KUNINGAN (MASS) – Anggota Komisi 3 DPRD Kabupaten Kuningan, Rana Suparman S Sos mengatakan polemik rencana pembangunan jalan itu, yang dirugikan Bupati.
“Kecerobohan dinas itu yang menyebabkan resiko bupati menjadi tinggi. Dinas harus cerdas, masa eselon 2 ngalamin eh salah ini, masa naro duit coba-coba, kayak minyak kayu putih aja hehee,” ujarnya di sela-sela wawancara, Selasa (1/11/2022) kemarin.
Hal tersebut, disampaikan politisi PDIP itu kala ditanya perihal oper-opernya mata anggaran pembebasan lahan. Awalnya, pembebasan lahan itu di APBD murni, ada di Dinas PUTR. Sementara, di APBD perubahan, dialihkan ke DPKPP.
Rana, sebelumnya berbicara cukup panjang saat diberondong pertanyaan soal jalan lingkar timur selatan, sesaat setelah melakukan rapat komisi 3
“Kebetulan selama muncul opini atau pembahasan pemberitaan jalan lingkar, komisi 3 baru sekarang melakukan rapat internal. Dan dalam pembahasan itu direncanakan akan mengetahui lebih detail, sehingga harus ada rapat dengan pendapat (RDP) dengan komisi terkait, meluruskan supaya tidak liar,” ujarnya.
Speengatahuannya, jelas Rana, hal yang perlu diluruskan adalah soal anggaran “sangkaan” total 65 M. Ditegaskan Rana, itu tidak ada.
“Cuman dalam buku induk APBD murni, ada nomenklatur pembangunan jalan, mencapai 34,240 M. Asumsi dari temen komisi, karena nomenklaturnya pembangunan, akan membangun jalan yang tidak berhotmix jadi berhotmix. Ternyata ada perubahan di parsial 3, angkanya 35, (berubah) jadi pembelanjaan asset beli tanah,” imbuhnya.
Menurutnya, ini hanya perlu pelurusan mekanisme saja. Apakah benar membeli aset dan bukan membangun jalan ? Lalu menyamakan berpikir di komisi 3.
“Karena ini perwakilan partai politik, semua berkepentingan untuk meluruskan. Ingat, jadi partai-partai politik bukan berkonspirasi untuk merubuhkankan (menggagalkan proyek). (Tapi ini) bebannya di dewan, ada isu dewan tidak tahu. Kalo dewan mengatakan tidak tahu, itu alasan naif, karena itu dibahas sama-sama, di legislatif tempatnya,” paparnya.
Dulu, tidak ada pertanyaan dari dewan karena nomenklaturnya pembangunan. Adumsinya, tinggal launching untuk dibangun.
“Saya minta di (rapat) komisi 3. Silahkan kajian di fraksi, silahkan mengklasifikasi, mana belanja aset, mana belanja modal (soal nomenklatur pembangunan jalan dan atau pembebasan lahan). Itu dulu biar tidak kemana-mana ngomongnya,” imbuhnya.
Setelah itu, lanjut Rana, baru bicara bahwa soal integrasi Kuningan dengan pusat, soal rencana pembangunan nasional.
“Disini muncul isu baru, bahwa 2023 akan dibangun, sehingga ada anggaran pembelian tanah. Nah akan dibangunya itu harus jelas, informasinya dari siapa, dokumentasinya yang memperkuat dibangunya dari siapa, adakah surat dari kemenPUPR, Bappenas ? baru kuita statement Kuningan akan dibangun jalan,” imbuhnya.
Raba mengatakan, saat ini, Kabupaten Kuningan belum mampu membangun jalan seluas itu secara keuangan. Karenanya butuh bantuan dari pemerintah pusat. Karena kalo mampu, sebenarnya tinggal dialokasikan saja.
“Sadar tidak sadar, kemampuan teras kuta belum bisa maksimal. Bupati tidak mau memberatkan masyarakat dengan pungutan, sehingga minta bantuan (pusat),” terangnya.
Namun, saat Komisi 3 melakukan studi banding ke kementrian, justru malah mendapat informasi bahwa pembangunna jalan lingkar timur selatan belum dianggarkan 2022-2023
“Kaget. Kenapa dianggarkan pembebasan tanah, (padahal) belum ada yang mengikat. Jadilah polemik,” imbuhnya.
Namun, Rana menegaskan, itu bukanlah kerugian negara, karena auangnya masih ada, tersimpan.
“Yang kita tanyakan mekanisme, karena ada beberapa anggota dewan (mengaku) tidak tahu, masa dewan tidak tahu. Anggota dewan titik komanya APBD harus tahu. (Itu banggar?) ya teknisnya, tapi kan di paripurnakan, parsial kan ada fraksi-fraksi. Persoalannya, fraksi menyampaikan pada anggota tidak ? Itu masing-masing. Jangan digeneralisir ke ruang institusi dewan,” tuturnya.
Soal pimpinan dewan mengundang SKPD terkait lebih dulu, Rana bilang itu juga dibahas di rapat komisi 3. Padahal, pimpinan tugasnya dibantu komisi.
“Tadi dibahas, kami akan mengundang OPD yang diundang pimpinan. Berarti harus ada narasi yang sama. Jangan berbeda barasi, nanti kita dipeta konflikan antara pimpinan dan komisi,” ujarnya.
Saat ditanya harusnya seperti apa, Tatib pimpinan seperti apa soal seperti ini, Rana enggan menjawab. Itu Ranah pimpinan, kalo dijawab, Rana memyebut dirinya akan disebut sakit hati.
Kembali soal pembelian tanah, Rana menjawab Pemda tidak salah karena pembelian itu merupakan persiapan untuk pembangunan. Namun, kala tidak jadi dibangun, berarti pemda gagal dalam perhitungan.
“Kalo (contohnya) APBd Kuningan 3 T, belanja 1 T, itu sah, selama yang lain beres. Yang tidak sah itu kalo dibawa ke rumah. Tentu dengan mekanisme keterbukaan. Jadi kisruh ini, karena keterbukaan ini tidak dibangun,” kata Rana mencontohkan.
Soal oper-oper anggaran, Rana juga membela Bupati. Menurutnya, Bupati sebagai kepala daerah punya keinginan jalan itu dibangun dan dipresentasikan ke dinas.
Namun selanjutnya, soal teknis, seharusnya itu urusan dinas. Bupati tidak perlu mengurusi hal seperti itu. Apakah dinas A bisa, dibas B bisa, itu urusan dinas.
“Keceribohan dinas itu, yang menyebabkan resiko Bupati menjadi tinggi. Dinas harus cerdas, masa eselon 2 ngalamin eh salah ini, masa naro duit coba-coba, kayak minyak kayu putih aja hehee,” ujarnya dengan tawa yang khas.
Kala ditanya soal dana yang kadung terpakai, Rana menjelaskan itu memang ada tahapan. Seperti soal tim survey, dimana tim parsial itu bberapa intstitusi digabung.
Tapi, muncul soal baru. Rana mengaku mendengar dari salah satu pejabat dinas sekelas kabid, kalo angka pembeliannya sekian hektar itu harus oleh provinsi.
“Kalo gitu, kok kenapa sudah dilakukan survey ? Kan itu ada ketentuan kalo sekian banyak harus oleh provinsi, kan itu ketentuan normatif, kenapa gak dibaca dulu, jadi aja hambur-hambur uang. Kalo (misal) diatas 5 hektar oleh provinsi, ya Kabupaten jangan proaktif, jadi kan mubazir,” sentil Rana.
Padahal, masih dalam paparan yang sama, Kabupaten Kuningan punya pengalaman saat membangun jalan lingkar timur. Rana heran, kenapa itu tidak dijadikan acuan, contoh untuk hari ini.
Contohnya, dulu dilakukan oleh provinsi, tapi sekarang dinasnya malah inisiatif, survey. Rana mengatakan, hal seperti ini mahal bikin bingung.
“Setelah rame, Bupati disalahin, kasian dong.
Jadi kalo sudah ketentuannya tertera, tertulis, jangan coba-coba deh. Akhirnya rapat komisi itu lelucon. Oh ini harus oleh provinsi, kenapa baru sadar hari ini, kan kemarin udah (ada contoh). Kalo udah ada contoh tidak perlu contoh lain,” terangnya.
Meski menyentil dinas, Rana kembali menegaskan tidak ada kerugian negara. APBD kuga mungkin saja tidak mubazir. Hanya saja, dari aspek efesiensi, kalau belum ada dokumen penunjang, harusnya dipertimbangkan dulu.
“Kalo ada dikumennya, ya harus secepatnya dibangun. Koordinasi dengan pusatnya, berdoa agar ini berhasil dibangun, toh untuk Kuningan juga,” imbuhnya.
Namun saat ini, persoalan ini kadung jadi polemik. Rana sempat berkata kalimat kebohongan publik, karena mau dibangun ternyata belum ditetapkan APBN, prank.
“Kepala bappeda yang ngomongnya, dapat diyakinkan. (Harusnya) Ditunjang oleh dokumentasi, biar tidak jadi sumber kritikan Bappedanya,” tuturnya sembari mengatakan bahwa pengelolan negara, nomenklaturnya harus jelas.
Di akhir, kala ditanya kenapa DPRD dulu setuju mencantumkan nomenklatur pembangunan saat dibahas Banggar, apakah DPRD tidak jeli, Rana menjawabnya sembari tertawa.
“Tanya ke Pak Yudi ya, Pak Yudi ketawa ini. Tanya ke Pak Yudi tanya ke Pak Toto, senior itu di Banggar,” jawabnya sembari tertawa. (eki/deden)
Video : https://www.instagram.com/tv/CkXirgTIqlf/?utm_source=ig_web_copy_link