Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Uncategorized

Pengasuh Ponpes “Ngoboy”, Mandiri Sejak Umur 12 Tahun

KUNINGAN (Mass) – Sosok satu ini tidak bertitel sarjana. Jangankan sarjana, SMP pun tidak. Ia hanya mampu menamatkan SR (Sekolah Rakyat) setingkat SD.

Penampilannya pun sederhana. Dengan postur tubuh yang agak mirip Jokowi, ia kerap mengenakan kemeja tangan panjang. Bercelana kain katun. Peci hitam selalu nempel di kepalanya.

Nama pria ini H Ahmad Rafiq Rosyad. Dulu, kumis tebal yang menghiasi bibirnya itu menjadi ciri khas. Namun belakangan ini ia merubah penampilan. Kumisnya sudah dicukur pelontos.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Di usianya yang kini sudah 72 tahun, abah Rafiq ingin betul-betul pensiun. Kesehariannya diisi dengan mengasuh cucu-cucunya. Seperti mengajak cucunya memberi makan ikan di kolam. Atau mengajak jalan-jalan naik moge (motor gede) tuanya keluaran 1993, ‘ngoboy’.

“Cucu saya ada 16 dari 6 anak saya. Mereka sering saya ajak ke kolam di pesantren, ngasih makan ikan. Ngontrol kerjaan tukang di pesantren. Kadang bawa cucu yang ini. Besoknya yang itu. Kadang juga dibawa rame-rame naik motor,” ujar abah Rafiq dengan tawa terkekeh-kekeh saat ditemui di kediamannya baru-baru ini.

Rumah abah Rafiq menyatu dengan toko material bangunan. Letaknya di pengkolan Panawuan, hanya puluhan meter saja dari jalan raya. Untuk bisa sampai ke ruang tamu, harus menaiki anak tangga. Karena di bawahnya toko.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Bukan hanya sosok pribadi abah Rafiq saja yang sederhana, keadaan rumahnya pun tak jauh beda. Kursi, meja, lemari, pokoknya perabot yang terlihat, tidak menampakkan kemewahan. Termasuk hidangan makanan yang disajikan.

Sok mangga dicobian. Ieu seupan cau, seupan sampe. Makanan sehat,” seru abah Rafiq menggunakan Bahasa Sunda sembari menyodorkan piring makanan tersebut.

Abah Rafiq terbilang orang berkecukupan. Selain usaha materialnya, dia pun punya sederetan toko, persis di samping Situ Janggala Panawuan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Tapi sudah jadi karakter, abah Rafiq tak mau bermewah-mewahan. Justru sebagian rizkinya ia sisihkan untuk membantu anak yatim dan anak tidak mampu yang tengah menimba ilmu di pesantrennya.

Ponpesnya itu dinamai ‘Ainurrafiq (air mata yang bercahaya). Kini sudah lebih dari 300 santri yang mondok di sana. Tahun 2000, abah Rafiq merintisnya dengan membeli tanah sedikit demi sedikit. Uang tersebut ia keluarkan dari kantongnya sendiri.

Tanpa titel kyai atau ustad, abah Rafiq memberanikan diri. Baginya, mendirikan pesantren sudah menjadi tekad kuat yang tertanam sejak kecil. Ia merasakan bagaimana perihnya jadi anak yatim dan tak mampu meneruskan sekolah.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam perjalanan, pada 2003 abah Rafiq membangun sekolahan di pesantrennya. Mulanya SMP, lalu menyusul SMA. Konsep yang ia terapkan perpaduan antara Imtaq dan Iptek. Santri diajarkan kitab kuning, sekaligus diajak untuk menimba ilmu-ilmu umum.

“Kebodohan dekat dengan kemiskinan. Kemiskinan dekat dengan kesengsaraan. Saya sudah merasakannya. Maka dari itu, anak-anak harus pintar tapi kelak jangan sombong kalau sudah berhasil,” ungkapnya.

Ponpes ‘Ainurrafiq berdiri di atas lahan seluas 2 hektar, di Desa Panawuan Kecamatan Cigandamekar. Abah Rafiq membangunnya sedikit demi sedikit yang ia sisihkan dari ladang usaha materialnya. Pecahan keramik menjadi ciri khas dari ponpesnya itu. Nyaris seluruh lantai menggunakan pecahan keramik yang ditata rapi.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Jangan remehkan pecahan. Jangan remehkan yang sisa-sisa. Karena dari sisa-sisa itu bisa menjadikan sesuatu yang berharga,” ucap abah Rafiq seolah menggambarkan perjalanan hidupnya.

Memang, kisah hidup abah Rafiq ini membuat terenyuh. Ia sering menahan rasa lapar sejak usianya masih 12 tahun. Di kala anak-anak lain seusianya masih dimanja orang tuanya, Rafiq junior sudah belajar mandiri.

Beratnya himpitan hidup ia rasakan bukan setahun dua tahun. Namun Rafiq junior tidak menyerah. Ia tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhoi Allah SWT seperti tindakan nekat yang sedang ngetren belakangan ini.

Advertisement. Scroll to continue reading.

”Saya merasakan bagaimana perihnya jadi anak yatim piatu. Sewaktu kecil saya sudah ditinggal ibu. Pada umur 12 tahunan, saya juga ditinggal bapak,” ucap abah Rafiq memulai kisah pengalaman pahitnya.

Rafiq junior memang sudah tak beribu sebelum masuk SR (setingkat SD). Ia anak bungsu dari tujuh bersaudara. Setelah tamat SR, bapaknya pun meninggalkannya. Kesedihan yang bertubi-tubi. Di usianya yang masih 12 tahunan, Rafiq junior harus tetap survive. Bukan cuma dirinya, tapi juga 4 adik tirinya yang masih kecil-kecil.

Dari situ, niatan untuk melanjutkan sekolah ia urungkan. Kesehariannya ia gunakan untuk mencari sesuap nasi. Bekerja serabutan, apa saja.

Advertisement. Scroll to continue reading.

”Disuruh ngala kalapa, lalu diupah buat makan (disuruh metik buah kelapa kemudian upahnya untuk makan). Dulu masih ada uang ringgit, 5 perak, satalen, ketipan. Waktu itu kerja nyemir sepatu juga, jualan koran, pokoknya apa saja dilakoni supaya bisa makan,” tuturnya.

Masa-masa sulit itu ia jalani cukup lama. Menahan rasa lapar bukan barang aneh. Tapi Rafiq junior tak putus asa. Rasa lapar bukan untuk dikeluhkan tapi dijadikan ajang untuk menambah pahala dengan berpuasa. Menurutnya, penderitaan bukan untuk diratapi.

Untuk bisa bertahan hidup, dia harus giat bekerja, motekar. Membuat gerobak sendiri untuk jualan apa saja. Hingga setelah mengarungi bahtera rumah tangga bersama istrinya, Hj Nunung Nuraeni, Rafiq dewasa mulai menekuni usaha material. Itu pun penuh perjuangan hingga bisa seperti sekarang.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Ketika menceritakan kisahnya itu, terlihat dibalik kacamata minusnya, abah Rafiq berlinang air mata. Namun hanya sebentar. Ia tampak mencoba menahan kenangan perihnya itu. Meski begitu, dari suaranya yang mendadak parau, tak bisa ia sembunyikan kesedihannya itu.

”Saya selalu berpesan kepada anak saya, para santri juga, supaya sabar dalam menghadapi rintangan. Hidup itu ibadah. Kalau segala sesuatunya dikembalikan kepada Allah SWT, insya Allah tenang. Allah sudah memberikan akal kepada kita makhluknya. Allah juga pasti memberikan rizki kalau kita berusaha,” ucapnya.

Setelah berhasil melewati rintangan, Rafiq juga berpesan agar jangan sombong. Ia menegaskan, semuanya adalah titipan dari Allah SWT. Menurutnya, kekayaan bukan ukuran kebahagiaan. Anak yatim harus diperhatikan. Dia tahu betul bagaimana rasanya jadi anak yatim. Tahu juga bagaimana laparnya anak yatim.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Inilah yang mendorong cucu dari abah Mutawally tersebut mendirikan pondok pesantren. Itu juga jadi dorongan besar bagi dirinya untuk menyekolahkan 6 anaknya sampai ke jenjang tinggi.

Di pesantren, ia tidak mematok biaya besar. Bahkan khusus anak yatim dan anak tidak mampu, ia gratiskan. Kekurangan biaya pengelolaan ponpes ditutupi olehnya.

”Saya bikin pesantren bertujuan untuk menghindari kebodohan. Itu sudah jadi tekad saya sejak dulu. Bukan bermaksud pamer, riya atau mencari uang dari situ. Bukan, bukan,” tandasnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Anggapan orang, kini abah Rafiq sudah menjadi pengusaha sukses yang berkecukupan. Tapi tidak semua orang tahu bahwa itu bermula dari kepahitan. Satu pelajaran penting yang dapat diambil sebagai kunci meraih keberhasilan adalah rajin dan berkarya.

”Ketika mencari penghidupan dari hubungan sedarah, bapak sudah gak ada, ke saudara dibilang bantongor (nakal), maka kita harus berkarya. Rajin dan ulet. Insya Allah. Tanpa berkarya, hanya akan dekat dengan kemiskinan dan kelaparan,” ungkap abah Rafiq.

Satu lagi yang tidak kalah penting, dia menyarankan agar belajar dari tanah. Meski diinjak-injak dan dijadikan tempat pembuangan kotoran, tapi tanah tetap sabar. Abah Rafiq mengingatkan, manusia terbuat dari tanah dan akan kembali ke tanah.

Advertisement. Scroll to continue reading.

”Mestinya kita santun kepada tanah. Tanah itu sangat sabar. Bayangkan kalau tanah bisa bicara. Sudah diinjak-injak, dikencingi, tapi tetap sabar, malah jadi tambah subur. Nah, kalaupun kita belum bisa 100 persen seperti kesabaran tanah, ya beberapa persennya lah,” petuahnya. (deden)

Nama   : H Ahmad Rafiq Rosyad

TTL       : Kuningan, 12 Januari 1945

Advertisement. Scroll to continue reading.

Alamat : Desa Panawuan Dusun III Rt 07/03 Kecamatan Cigandamekar

Istri       : Hj Nunung Nuraeni

Anak :

Advertisement. Scroll to continue reading.
  1. Sri Hartini Rafiq
  2. Ende Umul Barriyah
  3. Aa Agus Imam R ST MSi
  4. Deden Deri Fathul Bari R
  5. Agung Purnama Musofa R
  6. Amay Maelan Ahmad Azizi Rafiq

Pekerjaan :

  • Pengusaha Matrial/Bangunan
  • Dewan Pembina Yayasan ’Ainurrafiq

 

 

 

Advertisement. Scroll to continue reading.
Advertisement
Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement