KUNINGAN (MASS) – “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. Al-Maidah:90)
Kutipan dalil di atas menjelaskan bahwa melakukan perbuatan-perbuatan maksiat adalah termasuk perbuatan syetan, dan termasuk disebutkan didalamnya adalah judi, yang lagi marak saat ini adalah judi online, ada sebagian masyarakat beranggapan bahwa dengan bermain judi online ini bisa merubah kondisi perekonomian hidupnya. Ini menandakan bahwa kondisi perekonomian masyarakat Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Judi online ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat menengah kebawah, tetapi marak dilakukan oleh para wakil rakyat. Ini sebagai imbas dari kemajuan teknologi yang justru menimbulkan dua sisi pedang bermata dua, dimana kedua sisinya memiliki sifat yang bertolak belakang. Di satu sisi dapat berdampak positif, jika dipergunakan dengan betul dan semestinya. Di sisi lain justru dapat membawa malapetaka dan berimbas kerusakan jika disalahgunakan. Salah satu dampak penyalahgunaan teknologi adalah merebaknya situs-situs judi online. Bahkan yang lebih parahnya para wakil rakyat yang seharusnya berperan menjadi teladan di masyarakat justru ikut terjerat dalam kubangan kasus ini.
Berdasarkan penyelidikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diduga terdapat 82 orang anggota DPR yang terlibat di dalam kasus judi online ini.
Kemudian terdapat 1.000 lebih anggota dewan di pusat dan di daerah (DPR dan DPRD) yang ikut bermain judi online. Hal ini terungkap di dalam rapat komisi III DPR RI dengan PPATK pada Rabu (26/06/2024). Bahkan disebutkan setiap anggota legislatif dapat menyetorkan uang deposit mulai dari ratusan juta bahkan mencapai Rp 25 miliar. Sehingga perputaran uangnya pun dapat mencapai angka miliaran rupiah. (Kompas.com, 28/06/2024)
Namun DPRD sendiri menganggap sepele kasus ini bahakan tidak menganggap sebagai sebuah tragedi. Padahal hal ini merupakan kerusakan fatal karena berisiko akan terjadinya praktik korupsi. Karena jika kebutuhan judi online semakin tinggi, maka pelaku tentu akan mencari opsi atau jalan pintas untuk memenuhi tagihan judi onlinenya.
Memang ada upaya dari KEMENKOMINFO yang mencoba untuk menjegal merebaknya kasus judi online ini. Salah satunya dengan memberikan peringatan keras kepada para platfrom digital seperti X(Twitter), Telegram, Google, META, hingga TikTok untuk turut memebersihkan judi online ini. Dan jika tidak kooperatif akan dikenakan denda hingga Rp 500.000.000 pertahun. Namun, mengapa judi online ini semakin merebak dan tidak kunjung mereda?
Faktanya semakin meningkatnya kasus judi online yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh faktor minimnya literasi juga rendahnya tingkat ekonomi. Minimnya literasi. Terkadang ada yang mengira itu hanya sebuah permainan game online biasa, namun ternyata itu adalah situs perjudian yang berbentuk menyerupai sebuah game online pada umumnya. Selain itu pelaku judi online juga kebanyakan berasal dari masyarakat golongan bawah yang bergelut dengan tuntutan ekonomi. Ada juga yang mungkin hanya iseng sekedar coba-coba. Namun, akhirnya menimbulkan adanya sifat ketergantungan atau yang biasa disebut dengan kecanduan. Judi ini bersiafat candu seperti narkoba, jadi akan terus menerus dilakukan jika tidak dipaksa dihentikan.
Faktor utama atau hal yang menyebabkan merebaknya judi online di tengah-tengah masyarakat adalah bercokolnya sistem Kapitalis Sekuler di negeri ini, Di mana semua aktivitas manusia dipisahkan dari agama. Kapitalisme juga yang menjadikan sulitnya memberantas judi online sampai ke akar-akarnya.
Judi adalah perbuatan yang haram, sesuai Qs, Al-maidah:90. Namun, iman masyarakat sekuler lemah sehingga sangat mudah terperosok ke dalamnya. Karena mereka tidak yakin bahwa akan memenuhi kebutuhannya. Padahal, Allah-lah Yang Maha Pemberi Rezeki.
Islam mempunyai cara untuk memberantas judi online ini, diantaranya adalah meningkatkan ketekwaan individu dalam masyarakat. Tentu ketakwaan tidak mungkin terwujud dengan cara memisahkan agama dari kehidupan. Ketakwaan hanya akan terwujud ketika aturan-aturan agama dilibatkan dalam kehidupan.
Masyarakat pun harus dilibatkan dalam upaya pemberantasan judi online ini. Upaya amar makruf nahi mungkar terus digalakkan, saling mengingatkan akan bahaya dan rusaknya judi online terus digencarkan.
Negara yang akan menjamin terwujudnya kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak akan terlintas di benak masyarakat untuk bermain judi online. Negara’ juga yang akan memberikan sanksi yang tegas bagi si pelaku dan juga para bandar judi ini, atau siapa saja yang terlibat dalam perjudian ini.
Semua ini akan terwujud ketika Islam Rahmatan Lil alamiin tegak dimuka bumi ini.
Wallahu’alam bissowab.
Penulis : Airin
(Pelajar)