Connect with us

Hi, what are you looking for?

Netizen Mass

Sisi Balik Konsep Pesantren Ramah Anak

KUNINGAN (MASS) –  Kasus kekerasan terhadap anak, terutama berbasis kekerasan seksual, masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Bahkan, kejahatan itu seakan tidak melihat potensi latar belakang pelaku maupun tempat peristiwa, termasuk di institusi berbasis agama Islam, seperti pondok pesantren. Tentu ini menjadi momok yang menakutkan bagi wali santri dan lingkungan sekitar.

Peristiwa inipun seringkali berulang setiap tahunnya. Walhasil pemerintah pun geram dengan kondisi yang ada, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati atau Bintang Puspayoga menuturkan akan menjalankan lima isu prioritas arahan Presiden. Yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan di bidang kewirausahaan yang berperspektif gender; peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan anak; penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak; penurunan pekerja anak; dan pencegahan perkawinan anak.

Harapannya anak-anak Indonesia dapat memeroleh pendidikan yang terbaik dalam lingkungan yang aman dan nyaman, apalagi berada dalam pendidikan berasrama yang berbasis agama. Inilah konsep turunan dari arahan presiden, yaitu pesantren ramah anak.

Konsep Pesantren Ramah Anak

Pesantren ramah anak digagas bukan sekadar program kampanye anti kekerasan terhadap anak, melainkan upaya membenahi kembali kurikulum pesantren yang sistematik. Menurut Child Protection Specialist Unicef Muhammad Zubedy Koteng menuturkan pesantren ramah anak merupakan upaya peningkatan kapasitas pendidik, pengelola pesantren, santri, serta mendorong pesantren agar meningkatkan mutunya. Didalamnya akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi kemasyarakatan, pemerintah, serta pesantren itu sendiri.

Lantas bagaimana sebenarnya konsep pesantren ramah anak itu? Berdasarkan pertimbangan, pemerintah menyusun menjadi tujuh konsep. Pertama, menyenangkan untuk pertumbuhan anak. Kedua, memberikan pemenuhan atas hak-hak anak. Ketiga, memberikan perlindungan terhadap anak. Keempat, memberikan sumbangsih yang nyata. Kelima, menjadikan lingkungan pembelajaran yang ramah. Keenam, menjadikan semua santri tidak hanya cerdas tetapi juga tangguh, religius, berakhlak mulia, mampu menjawab tantangan di era globalisasi. Ketujuh, membentuk tim penanganan kasus.

Hal diatas tentu langsung dipublikasikan ke daerah-daerah di Indonesia agar dijalankan oleh lingkungan pesantren. Hasilnya, ada sekitar 25 pondok pesantren dari berbagai wilayah Indoneia mendeklarasikan pembentukan jaringan pondok pesantren ramah anak atau JPPRA. Diketuai oleh Agung Firmansyah menyatakan komitmennya untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak, terlebih di lingkungan pendidikan dengan mengatasnamakan pesantren.

Itulah yang akan diusahakan oleh pemerintah yang bekerja sama dengan pihak-pihak terpenting di pesantren, atau relawan, ataupun tokoh masyarakat.

Sisi Balik Pesantren Ramah Anak

Keberadaan pesantren ramah anak memang bisa mencegah kekerasan di masyarakat, khususnya pesantren. Hanya saja itu tidak bisa menyelesaikan permasalahan hingga tuntas. Mengapa? Sebab pendidikan saat ini masih melihat hasil akhir, bukan perubahan kurikulum yang berdasarkan akidah Islam.

Konsep yang ditawarkan pun belum sepenuhnya menyelesaikan penyebab kekerasan, lebih kepada meminimalisir. Sehingga ada kemungkinan bermunculan kembali kekerasan pada anak di lingkungan pesantren.

Lantas, apa penyebab sebenarnya? Pada hakikatnya pesantren dikenal sebagai teraman untuk menitipkan putra-putri, karena percaya pada sistem pendidikan Islam di dalamnya, dan aturan yang mengarahkan pada perubahan akhlak.

Faktanya kondisi pesantren jauh dari kata ‘aman’. Tindak kekerasan di pesantren menjadi salah satu mata rantai yang saling terkait dengan tindakan kekerasan di berbagai sekolah. Menuntaskan akar masalahnya kekerasan bukan hanya menjadi tanggung jawab pesantren, melainkan masyarakat juga yang utama ialah negara. Rentannya lingkungan pesantren dari tindakan kekerasan diduga kuat karena dampak dari penerapan sistem sekularisme.

Tak hanya itu, pemberian sanksi berat pada pelaku kekerasan, tetapi membiarkan sistem penyubur kekerasan tetap eksis di tengah kehidupan. Menurut Ustazah Rahmah, seorang muslimah aktivis dakwah menguraikan penyebab utama terjadinya kekerasan dalam lembaga pendidikan. Pertama, negara belum memberi regulasi mencegah kekerasan. Kedua, lingkungan dan media yang penuh kekerasan. Ketiga, sekolah dan kurikulum belum mampu mencegah kekerasan.

Oleh sebab itu, solusi-solusi yang saat ini ditawarkan belum teruji dan tidak mampu memutus rantai persoalan, bahkan terbukti mandul dalam menghentikan kekerasan pada anak/pelajar.

Sistem Islam

Pesantren tetaplah menjadi harapan umat Islam untuk menjadi lembaga pendidikan yang bisa memahamkan anak dengan pemahaman agama, apalagi di tengah penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Maka, sudah semestinya negara menjadi pihak paling bertanggung jawab dalam menciptakan rasa aman dan perlindungan seutuhnya bagi masyarakat, termasuk anak.

Mubaligah nasional, Ustazah Kholishoh Dzikri memberikan empat langkah yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, membangun asas kehidupan bernegara berdasarkan akidah Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah, termasuk akan melarang keras paham kebebasan (liberalisme).

Kedua, menutup rapat semua pintu terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual, baik berupa tontonan, tayangan/iklan yang mendorong bangkitnya syahwat dan seksualitas.

Ketiga, memberilan sanksi tegas yang membuat jera pelaku dengan menerapkan had (hukuman) Islam atas pelaku pelecehan seksual, perkosaan, ataupun tindak pidana lainnya dengan hukuman jilid, rajam, atau hukuman lain yang lebih berat sesuai tindak pidana yang dilakukan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Keempat, negara membangun ketakwaan individu setiap rakyat dan mendorong untuk selalu taat dalam menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.

Maka, dengan melakukan hal-hal tersebut, masyarakat akan merasakan keamanan dan lingkungan pesantren pun terhindar dari kekerasan pada anak.

Wallahu’am bishshawab.

Citra Salsabila

(Pegiat Literasi)

1 Comment

1 Comment

  1. Rosyidah

    7 Agustus 2023 at 12:19

    MasyaAllah….islam satu satunya solusi yang shohih
    Menuntaskan kekerasan terhadap anak di pesantren

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Netizen Mass

Allah Swt. berfirman,كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ …Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Indonesia memiliki kebudayaan yang beragam. Mulai dari Aceh hingga Papua dengan kekhasan masing-masing daerah. Budaya inilah yang terus dipertahankan hingga saat...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Pandemi telah melumpuhkan sektor manapun. Mulai dari para pekerja yang banyak di PHK hingga pelaku usaha yang berkurang pemasukannya. Adanya pemberlakuan...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Kedatangan Presiden Jokowi ke daerah Cirebon-Kuningan sudah lama direncanakan. Tetapi kehadirannya baru terlaksana kemarin pada hari Selasa tanggal 31 Agustus 2021....

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Air merupakan sumber utama kebutuhan manusia. Tanpa kehadirannya tentu banyak yang meninggal. Selain itu, bisa terjadi kekeringan yang luar biasa melanda...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Gelombang Covid-19 di Indonesia semakin menggila. Tercatat per hari bisa mencapai 100 kasus yang positif. Ini menunjukkan bahwasannya kasus Covid-19 sudah...

Advertisement
Exit mobile version