KUNINGAN (MASS) – Ternyata, sertifikat warga yang diklaim tanahnya dipakai untuk jalur penghubung Cisantana – Puncak Kecamatan Cigugur, munculnya tahun 2022.
Sementara, jalur yang menghubungkan dari Tenjo Lair ke eks Rumah Rehab BNN sudah ada sekitar tahun 2013/2014, dimana gedung tersebut beroperasi. Artinya, jalan lebih dulu ada daripada sertifikat tanah warga.
Hal itulah yang terungkap saat Kuninganmass.com mengkonfirmasi soal jalur tersebut ke Kepala Bidang Asset BPKAD Kabupaten Kuningan, Jhon Rahardja.
Jhon dikonfirmasi, karena biasanya lahan jalan merupakan asset pemerintah, sementara kini ramai jadi perbincangan publik karena diklaim memakan lahan pribadi.
“Saya sangat prihatin dan menyayangkan atas adanya tindakan blokade jalan tersebut, karena jalan adalah fungsi penghubung baik lalu lintas warga maupun wisata,” kata Jhon, mengawali paparan dengan mengomentari aksi blokade, Senin (14/4/2024).
Dikatakan Jhon saat ditemui di kantornya, Pemda mengaku sudah dikirimi surat yang intinya pemberitahuan bahwa tanah yang dipakai jalan, adalah milik pribadi. Surat itu dikirim oleh pihak pemilik, melalui pengacara Kris Cahyo. Pemilik sertifikat tanah sendiri bernama Irene Lie.
Baca: https://kuninganmass.com/akses-jalan-menuju-botanika-dan-ciremai-land-ditutup-wah-ada-apa-yah/
Seperti yang sudah diberitakan, pihak Irene Lie mengklaim tanahnya terpakai jalan, dimana jalan tersebut, mulanya diijinkan oleh pemilik lama, karena akses ke gedung rehab. Tapi sekarang justru kebanyakan ke area komersil.
“(Informasi ini) Kita proses secara bertahap, karena permasalahan tanah tersebut kita perlu berkoordinasi, ” ujarnya sembari menyinggung pihak terkait mulai dari PUTR, Pemdes dan Kecamatan, hingga BPN.
“Intinya jalan tersebut tidak ujug-ujug ada tanpa sepengetahuan,” imbuhnya lagi.
Dari telaah sejauh ini, papar Jhon, terungkaplah bahwa sertifikat pemilik keluar tahun 2022. Sementara, jalan penghubung itu sudah ada sejak gedung BNN beroperasi, kisaran tahun 2013.
Meski Kabis Asset mengamini mungkin saja pemilik tidak menyangka akan pesatnya pariwisata sehingga kini ada wacana kompensasi, Jhon maklum tapi ingin tabayyun.
“Kita tidak mungkin mengambil hak orang lain. Kami juga tidak ingin hak milik Pemda dikuasai (orang lain). (Karenanya) kita tabayyun, membuka data atau dokumen masing-masing,” sebutnya.
Baca:https://kuninganmass.com/sempat-blokade-jalan-klaim-ada-lahan-pribadi-pemilik-tanah-bakal-dipanggil/
Terkhusus soal jalan yang ada di tanah warga, dan sudah disertifikatkan, Jhon mengaku belum paham karena dalam dokumen tersebut tidak digambarkan bentang alam yang jelas seperti adanya jalan.
Ia juga mengaku belum mengerti, kenapa pas pengukuran, jalan tersebut tidak dikonfirmasikan. Padahal biasanya, saat pembuatan sertifikat, hal-hal seperti jalur air apalagi jalan yang biasa digunakan, digambarkan dengan jelas.
Bahkan, biasanya jalan dijadikan pembatas lahan. Dalam arti lain, lahan yang terbelah jalan biasanya sertifikatnya pun dibagi. Dalam sertifikat, yang disebut hanya tanah darat yang dipergunakan untuk kebun (tidak disebut ada jalan atau lainnya).
Belum lagi, dalam sertifikat, ternyata tanah tersebut mulanya atau tanah asalnya, justru tanah negara. Bukan dari pemilik sebelumnya.
“Tapi tetep, saya berkoordinasi baik dengan BPN, gimana baiknya dan solusinya seperti apa,” kata Jhon.
Di akhir, Jhon menegaskan pihaknya terus bekerja dengan kehati-hatian dan sesuai kaidah aturan. Para pihak juga rencananya akan dipanggil untuk duduk bersama.
“Tujuan utama kami ingin menyelesaikan supaya tidak terjadi kegaduhan dan mispersepsi. Mohon (ke semua pihak) tidak reaktif, apalagi memblokade jalan, kita dalam proses (pengumpulan data dan penyelesaian), ” akunya di akhir. (eki)