KUNINGAN (MASS) – Warga Kuningan ramai-ramai menyaksikan acara sapton dan panahan tradisional di lapangan sepak bola Desa Ancaran, Sabtu (1/9/2022) kemarin. Acara dimulai sejak pukul 13.00. Sudah sejak pukul itu juga, warga Kuningan telah ramai berkumpul untuk menyaksikan acara tersebut.
Dari pantauan Kuninganmass, acara sapton dan panahan tahun ini sangat ramai. Sampai-sampai area parkiran penuh. Di sepanjang sisi jalan baru, dari kantor JNE sampai pom bensin, banyak kendaraan terparkir.
Sapton dan panahan tradisional diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Kuningan Ke-524. Ini merupakan gelaran rutin setiap tahun. Meskipun dua tahun sebelumnya sempat ditiadakan karena kasus pandemi COVID-19.
“Makna dari saptonan ini, menyampaikan kepada kita generasi sekarang, bagaimana kehidupan jaman dulu di Kuningan. Bagaimana terdiri dari kademangan-kademangan, raja-raja kecil, dan lain sebagainya dimana mereka berbuat untuk kesejahteraan masyarakatnya,” jelas Acep Purnama, Bupati Kuningan dalam sambutannya.
Acara dimulai dengan parade kademangan dari berbagai kecamatan di Kuningan. Dengan menggunakan pakaian khas daerah, mereka melakukan tarian dan atraksi tradisional.
Setelah parade, kegiatan berikutnya adalah saptonan yang merupakan salah satu warisan leluhur Kabupaten Kuningan. Peserta menunggangi kuda dan melemparkan tombak ke dalam lubang yang berada di bawah ember. Ember tersebut digantung di antara dua tiang menggunakan tali.
Selesai kegiatan saptonan, dilanjutkan dengan panahan yang dilakukan oleh Bupati Kuningan dan jajarannya. Membidik target yang sudah disiapkan oleh panitia menggunakan panah.
Meskipun sempat diguyur hujan, sambil berlindung di bawah tenda yang sudah disiapkan panitia, penonton tetap bersemangat menyaksikan acara tersebut. Acara tetap berjalan lancar dan selesai pukul 16.30 WIB sore.
Untuk diketahui, Saptonan sendiri merupakan tradisi yang menggambarkan Kerajaan Kajene (Kuningan) pada zaman dahulu. Awalnya, saptonan merupakan acara rutin setiap hari Sabtu setelah kegiatan seba upeti (persembahan hasil bumi) yang dilaksanakan di sekitar Kerajaan Kajene. (asep/mgg)