KUNINGAN (Mass) – Setelah billboard, bando dan baliho bergambar M Ridho Suganda MSi (Edo) marak, belakangan ini giliran brand BAPUK mulai merebak. Bukan hanya muncul di medsos, brand itu pun sudah mulai dipasang di kaca depan dan belakang sejumlah mobil pribadi.
Seperti yang terpantau kuninganmass.com di ruas jalan Kuningan-Cirebon, sempat melihat adanya mobil jenis jeep yang memasang brand tersebut. Begitu pula di medsos, sejumlah pemilik akun secara sukarela memasangnya.
Setelah dizoom dari akun medsos, BAPUK ternyata singkatan dari Balad Acep Purnama Untuk Kuningan. Sebagian kalangan menilai, para loyalis dan simpatisan Acep kini mulai bangkit.
“Pengamatan saya sebelumnya, di kala para bakal calon bupati lain gencar sosialisasi, justru pak Acep yang kini menjabat bupati, belum kelihatan unjuk gigi. Nah dengan adanya BAPUK ini, saya melihat itulah kebangkitan para loyalisnya,” kata salah seorang pemerhati sosial politik, Adi Rahmat Hidayat ST, Kamis (23/3/2017).
Adi memperkirakan, pertarungan pilkada 2018 di Kuningan bakal seru. Pasalnya, tokoh politik yang berambisi untuk manggung nanti cukup banyak. Justru dirinya melihat, pertarungan di tubuh PDIP yang paling menarik. Sebab disamping sekarang jadi partai penguasa, kader yang berniat maju pun paling banyak.
“Karena saya melihat akan banyak kader PDIP yang ikut bursa penjaringan. Sekarang saja sudah kelihatan, ada pak pak Acep Purnama, pak Rana Suparman, pak M Ridho Suganda, pak Dede Sembada, pak Ahmad Yani, mungkin saja pak Ade Petruk dan pak Deni Erlanda,” sebutnya.
Jika melihat ketokohan, Adi menilai ada 3 figur kuat dari PDIP untuk ukuran sekarang. 3 kekuatan tersebut tidak terlepas dari kubu Cigugur, Bayuning dan Winduhaji. Ketiga kubu inilah yang menurutnya bakal bersaing sangat ketat.
“Kalau memang PDIP mau satu paket, maka saya melihat 3 figur tersebut yang diperhitungkan. Bisa pak Acep dengan pak Rana, pak Acep dengan pak Edo (M Ridho), atau mungkin saja pak Rana dengan pak Edo,” prediksinya.
Namun pemaketan tersebut berkonsekuensi pada keretakan hubungan jika memang terpilih nanti. Tak heran jika nama Dede Sembada, Ahmad Yani, Deni Erlanda dan Ade Petruk dapat menjadi alternatif pilihan pasangan.
“Artinya, mereka (Dede Sembada, Ahmad Yani, Deni Erlanda dan Ade petruk) bisa jadi kuda hitam untuk pendamping di saat 3 kekuatan besar bertarung sengit. Meskipun sebetulnya berpasangan dengan mereka, tetap saja berpeluang pada disharmonisasi jika nanti menang. Namanya juga politik,” ucapnya.
Dari situlah, imbuh Adi, dibutuhkan kejelian DPP PDIP dalam menetapkan keputusan. Disamping memperhatikan hasil survey popularitas dan elektabilitas, DPP juga perlu mempertimbangkan keharmonisan hubungan diantara para tokoh tersebut. Karena itu sangat berimbas pada sukses atau tidaknya penyelenggaraan pemerintahan kelak. Muaranya, sambung dia, citra partai dipertaruhkan.
“Paket yang mana yang peluang retaknya paling kecil, disamping memperhatikan paket mana yang bisa mendulang suara paling banyak. Karena kalau bicara retak atau disharmonis, saya kira dalam politik itu telah menjadi sesuatu yang lumrah. Tinggal melihat paket mana yang paling kecil potensi retaknya,” pungkas Adi. (deden)