KUNINGAN (MASS) – Salah satu tokoh Desa Cisantana Kecamatan Cigugur yang mengaku dikuasakan penyelesaian tanah, H Abidin SE, menyerang pernyataan Kabid Asset BPKAD Jhon Rahardja yang menyebutkan bahwa sertifikat warga itu, hadir belakangan sebelum jalan. Tak tanggung-tanggung, Abidin menyebut Jhon dengan kata yang cukup keras. Jhon ngigau, kayak pejabat frustasi.
Pernyataan keras H Abidin yang juga pemilik wisata Curug Landung itu disampaikannya pada Senin (14/4/2025) kemarin. Dalam paparan panjangnya, Abidin juga sempat menyinggung lembaga berwenang soal pertanahan, yakni ATR/BPN.
“Pernyataan Pa Jhon itu hal yang wajar, saya menduga Pa Jhon itu sedang mengigau atau mungkin baru bangun tidur,” kata Abidin, mengawali kritiknya soal pernyataan Jhon perihal sertifikat warga atas nama Irene Lie yang keluar tahun 2022.
Ia juga menuding Jhon Rahardja sebagai Kepala Bidang Asset BPKAD, tidak mengetahui detail tentang permasalahan jalan tersebut dari awal hingga saat ini. Jhon dianggap hanya tahu sekarang saja saat jalan sudah ada.
“Karena kita juga mengklaim itu berdasarkan berbagai data yang kita miliki, bukan cuma sertifikat,” jelas Abidin.
Saat itulah ia menyinggung perihal riwayat tanah yang otoritasnya ada di ATR/BPN. Status tanah, Abidin berujar, terarsipkan riwayatnya dengan jelas disana. Ia bahkan menantang untuk cek legal formalnya ke BPN. Dan masih menurut Abidin, pernyataan Jhon saat ini membuat suasana memanas. Ia balik menyayangkan statement Jhon.
“Kita sudah mulai mengkerucut pada kesepakatan untuk berdialog sementara pernyataan Pa Jhon ini bikin suasana jadi seolah panas lagi,” kata lelaki yang menjabat sebagai Ketua PP Dewiku tersebut.
Dalam paparannya, Abidin, yang juga mantan Anggota DPRD itu yakin pernyataan Jhon tidak mewakili pemerintah, tapi pribadi. Kata Abidin, jika mewakili pemerintah, tentu pernyataanya akan lebih hati-hati, karena kaitannya dengan hak masyarakat.
Abidin menduga, Jhon tidak tahu kapan lahan tersebut disertifikatkan. Jhon, lanjut Abidin, hanya membagas sertifikat yang dibalik nama atas nama Irene Lie, yang memang terbit 2022. Di akhir, Abidin menyarankan bahwa permasalahan ini harus bisa didudukan satu meja dengan kepala dingin, agar benar-benar jelas dan dimengerti semua pihak. (eki)