KUNINGAN (MASS) – Dunia pendidikan Kuningan, terutama di medsos, beberapa waktu belakangan ini cukup heboh dengan video ‘tidak pantas’ yang diupload.
Pada saat kuninganmass.com mengakses akun medsos miliknya, sebelum postingan tersebut pada akhirnya lenyap, pelaku mulanya mengupload video-video tidak senonoh dengan pemeran orang lain.
Namun di video terakhir, diduga, dia memerankan sendiri secara tunggal tanpa busana. Di video berdurasi 1 menit 59 detik tersebut, pelaku memerlihatkan adegan memegang alat vitalnya.
Hal itu menuai banyak reaksi yang beragam. Salah satunya dari aktifis perempuan, yang juga mahasiswi Dahana Fitriani.
Dirinya menyebut, kehebohan tersebut merupakan gambaran dari pendidikan, sekaligus fenomena menjual diri sebagai objek hasrat. Sebutan dalam istilah saat ini, Open BO.
“Yang membuat saya geram beberapa orang yang mengaitkan perihal open bo atau jual diri itu dengan Feminist,” ujarnya.
Hal itu karena katanya dengan itu mereka bebas akan dirinya atau tubuhnya. Mereka menyebut selama tidak merugikan orang lain itu adalah hak asasi.
Ia justru mempertanyakan, sejak kapan feminist support eksploitasi perdagangan manusia. Juga, hal yang perlu digaris bawahi, bahwa perilaku eksploitasi tubuh itu bagian dari eksploitasi, bukan hak asasi.
“Karena mau apapun alasannya yang mereka perjualkan adalah tubuh manusia bukan seperti halnya kue nastar yang bisa dijajakan dimana-mana, cara itu sama saja menjatuhkan kaum kita, wanita,” tegasnya.
Fenomena dimana Open BO dianggap cara mudah untuk mendapatkan uang, akan berbuntut panjang. Mulai dari kekerasan seksual, kehamilan dini, anak terlantar, aborsi, bahkan penyakit.
“Untuk itu menurutku, ditiap sekolah sex education perlu diajarkan kalo perlu masuk ke dalam kurikulum,” jelasnya.
Masalah-masalah seperti prostitusi, pelecehan seksual, kecanduan pornografi, kehamilan di luar nikah, solusinya, menurut Dahana, bukan dengan menutup semua akses tentang seks, blokir sana sini, melarang ini itu.
Justru, menurut Dahana, solusinya adalah memberi akses informasi seks yang benar dan pendidikan seks yg memadai yang memang menjadi hak anak, sehingga kasus seperti ini tidak terjadi lagi. (eki)