KUNINGAN (MASS) – Surau sekali pada saat melihat partai pemenang pemilu ini, seakan tidak mempunyai nada-nada kontemporer indah bak sebuah lagu merdu yang masuk ke relung jiwa bagi yang melihat dan mendengarnya. Kita tahu PDI P makomnya sudah di level “seniman politik”, bagaimana tidak? Di Kabupaten Kuningan berkuasa sudah hampir 20 tahun, satu ketukan nada saja sudah bisa memberi dampak yang sangat luar biasa untuk kita, selalu menjadi pembicaraan bahkan “standing aplause” bagi orang yang melihat dan mendengarnya, seperti rasanya penampilan di panggung IGT / Indonesia Got Talent semua penonton dan juri standing aplause untuknya, luar biasa!!!
Selama itu pula kita dan masyarakat Kabupaten Kuningan seolah melihat dan mendapatkan sajian “karya seni politik” yang sangat indah dan berkelas tidak tergoyahkan.
Sekarang Acep Purnama Bupati Kuningan yang juga Ketua DPC PDI-P dihadapkan dengan sekumpulan orang-orang yang bermain opera di gedung rakyat. Tentu opera itu harus menampilkan karya seni nan indah dan merdu, agar suara pertunjukan di gedung rakyat itu pantas diperdengarkan, diterima oleh masyarakat luas, namun sudah terlihat dan terdengar nada sumbang sebagian pelaku opera yg masing-masing mempunyai peran memainkan lantunan nada, masing-masing mempunyai kepentingan.
Ya adanya KKB adalah mungkin akhir puncak dari keindahan seni politik opera di gedung rakyat untuk sang maestro politik PDI – P Kuningan. KKB ramai-ramai ingin keindahan lagu lama yang sudah diperdengarkan selama hampir 20 tahun ingin mencoba mengganti dengan lagu yang lebih romantis dan harmonis, dan rasanya masyarakat juga ingin kaset kusut yang dipakai selama 20 tahun bisa diganti dengan yang lebih baru lagi.
Kehadiran KKB impactnya menggoyang semua lini, bahkan baru-baru ini sang maestro politik Acep Purnama Ketua DPC PDI-P harus sampai turun tangan melobi masing-masing ketua parpol KKB. Ibarat bermain bulutangkis “the political maestro” Acep Purnama ini bermain sangat sabar dan tanpa pukulan “smash” sama sekali, yang akhirnya mungkin tinggal menunggu waktu kekalahan dalam permainan ini.
Tapi saya mencoba untuk objektif menilai pertandingan itu, saya harap ada permainan bola-bola netting dan setiap penonton menunggu, kira-kira bola akan jatuh dmana?
Munculnya perlawanan KKB di gedung parlemen Kabupaten Kuningan ini seperti karya seni yang harus terus kita amati, mksudnya apakah ini betul-betul klaim untuk kepentingan semua penonton atau hanya bagi pemain dan pelatih?
Sekali lagi apakah “sang maestro politik” ini bisa menggelar pertunjukan sesuai dengan yang diinginkan, bagaimana caranya nada-nada sumbang ini bisa menjadi nada nan merdu yang indah yang sang maestro mau, atau tidak berkutik sama sekali.***
Penulis: Dadang Abdullah (Hamba Allah)