KUNINGAN (MASS) -Tak hanya mahasiswa, desakan soal kasus Kuningan Caang juga datang dari berbagai elemen, termasuk salah satunya dari Masyarakat Peduli Kuningan (MPK). Melalui pentolannya, Yusuf Dandi Asih, didampingi Yudi Setiadi dan Genie Wirawan, menegaskan bahwa negara hukum tanpa keterbukaan ibarat lampu tanpa cahaya — berwujud, namun tak memberi terang.
Dalam semangat itulah, kata Yusuf, pihaknya menyampaikan argumen terbuka, terperinci akademis, serta demi moral publik atas belum adanya kejelasan hukum terkait proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) “Kuningan Caang” senilai Rp117,5 miliar, yang bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat.
“Hingga kini, Kejaksaan Negeri Kuningan belum memberikan keterangan resmi maupun klarifikasi publik, padahal proyek tersebut telah menjadi sorotan luas karena menyangkut kepentingan publik dan penggunaan uang rakyat dalam jumlah besar,” tegasnya, Senin (27/10/2025) kemarin.
Dalam pandangan filsafat hukum modern, lanjutnya, keterbukaan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan roh dari keadilan itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan John Rawls, keadilan hanya hidup dalam ruang keterbukaan dan rasionalitas. Menutup informasi publik berarti memadamkan cahaya moral yang seharusnya menuntun arah penegakan hukum.
Berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, klaim MPK, proyek Kuningan Caang telah dibayar 95 persen pada Maret 2024, sementara 5 persen (retensi) baru dicairkan Desember 2024. Adapun Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kuningan yang terbentuk sejak 26 Maret 2024 telah melakukan penelusuran, namun hasilnya hingga kini belum dipublikasikan secara transparan kepada publik.
“Ketiadaan kejelasan ini menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat. Suara publik bergema melalui aksi lilin di Pendopo Kuningan pada 12 September 2025, simbol duka atas redupnya keadilan informasi, serta aksi damai di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kuningan pada 20 September 2025, yang menyerukan agar hukum berjalan secara terbuka dan bertanggung jawab,” paparnya.
Dalam pernyataannya, MPK menegaskan bahwa keterbukaan bukan ancaman bagi hukum, tetapi napas dari keadilan itu sendiri. Ketika informasi ditutup, kepercayaan publik padam—dan yang gelap bukan sekadar jalan, tetapi nurani hukum itu sendiri.
Secara akademis, lanjut Yusuf, Lon L Fuller mengingatkan bahwa hukum memiliki moralitas internal: kejelasan, keteraturan, dan keterbukaan. Ketika prinsip ini diabaikan, hukum kehilangan makna moralnya dan berubah menjadi sekadar instrumen kekuasaan. Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bukan hanya aturan administratif, melainkan manifestasi etika konstitusional untuk menjamin transparansi dan partisipasi rakyat. Menutup informasi tentang penggunaan uang negara berarti menafikan hak rakyat atas kebenaran, sekaligus mengingkari hakikat negara hukum yang demokratis.
“Proyek Kuningan Caang semestinya menjadi simbol penerangan dan kemajuan daerah, bukan menjadi metafora baru dari kegelapan birokrasi. Keadilan yang tertutup adalah keadilan yang kehilangan jiwanya. Oleh sebab itu, MPK menyerukan agar seluruh lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah menyalakan kembali lentera kejujuran melalui keterbukaan dan tanggung jawab publik yang nyata,” tuturnya.
Sejalan dengan semangat tersebut, MPK, kata Yusuf, mendesak Kejaksaan Negeri Kuningan untuk segera memberikan press release resmi kepada publik terkait perkembangan penyelidikan proyek Kuningan Caang. Keterangan resmi merupakan bentuk tanggung jawab hukum dan moral agar publik memperoleh kejelasan yang sahih, serta untuk mencegah lahirnya spekulasi, prasangka, dan kegaduhan sosial di tengah masyarakat. Keterbukaan adalah wujud penghormatan terhadap akal publik dan bukti nyata komitmen pada prinsip due process of law.
“Namun demikian, kami juga mengingatkan: perjuangan moral ini bukan untuk menebar kegaduhan, melainkan untuk menegakkan keadilan dengan cara yang beradab. Jangan jadikan Kuningan gaduh. Kuningan harus tetap tenang, cerdas, dan bermartabat dalam mencari kebenaran. Karena sejatinya, keterbukaan bukan tentang menyerang, tetapi tentang menerangi,” jelasnya.
Pada akhirnya, masih kata Yusuf, kejujuran adalah cahaya yang menuntun hukum menuju kemanusiaan. Kuningan Caang seharusnya tidak hanya menerangi jalan raya, tetapi juga menerangi nurani para pemimpin agar keadilan benar-benar hidup dan dirasakan oleh seluruh rakyat Kuningan.
“Kami memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kejaksaan Negeri Kuningan atas proses penyelidikan dan penegakan hukum yang terus berjalan dengan menjunjung asas kehati-hatian serta prinsip due process of law. Namun demikian, kami menegaskan kembali, publik berhak atas keterbukaan. Segera keluarkan press release resmi agar keadilan tidak berhenti di ruang sunyi, tetapi hadir sebagai cahaya yang memberi terang bagi seluruh masyarakat,” tegasnya di akhir. (eki)
