KUNINGAN (MASS) – Sebagaimana Dajjal, Imam Mahdi juga tidak disebutkan namanya secara langsung dalam Al-Qur’an, namun disebutkan dalam banyak Hadits.
Hadits tentang Imam Mahdi jumlahnya sekitar 300-400 dengan berbagai status: shahih, hasan, dlaif, dan palsu. Paling banyak dibanding Hadits tentang figur akhir zaman lainnya: Dajjal, Nabi Isa, Ya’juj dan Ma’juj.
Hadits dalam subjek ini memiliki berbagai riwayat yang tersebar dalam kitab-kitab Hadits utama, baik dalam sumber-sumber Sunni maupun Syiah, dengan perincian dan konteks yang berbeda-beda mengenai sifat, misi, dan perannya di akhir zaman.
Meskipun jumlah pastinya bisa bervariasi, banyak ulama menganggap topik ini cukup kuat didukung oleh riwayat-riwayat otentik. Perbedaan jumlah ini tergantung pada metode klasifikasi serta kriteria status Hadits yang digunakan.
Di antara Hadits Shahih tentang Imam Mahdi adalah Hadits ini:
“Kalian akan perangi jazirah Arab sehingga Allah menangkan kalian atasnya. Kemudian (kalian perangi) Persia sehingga Allah menangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Rum sehingga Allah menangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Dajjal sehingga Allah menangkan kalian atasnya.” (HR. Muslim 5161).
Tidak ada perdebatan tentang status hadits ini di kalangan Sunni, bahwa Hadits ini derajatnya Shahih. Namun perbedaan penafsiran eskatologis bisa terjadi baik terkait frasa (Jazirah Arab, Persia, Rum dan Dajjal), maupun konteksnya. Perbedaan penafsiran mungkin terjadi di antara Sunni, Syiah, Salafi, Sufi, dan kaum modernis Islam yang cenderung skeptik terhadap teori konspirasi. Tapi satu hal yang pasti, bahwa peristiwa itu belum terjadi.
Kemungkinan perbedaan penafsiran atas Hadits ini, oleh karena berkaitan dengan perebutan geopolitik di kawasan yang dalam Hadits itu diungkapkan sebagai Jazirah Arab, Persia dan Rum, serta dengan Dajjal sebagai figur utamanya.
Sedangkan Imam Mahdi dan Nabi Isa tidak disebutkan namanya dalam Hadits itu, sehingga bisa menimbulkan perbedaan penafsiran, apakah rangkaian peperangan itu terjadi pada era Imam Mahdi, era sebelumnya atau setelahnya?
Artikel ini akan membahas, mengapa urutan peristiwanya akan terjadi seperti itu: Jazirah Arab merupakan prioritas pembebasan pertama sebelum Persia, dan bangsa Rum dan akhirnya dajjal.
Artikel ini juga akan mencoba menganalisis siapa yang dimaksud bangsa Rum dalam Hadits itu dan mengapa harus dibebaskan, serta menjelaskan mengapa peperangan dengan dajjal terjadi paling akhir. Semuanya dalam konteks misi utama Imam Mahdi.
Setelah itu, akan ditarik kesimpulan, bahwa analisis atas Hadits ini merupakan contoh kasus bagaimana Eskatologi Islam menggunakan pendekatan tekstual-kontekstual untuk menjelaskan realitas dunia kontemporer.
Pembebasan Rum sebagai Strategi Geopolitik
Penaklukan “Rum” yang dirujuk dalam hadits Muslim 5161 itu, dapat dipahami sebagai simbol perlawanan terhadap kekuatan besar yang berpusat di Barat, yang memiliki keterkaitan erat dengan misi Dajjal dalam Eskatologi Islam.
Dalam pandangan ini, yang dimaksud “Rum” adalah “Rum Barat”, yaitu aliansi kekuatan politik dan militer yang saat ini diwakili oleh negara-negara Barat/NATO, yang memiliki kepentingan geopolitik di Timur Tengah, terutama Palestina. Penaklukan ini dilihat sebagai perjuangan untuk membebaskan Palestina dari pengaruh dan cengkeraman Dajjal.
Pandangan ini dapat dipahami lebih mendalam sebagai berikut:
- Rum sebagai Rumah bagi Zionisme
Dalam konteks eskatologi, Dajjal diidentifikasi sebagai figur atau kekuatan yang berusaha menguasai dunia dengan cara yang zalim, dan Rum Barat dikaitkan dengan Zionisme, yang merupakan alat kekuasaan Dajjal. Penguasaan Rum Barat ini kemudian mencakup kontrol militer dan ideologis atas wilayah-wilayah kunci, termasuk Palestina.
- Liberasi Palestina sebagai Tahap Eskatologis
Penaklukan Rum yang disebutkan setelah Persia dalam Muslim 5161 itu, dari perspektif ini, bukan hanya sebuah penaklukan fisik, tetapi sebuah kemenangan simbolis untuk membebaskan Palestina dari pengaruh Dajjal. Ini mengacu pada pembebasan yang akan dipimpin oleh kekuatan Imam Mahdi dan pasukannya. Dalam eskatologi, pembebasan Palestina menjadi salah satu penanda penting dalam menghadapi Dajjal secara langsung.
- Rum Barat/NATO dan Ambisi atas Palestina
Rum Barat yang digambarkan dalam konteks ini tidak hanya menunjuk kepada kekuatan politik, tetapi juga kepada aliansi militer NATO, yang memiliki sejarah intervensi di wilayah-wilayah Timur Tengah dan mendukung kebijakan yang menindas Palestina.
Dalam skenario ini, NATO dan kekuatan sekutunya dipandang sebagai alat bagi misi Dajjal, yang bercita-cita untuk menguasai wilayah kunci dengan alasan ekonomi, politik, dan spiritual.
- Perluasan Perang ke Wilayah Timur Tengah
Dengan mempertimbangkan ketegangan yang meluas dari Palestina ke wilayah-wilayah Timur Tengah lainnya, penaklukan Rum dapat dimaknai sebagai penggulingan dominasi militer, politik, dan ekonomi dari aliansi yang dikaitkan dengan Dajjal.
Ini adalah pertempuran simbolis untuk mempertahankan wilayah-wilayah Muslim dari pengaruh kekuatan eksternal yang memiliki agenda yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Secara keseluruhan, perspektif ini mengaitkan penaklukan Rum Barat dalam Hadits Imam Muslim 5161 dengan misi utama Imam Mahdi yang mengarah pada pembebasan Palestina dari pengaruh kekuatan Dajjal, yang menjadikan Palestina sebagai fokus utama perjuangan di akhir zaman.
Misi Utama Imam Mahdi
Fakta sejarahnya, Jazirah Arab adalah pusat Salafi-wahabi, sedangkan Persia atau Iran sekarang adalah pusat Syiah. Itu sebabnya dalam kasus konflik Timur Tengah, khususnya Palestina, negara-negara Arab terpecah, dan selalu berbeda sikap dengan Iran.
Karena itu, Eskatologi Islam memahami Hadits Imam Muslim 5161 itu demikian: sebelum membebaskan Palestina dari kekuasaan dajjal, maka dunia islam yang selama ini sulit disatukan, harus dipersatukan terlebih dahulu. Dan inilah misi utama Imam Mahdi.
Ini adalah kesimpulan deduktif logis dari Hadits Imam Muslim itu, dan sekaligus merupakan contoh bagaimana pendekatan tekstualisme-kontekstual diterapkan dalam menjelaskan realitas dunia kontemporer.
Narasi eskatologis yang menghubungkan Hadits tentang penaklukan Jazirah Arab, Persia, Romawi, dan pertempuran melawan Dajjal dengan konteks kontemporer, menawarkan perspektif bahwa Imam Mahdi memiliki misi utama untuk menyatukan umat Islam yang terpecah sebelum menghadapi musuh utama, yakni bangsa Rum dan Dajjal.
Berikut adalah penjelasan komprehensif dari narasi ini:
- Konflik Geopolitik dalam Perspektif Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini mencerminkan rangkaian penaklukan atau pembebasan wilayah, yang bisa dimaknai sebagai penyatuan umat Islam. Jika kita melihatnya dari konteks sejarah modern, Jazirah Arab, yang menjadi pusat pemahaman Salafi-Wahabi, berbeda pandangan politik dengan Persia (Iran) yang mayoritas Syiah, khususnya dalam isu Palestina dan perlawanan terhadap kekuatan global. Keduanya hampir selalu berseberangan dalam pendekatan geopolitik terhadap konflik Timur Tengah.
Perbedaan posisi negara-negara Arab dan Iran dalam isu Palestina merupakan bukti perpecahan yang menghalangi kesatuan dunia Islam. Dari perspektif eskatologis, Hadits ini dapat dipahami sebagai tahapan dalam membangun kekuatan Islam yang solid sebelum menghadapi Rum dan Dajjal, yang dalam konteks kontemporer dapat diasosiasikan dengan simbol kekuatan dan pengaruh besar yang mendominasi dunia.
- Misi Imam Mahdi dalam Menyatukan Umat Islam
Dalam narasi eskatologis ini, Imam Mahdi adalah figur yang diutus untuk mengatasi perpecahan di antara umat Islam. Sebelum memimpin umat dalam menghadapi Dajjal, Imam Mahdi harus menuntaskan misi awalnya: menyatukan Jazirah Arab dan Persia serta dunia Islam secara keseluruhan yang selama ini terpecah dalam sekat-sekat ideologis dan politik.
Penyatuan ini dimulai dengan Jazirah Arab, yang secara eskatologis dapat ditafsirkan sebagai tempat kelahiran pergerakan Salafi-Wahabi. Kaum Salafi berfokus pada pemurnian ajaran Islam dan cenderung keras dalam interpretasi literal teks Agama.
Selanjutnya adalah Persia (Iran), yang berperan sebagai simbol ideologi Syiah. Syiah memiliki tradisi berbeda dalam memahami konsep keadilan dan penantian Imam Mahdi, di mana mereka meyakini bahwa Imam Mahdi dari keturunan Nabi SAW akan muncul untuk memperbaiki tatanan dunia.
Narasi ini menegaskan bahwa Imam Mahdi akan mampu mengatasi perbedaan mendasar ini, dan pada akhirnya menyatukan mereka dalam satu visi untuk menghadapi tantangan eskatologis yang lebih besar, yakni kekuatan-kekuatan global yang diidentifikasi dalam Hadits itu sebagai Rum dan Dajjal.
- Dajjal dan Palestina sebagai Simbol Penguasaan Global
Narasi ini berlanjut dengan memahami bahwa Dajjal, dalam konteks kontemporer, bisa dilihat sebagai simbol kekuatan politik dan ekonomi global yang menguasai wilayah-wilayah strategis dunia, termasuk Palestina, yang dalam Eskatologi Islam diposisikan sebagai tempat konflik akhir zaman untuk menguji kesetiaan umat Islam dalam melawan penindasan.
Bebasnya Palestina dari kekuasaan Dajjal, mensyaratkan adanya kesatuan Islam yang kokoh. Imam Mahdi, setelah menyatukan Jazirah Arab dan Persia, akan memimpin dunia Islam dalam pertempuran eskatologis untuk membebaskan Palestina dan menghancurkan pengaruh Dajjal sebagai simbol dari ketidakadilan global.
Kesimpulan, Implikasi dan Refleksi
Secara keseluruhan, narasi eskatologis ini menggarisbawahi bahwa untuk membebaskan Palestina dan dalam rangka menghadapi bangsa Rum/NATO dan Dajjal, umat Islam harus terlebih dahulu disatukan di bawah kepemimpinan Imam Mahdi.
Pendekatan tekstual-kontekstual yang digunakan Eskatologi Islam memberikan cara bagi umat Islam untuk memahami Hadits dalam konteks modern, dan menjadikan misi eskatologis ini relevan sebagai pedoman strategis dan spiritual dalam menghadapi realitas dunia kontemporer.
Pendekatan tekstual-kontekstual membantu memahami realitas kontemporer melalui pandangan tekstual yang diperluas dengan makna kontekstual.
Secara literal, Hadits ini menggambarkan urutan penaklukan Jazirah Arab, Persia, Romawi, dan Dajjal sebagai peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman. Pendekatan ini menjaga keaslian makna teks tanpa melakukan reinterpretasi yang jauh dari konteks aslinya.
Di sisi lain, konteks modern mengaitkan Hadits ini dengan realitas geopolitik di Timur Tengah, di mana Jazirah Arab dan Persia merepresentasikan dua kekuatan besar yang berbeda pandangan dalam isu Palestina dan dalam menghadapi dominasi kekuatan besar dunia. Karena itu, sebelum umat Islam dapat membebaskan Palestina, mereka harus terlebih dahulu bersatu di bawah kepemimpinan Imam Mahdi.
Pendekatan tekstual-kontekstual ini memungkinkan narasi eskatologis untuk tetap mempertahankan makna asli Hadits, namun sekaligus menjadikannya relevan dalam menjelaskan situasi dunia kontemporer.
Dalam konteks ini, Hadits tersebut tidak hanya menjadi panduan keagamaan tetapi juga refleksi strategis bagi umat Islam dalam merespons tantangan global yang dihadapi saat ini.
Narasi ini membawa implikasi besar dalam cara pandang umat Islam terhadap isu kesatuan dan perpecahan. Penyatuan Islam menjadi langkah awal yang esensial sebelum menghadapi tantangan yang lebih besar. Ini juga mengarahkan perhatian pada pentingnya menemukan titik temu antara berbagai pandangan Islam, baik Sunni maupun Syiah, serta antara kubu ideologis Salafi dan Sufi.
Di sisi lain, fokus pada Palestina sebagai simbol perlawanan terhadap bangsa Rum dan Dajjal menegaskan posisi eskatologis, bahwa upaya pembebasan Palestina dan pada akhirnya dunia Islam secara keseluruhan, tidak hanya bersifat politik, tetapi juga sebagai perjuangan spiritual dan etis.
Hal ini mendorong umat Islam untuk memahami konflik Palestina bukan sekadar isu politik regional, tetapi bagian dari narasi eskatologis yang lebih luas yang membutuhkan penyatuan dan perlawanan terhadap ketidakadilan global.
والله اعلم
Maman Supriatman (Akademisi/Penulis Buku Eskatologi Islam)
MS 20/11/24