KUNINGAN (MASS) – Pada berita sebelumnya, BEM Unisa yang kini diketuai Arif melalui Mentri Kesehatannya Ilyani menyoroti kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, terutama soal stunting.
Hal itu mendapat tanggapan langsung oleh pihak Dinas Kesehatan melalui press rilisnya tertanggal Rabu (7/7/2021), dan diterima kuninganmass.com pada Jumat (9/7/2021) siang.
Rilis tersebut, dibuat dan ditandatangi Kepala Seksi Kesga dan Gizi, dr H Agah Nugraha juga disetujui dengan tanda tangan Kepala Bidang Kesmas Yayat Hidayat S AP MM, serta diketahui dan ditandatangani Kepala Dinkes dr Hj Susi Lusiyanti MM.
Dalam keterangan resminya, pihak Dinkes menyayangkan beberapa pernyataan dari pihak BEM Unisa yang menyebutkan Kabupaten Kuningan menjadi salah satu kabupaten yang memiliki angka prevalansi stunting tertinggi di Jawa Barat.
“Sungguh disayangkan, penyajian data atau pernyataan saudari Ilyani, mahasiswi Unisa (mentri Kesehatan BEM Unisa) yang beredar di media, tanpa menyertakan sumber data yang ilmiah,” sebut pernyataan Dinkes.
Selain itu yang bersangkutan belum melakukan klarifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu dari data yang diperolehnya terhadap data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan sebagai pemilik/sumber data stunting.
Pihak Dinas Kesehatan sendiri, menunjukan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019 yang menunjukan angka prevalensi stunting di Indonesia yang mencapai 27%.
Di Jawa Barat adalah sebesar 26,21%. Sedangkan di Kabupaten Kuningan mencapai 18,06% saja.
Ditegaskan pihak Dinkes, arti data tadi menunjukan Kuningan sebagai peringkat ke-3 terendah, bukan tertinggi di Jawa Barat.
Pihak Dinkes bahkan sampai menunjukan tabel laporan pelaksanaan integrasi SUSENAS maret 2019 dan SSGBI tahun 2019, BPS & Batlibangkes Kemenkes RI hal 35.
Karena hal itulah, pihak Dinkes meminta konfirmasi dan klarifikasi pihak BEM atas sorotan di berita sebelumnya.
Selain tabel tadi, Dinkes juga menunjukan data Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) indicator TB/U selama 5 tahun terakhir di Kabupaten Kuningan (2016-2012). Dari grafik tersebut, terlihat tahun 2016 ke 2017, mengalami penurunan angka prevalensi, lalu 2017 ke 2018 serta 2019 terus mengalami kenaikan, dan pada tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami penurunan Kembali.
Dalam rilis, dibahas juga dua pernyataan dari berita sebelumnya yang menuding Dinkes belum melakukan Langkah konkrit untuk menangani melonjaknya kasus stunting.
Dinkes, dalam berita sebelumnya dituntut memperbaiki kinerja dengan menciptakan formulasi yang lebih efektif.
“Sungguh disayangkan, pernyataan tersbut menunjukan ketidaktahuan Ilyani) dan tidak ada keinginan untuk menghubungi Dinas Kesehatan guna mendapatkan informasi yang akurat dan benar terhadap kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan di Kabupaten Kuningan, baik oleh Dinas Kesehatan, 12 SKPD/SOP, 16 kecamatan beserta sektor swasta terkait,” lanjutnya.
Selain menyebutkan kekecewaan pengelola gizi yang diantaranya, disebutkan dalam rilis beralmamater Unisa, Dinkes juga menyebutkan beberapa upaya mnurunkan stunting di Kabupaten Kuningan.
Sebut saja, Bupati Kuningan melalui Bappeda yang mengeluarkan SK Tim Penanggulangan Stunting Kabupaten Kuningan tahun 2021 dengan ketua Asda 1.
Dipaparkan, beberapa kegiatan yang sudah dan sedang dilaksanakan pihak Dinkes, seperti Pemberian Makanan Tambahana (PMT Pemulhan) bagi ibu hamil KEK dan Balita gizi kurang.
Selanjutnya, pemberian tablet tambah darah (fe) bagi ibu hamil dan remaja putri, pemberian kapsul vitamin A bagi bayi (6-11 bulan), Balita (12-59 bulan) dan Ibu Nifas.
Serta mendorong inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI ekslusif. Ada juga pemeriksaan konsumsi garam yodium tingkat rumah tangga dan program lainnya.
Disampaikan, upaya penurunan stunting tidak dapa dilakukan hanya oleh Dinas Kesehatan saja, kaena harus melalui dua intervensi, yaitu Intervensi Gizi Spesifik untuk mengatasi penyebab langsung (Dinas Kesehatan) dengan dampak menurunkan stunting 30%.
Sedangkan Intervensi Gizi Sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung (SOPD/SKPD diluar Dinkes, pihak swasta, intsitusi Pendidikan, TP-PKK, dan organisasi profesi) malah berdamak lebih besar dalam mempengaruhi penurunan stunting, sampai 70%.
Intervensi penurunan stunting, disebut Dinkes bukan kewajibannya saja. Perlu komitmen politik, kebijakan, dan keterlibatan lintas sektor serta kapasitas melaksanakannya.
Hal itu, diperlihatkan Dinkes dengan teah dituangkannya Komitmen Bersama tanggal 27 Mei 2021 yang melibatkan sampai 40 intansi/lembaga melibatkan SOPD/SKPD, Rumah Sakit, Institusi Pendidikan, Organisasi Profesi, TP-PKK, serta pihak swasta. (eki)