KUNINGAN (MASS) – Penemuan ratusan amunisi perang di Desa Pamulihan Kecamatan Cipicung sebenarnya bagi warga setempat tidak begitu mengagaetkan.
Hal ini karena kawasan tersebut dalam sejarah merupakan lokasi perjuangn ketika melawa pasukan Belanda.
Untuk mengenang kejadian tersebut dibuatlah tugu. Warga mengenalnya sebagai Tugu Bom (Tugu Perjuangan Agresi II.
Kuninganmass.com sendiri akan mengulas riwat singkat perjuangan Agresi II Tahun 1946-1949 dalam mempertahankan kemerdekaan RI dari penjajahan Belanda yang terjadi di Desa Pamulihan.
Riwat ini berdarsakan hasil KKN MahasiswaFakultas ilmu komunikasi Universitas Padjadjaran beberapa tahun lalu.
Sekitar bulan September 1946, pasukan TNI AL mundur dari Cirebon akibat serangan belanda ke desa pamulihan dengan jumlah pasukan 35 orang yang dipimpin oleh Warso.
Sekitar bulan February 1947, pasukan TNI AL yang dipimpin oleh Hutagaul, mendatangi Desa Pamulihan dan bergabung dengan Warso menduduki Desa Pamulihan dan bertempat tinggal di rumah-rumah masyarakat.
Pada bulan April 1947 datanglah sejumlah pasukan TNI AD yang disebut pasukan setan, yang terdiri dari yon 314 dan yon 315 yang dipimpin oleh Mayor Rukmana (Abimanyu), dan Kapten Mahmud Pasha.
Pasukan TNI AD dan pasukan TNI AL bergabung dan menyatu dengan masyarakat membuat satu kekuatan untuk mengadakan perlawanan terhadap serangan tentara Belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaan RI.
Pada bulan oktober 1947 terdapat keputusan hasil perundingan antara pemerintah RI dan Belanda tentang adanya gencatan senjata sehingga padaa bulan itu juga semua pasukan TNI AD dan sebagian pasukan TNI AL ditarik ke Yogyakarta dengan istilah rempil.
Sebagian pasukan TNI AL yang ditinggalkan di desa pamulihan bertugas untuk menjaga daerah sambil menyusun organisasi kekuatan yang terdiri dari lapisan masyarakat yang dinamakan LGKPRM (Laskar Gerilya Kesatuan Perlawanan Rakyat Murba).
Sebagian fakta sejarah perjuangan bom tersebut masih ada dan diabadikan pada sebuah Tugu Monumen perjuangan yang dibangun oleh Pemda Tingkat II Kuningan pada tahun 1976.
Dari peristiwa bersejarah tersebut bagi masyarakat pamulihan yang telah ikut andil dalam perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan RI ,dengan perlindungan Allah SWT, tidak terlalu banyak jatuh korban jiwa.
Sekitar bulan maret 1948 tentara yang Rempil ke Yogyakarta seutuhnya kembali/datang lagi ke Desa Pamulihan yang dipimpin oleh Kapten Mahmud Pasha.
Setelah itu secara berturut-turut tentara Belanda datang kembali dan terjadilah perang baku tembak,baik dijalan desa maupun di luar desa(di kebun,ladang,tagelan) yang berjalan sampai bulan September 1948.
Pada tanggal 10 Oktober 1948 kembali datang serangan dari tentara Belanda yang jauh lebih hebat, baik dari darat maupun dari udara dengan senjata beratnya yang diluncurkan dari pesawat perang belanda.
Bagaikan hujan peluru seperti roket, peluru berkaliber 12,7 dll. Yang akan membumihanguskan Desa Pamulihan.
Ditengah suasana yang sangat mencekam,tiba-tiba datang 2 orang tamu yang berkendaraan JIP.
Salah seorang diantaranya bernama Durahman, dengan maksud ingin bergabung dan siap membantu tentara Indonesia.
Kedua orang tersebut ternyata adalah mata-mata Belanda,yang ditugaskkan untuk menyelidiki situasi dan keadaan di Desa Pamulihan, untuk dilaporkan ke pihak belanda.
Hal ini karena tiga hari kemudian setelah kembalinya dua orang tersebut, tepatnya pada hari Jum’at tanggal 13 Oktober 1948, sekitar jam 15.00 WIB datang serangan dari pihak Belanda yang lebih hebat, terutama serangan senjata berat lainnya. Dan pada saat itulah Belanda meluncurkan 4 buah Bom yang pertama.
Pada hari Selasa tanggal 17 Oktober 1948 dengan perkiraan jam yang sama untuk kedua kalinya datang serangan yang sama dengan diluncurkannya 5 buah bom.
Dari 9 Bom yang dijatuhkan di desa pamulihan, satu diantaranya yang dijatuhkan ditengah-tengah desa Pamulihan tidak meletus.
Sementara hasil penelitian para tokoh pejuang saat itu,bom yang tidak meletus tersebut masih sangat berbahaya, sehingga di instruksikan bahwa dalam radius 100 m tidak boleh didekati.
Tetapi ada seorang warga masyarakat yang bernama Sumirya, yang seolah-olah mendapat ilham atau perintah goib untuk membuka dan mengeluarkan alat peledak Bom tersebut demi keselamatan desa dan masyarakat Pamulihan.
Setelah diketahui oleh pihak Belanda, sejak bulan Februari 1947 sampai dengan bulan maret 1947, tentara Belanda melakukan aksi serangannya dengan kekuatan yang cukup.
Pasukan TNI AL bersatu dengan masyarakat yang hanya bersenjatakan bambu runcing,bandring dll.
Untuk mengadakan perlawanan terhadap serangan Belanda. Masyarakat lain yang tidak bergabung (orang tua,perempuan dan anak-anak) terpaksa meninggalkan rumahnya untuk mencari tempat perlindungan akibat serangan dari Belanda.
Korban yang tercatat adalah sebagai berikut:
1.Seorang anggota TNI bernama Subandi meninggal dunia ditembak oleh Belanda.
2.Dua rumah dibakar.
3.Dua rumah hancur berantakan akibat sasaran letusan bom.
4.Beberapa rumah rusak akibat sasaran peluru dan getaran letusan bom.
Situasi diakhir tahun 1948 mulai berangsur pulih, tentara belanda tidak menyerang lagi. Masyarakat yang mengungsi keluar desa sudah mulai kumpul kembali.
Diawal tahun 1949, TNI AD dan TNI AL yang berada di Desa Pamulihan kembali ke kota (kewilayah kerjanya masing-masing), di bawah pemerintahan RI yang syah.
Sementara itu di tahun 1949 dan tahun 1950, Desa Pamulihan masih didatangi pasukan Kursin dan pasukan Bunawi secara bergantian.(agus)