KUNINGAN (Mass) – Wanita itu paruh baya. Berjilbab. Senyumnya manis. Kian manis wajah lonjongnya dengan hiasan tahi lalat di pipi kirinya. Gaya bicaranya cepat. Tapi lembut. Badannya tidak terlalu tinggi. Tidak akan ada yang menyangka dari sosok inilah, Desa Ragawacana Kecamatan Kramatmulya menorehkan prestasi. Tidak asal Prestasi. Tapi prestasi tingkat nasional.
Ya, Tanggal 14 Juli Desa Ragawacana meraih Anugerah Pakarti Madya 1 Tingkat Nasional. Penghargaan diberikan kepada desa yang dipilih sebagai Pemenang Terbaik Lingkungan Bersih dan Sehat Tingkat Nasional untuk Kategori Kabupaten.
Yang menyerahkan adalah Ketua Umum TP-PKK Pusat Erni Guntarti dalam acara Hari Keluarga Nasional ke-24 tahun 2017. Acara di pusatkan Kota Bandar Lampung. Bagi Sutini penghargaan ini seolah menjawab hasil kerja kerasnya selama ini.
“Penghargaan ini saya persembahkan bagi warga Desa Ragawacana yang selalu mendukung saya,” ucap perempuan yang biasa dipanggil Tini di kantornya Rabu lalu.
Usai meraih penghargaan itu, Sutini bak menjadi selebritis di Indonesia. Pasalnya, banyak dibicarakan. Banyak yang ingin berguru untuk mengadopsi kiat meraih sukses tersebut.
Sambil menawarkan secangkir kopi hitam, perempuan yang lahir pada tanggal 5 Agustus 1963 itu bercerita. Menurutnya, menjadi kades itu bukan cita-citanya. Layaknya kebanyakan perempuan, mengurus keluarga adalah prioritas nomor satu. Apalagi sudah memiliki tiga anak.
Namun, ternyata setiap orang memiliki takdir masing-masing. Lembaran hidupnya dimulai tanggal 15 Agustus 2007. Pada tanggal itu Tini terpilih menjadi kades. Hebatnya menyisihkan dua kandidat kuat. Sejak itu hingga saat ini satu dasawarsa ia menjabat kades berjalan mulus. Ia merupakan kades perempuan pertama di Ragawacana.
Sambil kembali menawarkan makanan di toples yang bermotif kembang, Tini melanjutkan ceritanya. Sebelum mendapatkan penghargaan tingkat nasional, pada tahun 2016 terpilih menjadi Juara Harapan 3 Pos Yandu Tingkat Jawa Barat.
Beres juara harapan tingkat Jabar, Tini berbenah dan terus melakukan peningkatan dalam berbagai hal. Hasilnya adalah Juara I Lomba Desa I Tingkat Kabupaten. Sedangkan di wilayah III Cirebon Juara II Lomba Desa.
“Selama 10 tahun menjabat kades ibarat mengendarai mobil di jalan tol, mulus tidak ada gangguan makanya tidak terasa. Modal transfaransi serta dukungan dari perangkat desa dan warga membuat semuanya menjadi mudah,” ujar istri dari Uyun Wahyudin itu bangga.
Sambil melirik ke deretan tropi yang dipajang di lemari berwarna hitam pekat, Tini mengaku, tropi dan piagam bukan prioritas utama. Bagi dia, mewujudkan visi Kuningan Mandiri, Agamis dan Sejahtera paling utama.
Dengan adanya anggaran yang berlimpah lanjut dia, membangun desa kini lebih mudah. Perangkat desa pun lebih bersemangat dalam berkerja karena memiliki penghasilan tetap.
“Untuk pembangunan fisik terus saya lakukan. Saat ini tengah mengembangkan potensi objek wisata kebetulan ada Balong Kramat yang berisi ikan dewa dan situs purba berupa batu dolmen dan menhir,” ujar dia sambil telunjuknya mengarah ke barat dari tempat duduknya.
Sambil sedikit menggeserkan tempat duduk Tini antusias bercerita Desa Ragawancana dulu tidak seperti ini. Dengan pelan-pelan dan memberikan contoh maka warga mau mengikuti.
Sebagai contoh untuk pembuangan sampah, warga diberikan imbauan agar tidak membuang sampah sembarangan. Bukan hanya itu, dibuatlah Tempat Pembuangan Sampah (TPS) 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle). Dengan TPS 3R ini sampah bisa didaur ulang sehingga bermanfaat bagi warga.
Dengan TPS ini desa terpilih sebagai Juara Kesatuan Gerak PKK di Bidang Lingkungan Bersih dan Sehat tingkat Provinsi. Pasalnya, masalah pengeloalan sampah menjadi indikator penting.
Setelah itu, pola hidup sehat ditunjukan dengan tidak Buang Air Besar Sembarangan. Saat ini sebanyak 912 KK sudah memiliki jamban sendiri. Tidak heran kalau pada tanggal 12 April 2017 digelar Deklarasi Desa Open Defecation Free (ODF) atau Desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS).
“Sudah bukan zamannya lagi BAB ke kolam atau ke sungai. Meski baru di deklarasi April sebenarnya sudah sejak lama pola hidup sehat dilakukan di sini,” ucap Tini sambil tersenyum manis.
Jauh sebelum dua hal itu dilakukan, 912 KK sudah bisa menikmati aliran air bersih. Warga menyebutknya PAM Desa dan hanya cukup membayar iuran per bulan Rp5.000.
“Untuk sementara Bumdes mengelola pembayaraan air dan listrik. Untuk kedepannya kami akan mencari usaha yang sesuai dengan potensi desa. Bumdes sendiri wajib ada,” tandas Tini yang melirik ke arah Sekdes Dani Rahmadianto seolah meminta pembenaran mengenai Bumdes.
Selain sebagai kades perempuan pertama, Tini juga menerangkan dirinya merupakan kades ke 22 dalam sejarah. Dan juga salah satu kades yang mampu mengemban amanat selama dua kali.
“Sekarang fokus menyelesaikan sisa dua tahun. Setelah itu baru memikirkan periode ketiga dan itu pun kalau warga masih menghendaki,” tandas Tini yang mengaku semenjak banyak meraih juara banyak yang ingin studi banding.
Ditanya mengenai angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI), Tini menjawab angkanya sangat rendah. Adanya empat posyandu ditambah satu Pustu membuat kesehatan warga selalu terjaga dan bidan desa pun ada selalu standby.
Untuk urusan rohani lanjut dia, desa yang memiliki empat dusun ini memiliki 17 sarana ibadah. Dikala waktu senggang ia selalu menyempatkan mengikuti salat berjamaah dengan warga.
“Pada saat bulan puasa selama sebulan full saya mengikuti tarawih keliling. Rasanya nikmat ketika bisa bersilaturahmi dengan warga,” ucap Tini yang mengaku dengan berbagai penghargaan yang diperoleh membuat wawasan semakin luas karena mengunjungi berbagai daerah.
Ia berharap apa yang diraih ini bisa menjadi “virus’ bagi kades yang lain terutama kaum hawa. Ketika mereka diberikan kesempatan maka bisa membuktikan kemampuan dalam membangun desa tanpa meninggalkan kewajiban di keluarga.
“Saya bangga menjadi 1 dari 30 kades perempuan di Kuningan. Padahal jumlah desa ada 361 desa. Semoga banyak desa yang dipimpin seorang kades perempuan,” pungkasnya. (agus ‘sagi’ mustawan)