat UU adalah DPR. Pengubahan yang terjadi bisa sesuai dengan kepentingan penguasa, selama yang menjabat jadi DPR merupakan rekan bisnis.
Lantas, dalam demokrasi pun bisa penguasa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu ini bisa dilakukan kapanpun, sesuai kehendak penguasa. Maka, demokrasi yang telah diusung lama, ternyata rapuh dari sisi pelayanan terhadap rakyat.
Siapapun yang telah menjadi penguasa di sistem demokrasi, maka seketika bisa lupa dengan janji-janjinya saat berkampanye. Karena hukum bisa diubah dan diatur sesuai kehendak penguasa. Rakyat tak perlu diajak berpendapat, yang penting sudah sah kebijakannya.
Pemimpin dalam Islam
Jikalah pemimpin dalam sistem demokrasi haus akan kepemimpinan. Dan berlomba-lomba untuk mengambil hati rakyat demi mendulang suara terbanyak. Berbeda dengan aturan Islam, pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Pemimpin ini haruslah menjalankan aturan dari Sang Pencipta, Allah swt.
Adapun lamanya jabatan, maka disandarkan pada hukum Islam. Sehingga, tidak terbatasi oleh waktu, selama menjadi pemimpin menjalankan amanahnya dengan sebaik-baiknya. Artinya bisa lama, bisa dalam waktu singkat.
Konteksnya tersebut dilihat dari bagaimana pemimpin tersebut menjalankan tanggung jawabnya. Ketika terbukti melanggar syariat Islam, maka bisa diberhentikan. Namun, boleh menjabat hingga akhir hayat jika senantiasa taat syariat.
Riwayat Imam Muslim dari jalan Ummu al-Hushain disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “(Selama) ia masih memimpin kalian sesuai dengan Kitabullah, ia wajib didengar dan ditaati.” (HR Muslim)
Ini terjadi, pada masa Khulafaurasyidin, mereka dibaiat menjadi Khalifah tidak dibatasi dengan masa jabatan tertentu. Masing-masing dari Khulafaurasyidin itu memimpin sejak dibaiat sampai meninggal dunia. Dengan demikian, hal itu merupakan ijmak sahabat.
Dan ketika menjadi pemimpin pun, aspirasi rakyat selalu didengar dan diperhatikan. Karena bisa jadi ada amanah yang belum terlaksana, dan itu merupakan hak rakyat. Dimana hak rakyat harus diutamakan. Hak rakyat itu adalah terpenuhinya kebutuhan pokoknya secara rata.
Wallahu’alam bishshawab.
Penulis : Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)