KUNINGAN (Mass) – Kendati putusan MK menetapkan calon kepala desa boleh orang luar, namun sejumlah kades dan pamong desa berpendapat lain. Kali ini Sekretaris Desa Ancaran Kecamatan Kuningan, Ade Wahyudin yang angkat bicara.
“Putusan MK no 128/PUU-XIII/2015 memang seperti itu. Aturan soal KTP ada di UU No. 6/2014 tentang Desa. Tapi dianggap bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28c ayat 2 ‘Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya’,” papar Ade kepada kuninganmass.com Rabu (29/3/2017).
Jadi, imbuh Ade, syarat KTP setempat dan berdomisili minimal setahun untuk calon kades dianggap tidak sesuai dengan beleid (kebijakan) di atas. Tahun 2015, dirinya termasuk panitia pilkades di Ancaran, dan syarat tersebut juga ada di Perda Kuningan no 14/2015 Pasal 12 huruf g.
“Huruf g itu bunyina ‘Terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran. Tapi tidak jadi masalah karena 3 calon memang memiliki KTP Ancaran,” ucapnya.
Ditanya pendapat pribadi, Ade menyebut, seorang kades lebih bagus orang lokal. Sebab jadi kades itu harus paham semua hal tentang desa yang dipimpinnya. Apalagi kades terpilih harus mewujudkan visi misi kampanyenya dalam RPJMDesa.
Sebenarnya, tambah Ade, dalam Perda ada sedikit kelonggaran. Pasal 12 huruf g Perda Kuningan no 14/2015 berbunyi ‘Terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran atau Putera Desa yang dibuktikan dengan surat pernyataan sebagai putera desa, disaksikan oleh 2 (dua) orang dan diketahui Kepala Desa/Penjabat Kepala Desa dan Camat.
“Putra desa di situ kira-kira begini, Putera Desa yang merantau dan pindah kependudukan lalu kembali ke daerah asal dan mencalonkan diri menjadi kades,” jelasnya.
Dengan begitu, Ade menilai perda 14/2015 khususnya pasal 12 huruf g sudah ideal. Terlebih bicara soal Desa Ancaran yang kompleks, orang yang baru pindah akan sulit memahami, apalagi memimpin. Namun, sambungnya, apa daya aturan berbicara lain. (deden)