Studi Tentang Rancangan Strategi Pemberdayaan Aktifitas Potensi Ekonomi Masjid, Sebagai Jalur Alternatif Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Kuningan
Pengalaman pembangunan ekonomi Indonesia yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar cenderung bebas seperti tidak berjalan dengan prinsip keadilan sering menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial baru di masyarakat dengan berbagai macam bentuknya, di antaranya kesenjangan antara orang kaya yang semakin kaya dan orang miskin yang semakin miskin. Menurut Ruslan; 2012 kesenjangan tersebut merupakan akibat dari tidak terciptanya distribusi yang adil di masyarakat.
Penurunan jumlah kemiskinan yang saat ini terjadi sepertinya belum dirasakan secara menyeluruh dan masih terjadi kesenjangan yang menuntut semua pihak merumuskan kembali strategi pembangunan yang sesuai untuk diterapkan secara aplikatif, sehingga tidak terdapat lagi masyarakat yang tergeser, terjepit, dan terpinggirkan, Agung Eko 2013.
Kemiskinan menjelma menjadi sebuah permasalahan yang selalu hadir di setiap negara, baik dalam bentuk kemiskinan yang sifatnya absolut maupun kemiskinan relatif.
Masalah kemiskinan ini harus diupayakan penyelesaiannya dengan segera dan berlaku menyeluruh, sebab jika tidak mampu diselesaikan, maka akan menjadi permasalahan yang dapat mengganggu aktivitas perekonomian yang mengganggu pelaksanaan pembangunan bahkan bukan tidak mungkin mengarah pada hal anarkis yang justru akan merusak hasil pembangunan.
KONDISI KEMISKINAN DI KABUPATEN KUNINGAN
Dalam periode 2013-2018, tingkat kemiskinan penduduk di Kabupaten Kuningan secara umum mengalami penurunan dari 13,34% menjadi 12,22%. Demikian halnya dengan jumlah penduduk miskin juga semakin menurun dari 139,40 ribu jiwa menjadi 131,16 ribu jiwa. Indeks Kedalaman Kemiskinan sebesar 1,73% dan Indeks keparahan kemiskinan sebesar 0,40% di tahun 2018.
Berdasarkan hasil Susenas karakteristik demografi rumah tangga miskin di Kabupaten Kuningan adalah: 90,57% kepala rumah tangga miskin laki laki, rata-rata kepala rumah tangga berusia 50 tahun, rata-rata anggota rumah tangga miskin sebanyak 5 orang. Karakteristik sosial ekonomi: 92,10% berpendidikan tamat SMP ke bawah, 45,27% tidak bekerja, 75,34% pengeluaran rumah tangga untuk makanan. Karakteristik perumahan yaitu 80.13% memiliki tempat tinggal milik sendiri dengan lantai terluas bukan tanah 98.92%, dinding terluas tembok sebanyak 94,13%, atap terluas beton atau sirap sebanyak 96,97%, menggunakan jamban sendiri 92.68% dan menggunakan sumber air layak sebesar 80,09%. (Leisa, 2019)
Apabila dilihat dari sisi jumlah pada tahun 2018 penduduk menurut agama dan kepercayaannya maka Kementrian Agama Kabupaten Kuningan mencatat 98,74 % penduduk Kabupaten Kuningan atau sejumlah 1.133.731 jiwa.
Dengan tidak sama sekali menggeneralisir bahwa kemiskinan adalah entitas dari agama tertentu (dalam hal ini Islam), justru tulisan ini dibuat sebagai pencerahan karena secara teori bahwa dalam pandangan Islam tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam sekalipun Ahl al- Dzimma (warga negara non-muslim) menderita lapar, tidak berpakaian, menggelandang (tidak bertempat tinggal), dan ajaran Islam menyatakan perang terhadap kemiskinan dan berusaha keras untuk membendungnya serta mengawasi kemungkinan penyebab yang dapat menimbulkannya (Al Qardhawi, 2002).
Hal itu harus dilakukan dalam rangka kepentingan yang lebih besar yaitu menyelamatkan akidah, akhlak dan perbuatan, memelihara kehidupan rumah tangga, melindungi kestabilan serta ketenteraman masyarakat, di samping mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.
Artinya Islam adalah agama yang mengajarkan dan melarang pengikutnya (ummat) menjadi orang miskin dan menjadi beban bagi orang lain, bahkan dalam kutipan hadis lainnya terungkap juga bahwa “Manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya (bukan menjadi beban).”
Hal menarik lainnya adalah terdapat fenomena menarik di Kabupaten Kuningan bahwa dari tahun 2018 ke tahun 2019 terjadi peningkatan penerimaan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) di Kabupaten Kuningan meningkat sebesar 10,12 persen dari 16,381 milyar di tahun 2018 menjadi 18,039 milyar di tahun 2019. Sekitar delapan puluh persen (80 %) berasal dari penampungan ZIS jalur desa dimana pemerintahan dan masjid menjadi motor penggerak pengumpulan ZIS-nya.
Sementara fenomena lainnya adalah pengumpulan uang infak dari jamaah sholat jumat yang juga terhitung besar setiap pekan dan setiap masjidnya, walaupun tidak ada besaran pasti untuk menghitung jumlah dana tersebut akan tetapi bila di lihat dari 811 buah masjid yang mengadakan sholat jumat di Kabupaten Kuningan maka perkiraan jumlah dana besar yang akan dapat dikumpulkan setiap pekannya adalah merupakan sebuah kekuatan yang luar biasa untuk membangun ummat islam menjadi lebih memiliki kemampuan untuk bertahan sesulit apapun kondisi perekonomian yang menghadang.
MASJID SEBAGAI SARANA PEMBERDAYAAN UMMAT
Masjid dapat menjadi sentral kekuatan masyarakat. Dimasa lalu, pada masa Nabi, masjid dapat diperankan secara maksimal sebagai sentral masyarakat Islam untuk berbagai kegiatan. Pada saat ini masjid memiliki fungsi sebagai tempat ibadah / pembinaan iman/taqwa, sosial kemasyarakatan, peningkatan pendidikan dan pembinaan SDM serta pengembangan sekonomi. Umumnya dari empat fungsi ini hanya yang pertama saja yang terlaksana sementara fungsi lainnya belum optimal (Sutarmadi, A, 2001)
Untuk mengoptimalkan fungsi tersebut perlu dilakukan identitifikasi untuk meningkatkan kapasistas masjid dan pengurusanya agar mampu menjalankan fungsinya. Potensi pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis masjid sangat diperlukan sebagai motor penggerak, kondisi ini didasari dari fungsi masjid bukan saja sebagai tempat ibadah tetapi juga dapat menjalankan fungsi sosial ekonomi, maka sudah barang tentu masjid yang memiliki ekonomi potensial dapat digerakkan menjadi ekonomi produktif dalam rangka pengentasan kemiskinan sehingga kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik.
Fenomena kemiskinan dapat dilokalisir menjadi persoalan kelembagaan. Dalam pandangan ekonomi kelembagaan, dimana kelembagaan ini dimengerti sebagai regulasi perilaku atau aturan yang secara umum diterima oleh anggota suatu kelompok sosial yang pelaksanaannya dapat diawasi secara internal (self-policed) maupun eksternal (external authorithy), (Rutherford;1994).
Lebih lanjut, (North;1994) menjelaskan bahwa kelembagaan adalah penciptaan rintangan bagi kemungkinan perilaku menyimpang manusia yang keberadaannya diatur dalam struktur interaksi politik, ekonomi, dan sosial. Aturan tersebut dapat termaktub dalam informal constraints (misalnya, sanksi, tabu, tradisi, dan budaya) dan formal rules (misalnya, konstitusi, hukum, dan hak kepemilikan).
Timothy J. Yeager;1999, menambahkan bahwa kelembagaan adalah aturan main (rules of game) yang dapat memapankan hubungan antar individu dalam masyarakat. Kelembagaan ini diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian yang selalu membayangi dalam setiap interaksi antar manusia melalui penciptaan pola perilaku yang jelas dan tegas. Singkatnya, kelembagaan dapat dimaknai sebagai pedoman yang digunakan antar pelaku (ekonomi) sehingga masing-masing pihak memperoleh kepastian dalam menjalankan kegiatannya.
Dari beberapa konsep tentang kelembagaan diatas maka sangatlah relevan menjadikan masjid sebagai lembaga yang selain bersifat kemasyarakatan (horisontal) juga memiliki dimensi ke Tuhanan (vertikal) dalam hal pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kuningan.
Kemiskinan yang terjadi banyak di sebabkan karena adanya distribusi pendapatan yang tidak merata, hal ini memberikan peluang pada kesenjangan sosial dan ekonomi, sehingga diperlukan usaha meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya Rumah Tangga Miskin (RTM) dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil dengan memberdayakan ekonomi masyarakat salah satunya adalah berbasis masjid.
KONSEP PEMBERDAYAAN EKONOMI KEMASYARAKATAN
Secara ekonomi, indonesia merupakan bagian dari negara besar di dunia yang struktur ekonominya sangat timpang. Hal ini terjadi karena basis ekonomi yang strategis hanya dimonopoli oleh segelintir orang, yaitu kalangan feodal_tradisional dan masyarkat modern kapitalis dengan konsep ekonomi “ribawi”. Istilah pemberdayaan masyarakat mangacu pada kata empowerment yang berarti penguatan yang bermakna sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarkat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarkat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarkat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka. Maka pendekatan pemberdayaan masyarkat yang diharapkan adalah yang dapat memposisikan individu sebagai subyek bukan obyek (Setiana, L., 2007).
Suharto, E.,2005 menyatakan bahwa dalam pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam
a. memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan saja mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan
b. menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan
c. berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi keputusan mereka.
DATA PROFIL MASJID
Seperti telah diungkap diatas bahwa secara potensial masjid memiliki peluang untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk berperan dalam penyelesaian masalah kemiskinan secara kewilayahan (didesa masing-masing dimana masjid tersebut berada). Dapat diketahui secara umum pula bahwa masjid di Kabupaten Kuningan memiliki kepengurusan yang lengkap dan lebih terfokus pada kegiatan peribadatan atau ibadah ritual sedangkan potensi sosial ekonomi secara umum masih belum mendapatkan perhatian secara seksama untuk pengembangannya, ini dapat terlihat masih belum terisinya data profil masjid dari bidang simpan pinjam (BMT), konsultan hukum, dan Klinik kesehatan. Dengan kondisi demikian memberikan peluang untuk dilakukan pengembangan dan peningkatan kualitas pemberdayaan masjid untuk kesejahteraan umat terutama di lingkungan sekitar masjid.
Mengurai masalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat juga merupakan kewajiban dari Masjid sehngga tidak ada lagi jamaah / masyarakat yang enggan melakukan ibadah dikarenakan kekurangan / kemiskinan yang dialaminya.
Perlu diperhatikan pula oleh institusi yang melakukan pembinaan terhadap masjid agar potensi dan asset masjid dapat didata secara terartur dan berkala sehingga pengoptimalan potensi dan asset masjid dapat dibina dengan konsep yang sesuai dengan kewilayahan dan keunggulan masing-masing.
Pembinaan penggunaan asset dan potensi masjid menjadi lebih bernilai ekonomis bagi penduduk disekitarnya ini juga bagian dari penyeimbangan terhadap potensi masjid desa yang terkadang tidak merata menjadi lebih terdistribusi dengan baik diseluruh Kabupaten Kuningan.
KONSEP PEMBERDAYAAN EKONOMI POTENSIAL MASJID
Pemberdayaan ekonomi potensial menjadi ekonomi produktif berbasis masjid yang dapat diakses oleh umat khususnya fakir miskin yang memiliki keinginan dan kemauan untuk berusaha mengembangkan potensi diri. Adapun konsep manajemen pengelolaan potensi masjid adalah sebagai berikut :
KEKUATAN (Strenghts)
– Posisi Strategis masjid mudah untuk di jangkau masyarakat
– Infrasturktur masjid secara umum sudah memada
– Aset ekonomi Potensial Masjid secara umum cukup memadai
– Jamaah masjid cukup banyak
– Ada Organisasi kepengurusan masjid sekaligus pengelola Baitul Maal
KELEMAHAN (Weakness)
– Visi dan Misi serta pemahaman kepengurusan/organisisasi masjid dalam pemberdayaan ekonomi umat belum tertulis dengan jelas
– Belum ada lembaga yang langsung menangani pemberdayaan umat Seperti lembaga keuangan mikro syariah/BMT
– Belum ada tenaga terlatih dalam manajemen keuangan masjid
– Belum ada kerjasama dengan lembaga keuangan /pemerintah.
PELUANG (Opertunities)
– Beberapa Masjid memiliki donatur tetap
– Masjid memiliki Aset ekonomi potensial dari ZIS
– Masjid memiliki asset infrastruktur yang dapat dikembangkan untuk pemberdayaan ekonomi umat.
– Posisi strategis masjid mudah diakses jamaah.
STRATEGI Strenghts-Opertunities (SO)
– Kemudahan diakses oleh jamaah merupakan keunggulan yang dapat dikembangkan karena dengan fungsi masjid sebagai tempat ibadah yang selalu dikunjungi umat memberikan peluang untuk pengembangan ekonomi umat.
– Penerimaan ZIS dari masyarakat yang saat ini dikelola oleh pengurus / organisasi masjid bersifat baitul maal dan ditunjang donator tetap dapat merupakan modal dasar dalam pengembangan pemberdayaan ekgonomi umat berbasis masjid.
– Kepengurusan /organisasi masjid merupakan langkah awal dalam pembentukan lembaga pemberdayaan ekonomi umat seperti BMT.
STRATEGI Weaknes-Opertunities (WO)
– Perlunya pemahaman kepengurusan masjid dalam pemberdayaan ekonomi umat dengan mengikutsertakan pelatihan-pelatihan kader masjid untuk menambah wawasan dan kapasitas pengurus masjid.
– Perlunya dibentuk lembaga pemberdayaan ekonomi umat seperti BMT dengan memanfaatkan aset ekonomi potensial dan aset infrastruktur yang dimiliki masjid
– Perlunya donator yang memiliki kepedulian pengembangan ekonomi umat serta melakukan kerjasama dengan instansi perbankan syarian dan lembaga pemerintah sebagai donatur untuk pemberdayaan ekonomi umat seperti BMT yang akan sangat mudah diakses oleh umat dengan melihat posisi strategis masjid.
ANCAMAN (Threats)
– Tidak ada bagi hasil untuk masjid yang dapat digunakan untuk operasional masjid dan pengelola dengan konsep syariah dalam pengelolaan ZIS dari umat melalui Baitul Maal
– Adanya lembaga lain dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat
– Tidak ada ZIS dari donatur tetap yang tertatik dalam pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid
– Tidak ada Lembaga keuangan syariah yang bekerjasama dengan masjid
STRATEGI Strenghts-Threats (ST)
– Mengoptimalkan kepengurusan masjid untuk dapat membentuk lembaga pemberdayaan umat seperti BMT dengan menghimpun dana ZIS dari donatur dan lembaga keuangan syariah lainnya sehingga masjid memiliki peran ganda sebagai tempat ibadah dan pemberdayaan ekonomi umat .
STRATEGI Weaknes-Threats (WT)
– Membentuk pemahaman pengurus masjid untuk mengoptimalkan dana potensial masjid dari ZIS untuk pemberdayaan ekonomi umat
– Menyiapkan program kerjasama dengan lembaga keungan syariah untuk pemberdayaan ekonomi umat serta meningkatkan peran serta masyarakat mampu untuk menjadi donatur ZIS sesuai syariah melalui lembaga pemberdayaan umat seperti BMT yang berbasis masjid.
Keseluruhan konsep SWOT pemberdayaan ekonomi potensial masjid ini dikutip dari PEMBERDAYAAN EKONOMI POTENSIAL MASJID SEBAGAI MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN penulis Rozzana Erziaty; Dosen Program Studi Ekonomi Syariah | Fakultas Studi Islam Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin Indonesia | erziatyrozzana@gmail.com |
PENUTUP
Semua penjelasan di atas terkait dengan pemberdayaan fungsi sosial masjid dan peluang pengentasan kemiskinan di Kabupaten Kuningan. Potensi besar yang dimiliki ummat Islam secara mandiri sebenarnya cukup untuk membantu mengentaskan kemiskinan, karena bagi ummat islam hidup memberikan manfaat akan lebih baik dari pada menjadi hidup menjadi beban orang lain.
Mengutip perkataan dari KH. Abdullah Gymnastiyar bahwa mulailah dari yang kecil, mulai dari diri sendiri dan mulailah dari sekarang untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Leisa, RA Triana, “Kemiskinan di Kabupaten Kuningan 2013 s.d. 2018”, BPS Kabupaten Kuningan hal. xiii.
Ruslan Abdul Ghofur Noor, “Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia”, Islamica, Vol. 6, No. 2, 2012, hlm. 316.
Purwana, Agung Eko. 2013. “Pembangunan dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Justitia Islamica, Vol.10, No.1.
Qardhawi, Yusuf al-. 2002. Teologi Kemiskinan: Doktrin Dasar dan Solusi Islam Atas Problem Kemiskinan. Yogyakarta Pustaka.
Sutarmadi, A., 2001. Visi, Misi dan Langkah Strategis. Pengurus Dewan Masjid Indonesia dan Pengelola Masjid. Wacana Ilmu. Jakarta.
Setiana, L., 2007. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. UIN Sunan Kalijaga, Press. Yogyakarta.
Suharto, E.,2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. PT. Refika Aditama, Bandung.
Malcolm Rutherford, Institution in Economics: The Old and the New Institutionalism (USA: Cambridge University Press, 1994), hlm. 182.
Douglass C. North, “Economic Performance Through Time”, The American Economic Review, Vol. 84, No. 3, 1994, hlm. 360.
Terdapat perbedaan antara kelembagaan dan organisasi. Dalam hal ini, organisasi adalah kelompok atau kumpulan individu yang mengikat diri secara bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Contoh dari organisasi antara lain korporasi, entitas bisnis, kongres, pengadilan, partai politik, dan sebagainya. Sedangkan kelembagaan adalah aturan, regulasi, dan mekanisme penegakannya. Lihat Timothy J. Yeager, Institutions, Transition Economics, and Economic Development (USA: Westview Press, 1999), hlm. 9-11.
Nama : Budi Setia Budi
Instansi : Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kuningan
Jabatan : Fungsional Statistisi Pelaksana lanjutan
No. HP/WA : 087786612412
Email : budi.setiabudi@bps.go.id
Nama : Asep Hermansyah, S.ST
Instansi : Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kuningan
Jabatan : Kasie Statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statstik
No. HP/WA : 081395903334
Email : asep@bps.go.id
Keterangan tulisan ini bebas plagiarsm