KUNINGAN (MASS) – Rencana pembangunan menara telekomunikasi (tower) di Desa Muncangela menuai penolakan dari sebagian warga. Mereka merasa proses pembangunan ini dilaksanakan tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan tidak sesuai dengan hasil musyawarah desa yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itulah yang disampaikan salah satu warga, Komarudin Humaedi.
Dalam musyawarah desa awal yang melibatkan warga dan tokoh masyarakat, kata Komar, telah disepakati pemerintah desa menolak pembangunan tower. Kesepakatan ini diambil karena dianggap perlu kajian lebih lanjut mengenai aspek keamanan, kesehatan, dan dampak sosial yang mungkin timbul.
Namun, lanjut Komar, warga merasa terkejut ketika mengetahui proyek ini tetap dilanjutkan tanpa adanya musyawarah lanjutan. Perubahan keputusan secara sepihak oleh pemerintah desa inilah yang kemudian dianggapnya tidak transparan dalam informasi dari pihak desa, termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
“Kebijakan desa seharusnya mencerminkan suara masyarakat, bukan keputusan sepihak,” ujar Komarudin Humaedi pada kuninganmass.com, Jum’at (17/10/2025).
Selain itu, muncul kekhawatiran di kalangan warga terkait isu pembagian uang kepada sejumlah pihak yang diduga berkaitan dengan proyek tower tersebut. Warga mempertanyakan tujuan dari pembagian uang ini, yang dapat memicu persepsi negatif di tengah masyarakat.
“Kami tidak ingin desa kami diadu domba. Kami menolak pembangunan tower sebelum ada musyawarah resmi yang melibatkan seluruh warga,” tambahnya.
Dengan penolakan ini, warga secara tegas menuntut transparansi serta klarifikasi resmi dari pemerintah desa. Mereka juga meminta agar pihak pemerintah kecamatan dan kabupaten turun tangan untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan.
“Kami ingin agar semua pihak memahami posisi kami dan menghargai suara kami,” ujar Komarudin.
Warga merasa penting untuk melibatkan semua elemen masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. “Ini bukan hanya tentang tower, tetapi tentang bagaimana suara masyarakat didengar dan dihargai,” tambahnya.
Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan warga, yang merasa hak mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan diabaikan. “Kami ingin agar desa kami tetap harmonis dan keputusan diambil berdasarkan musyawarah,” pungkas Komarudin Humaedi. (raqib)