KUNINGAN (MASS) – Di tengah masyarakat, Sekolah Luar Biasa (SLB) masih kerap dipandang sebagai pilihan terakhir bagi anak-anak yang dianggap tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah umum. Anggapan ini keliru dan perlu diluruskan. SLB justru hadir sebagai ruang belajar yang dirancang khusus untuk membantu anak berkebutuhan khusus tumbuh dan berkembang sesuai potensi serta kebutuhan mereka.
Pandangan tersebut semakin terbantahkan melalui kegiatan observasi lapangan yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa Universitas Islam Al-Ihya (UNISA) Kuningan ke SLB Aulia Azzahra Ciawigebang pada 17 Desember 2025. Kegiatan observasi ini merupakan bagian dari tugas mata kuliah Pendidikan Inklusif yang diampu oleh Ibu Okky Ayu Setyowati, M.Pd. Melalui pengamatan langsung, terlihat bahwa SLB tidak sekadar menjadi tempat belajar, tetapi juga ruang pembinaan yang memberi arah, harapan, dan kesempatan bagi anak-anak dengan beragam hambatan perkembangan.
SLB Aulia Azzahra menunjukkan bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan lebih dari sekadar penerimaan. Di bawah kepemimpinan Bapak Yuyu Herdiana, M.Pd., sekolah ini melayani peserta didik dengan berbagai kondisi, mulai dari tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, hingga autisme, dengan pendekatan yang humanis dan tidak diskriminatif. Perbedaan dipandang bukan sebagai penghalang, melainkan sebagai tantangan yang dihadapi dengan empati dan profesionalisme.
Menjadi pendidik di lingkungan SLB pun bukan perkara mudah. Guru tidak hanya dituntut menguasai materi pelajaran, tetapi juga memiliki kesabaran, kesiapan mental, serta pemahaman psikologis yang kuat. Proses penyesuaian bagi guru yang bukan berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa menjadi langkah penting agar layanan pendidikan benar-benar berpihak pada kebutuhan peserta didik.
Selain pembelajaran akademik, SLB Aulia Azzahra juga memberikan perhatian besar pada pengembangan keterampilan hidup. Program vokasi seperti tata boga, tata busana, kerajinan tangan, hingga seni tari dan vokal menjadi sarana bagi siswa untuk mengembangkan potensi diri dan membangun kepercayaan diri. Prestasi siswa yang kerap tampil dalam berbagai kegiatan resmi hingga tingkat provinsi menjadi bukti bahwa keterbatasan tidak menutup peluang untuk berdaya dan berprestasi.
Sudah saatnya masyarakat menghentikan stigma negatif terhadap SLB. Sekolah ini bukan tempat bagi anak-anak yang gagal, melainkan ruang pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan sejati bukan tentang siapa yang paling cepat memahami pelajaran, tetapi tentang seberapa tepat layanan pendidikan diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap anak.
Penulis: Ega Anggraeni, Anita Rianjani, Devi Kurniawati, Sri Rizkiah, mahasiswa PGSD Unisa Kuningan
