KUNINGAN (MASS) – Meski spanduk bertuliskan utang BPJS yang terpasang di depan Gedung DPRD hilang namun isu tersebut masih jadi buah bibir. Salah satunya Soejarwo, ketua F-Tekkad, dia merasa heran kenapa masalah sebesar itu bisa tenggelam.
“Ini kan menyangkut uang yang besar. Kalaupun masalah itu selesai karena mendapatkan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), ini masih membuat penasaran masyarakat. Indikator apa yang digunakan BPK RI dalam mengukur predikat WTP tersebut,” kata Jarwo, saat bertemu kuninganmass.com di lobi dewan, Rabu (30/5/2018).
Ia sependapat jika masalah itu dipansuskan oleh DPRD. Kalaupun membutuhkan proses, komisi yang membidangi sudah seharusnya melakukan langkah pemanggilan dari sekarang. Bukan hanya Dinas Kesehatan yang dipinta keterangan, tapi juga SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lainnya.
“Kan komisi IV yang membidangi kesehatan. Perlulah dipanggil Dinkes, begitu juga BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah). Ini bisa pula garapan komisi I. Biar persoalannya terang benderang,” usulnya.
Bahkan bila perlu, dua komisi ini memanggil pula direksi rumah sakit. Tujuannya untuk mengungkap dampak dari tersendatnya pelayanan akibat tunggakan BPJS oleh pemda. Sebab ia mendengar ada satu pasien BPJS yang hanya dibatasi 3 hari perawatan di RS dengan dalih banyaknya antrian.
Lebih jauh, pria yang akrab disapa mang Ewo ini pun menyebutkan, utang senilai Rp89 milyar itu merupakan akumulasi sejak 2005 silam. Para pihak terkait yang bertalian dengan masalah itu seharusnya dapat dipanggil oleh pansus setelah terbentuk.
“Tidak dianggarkannya pembayaran ke BPJS dalam APBD sejak 2005 hingga beberapa tahun berikutnya sehingga terakumulasi menjadi utang sebesar 89 M, tidak bisa lepas dari tanggung jawab ketua legislatif yang merupakan ketua banggar H Acep Purnama yang pernah menjabat sebagai ketua egislatif (DPRD),” ungkapnya.
Atas timbulnya masalah itu, Jarwo mencium kesan, ketua legislatif pada saat itu tidak menjalankan fungsi anggaran yang merupakan salah satu dari 3 fungsi legislatif.
Sementara itu, salah seorang warga di Kecamatan Jalaksana, Mulyono mengakui keterbatasan pelayanan terhadap pasien BPJS. Contohnya dia sendiri, oleh pihak rumah sakit hanya diberikan waktu 3 hari untuk rawat inap.
“Saya kan dioperasi. Habis dioperasi, saya disuruh meninggalkan ruangan karena batasnya 3 hari. Katanya pasien BPJS lain sudah ngantri,” ungkapnya.
Terpisah, Plt Sekda H Dadang Supardan belum punya waktu untuk ditemui portal ini guna memberikan penjelasan kaitan dengan utang BPJS. (deden)